Hari Bumi 2025 Our Power, Our Future
Oleh Gede H. Cahyana
Pengamat Air Minum dan Sanitasi, Universitas Kebangsaan RI
Planet Bumi sedang sakit. Hutannya semakin sempit, minyak bumi hampir habis, batubara menipis, sumber air tawar tercemar limbah, sampah dan limbah B3 terus bertambah. Tetapi upaya untuk menghidup-hidupkan planet ini sudah dimulai 55 tahun yang lalu. Pencetusnya adalah seorang politisi bernama Gaylord Nelson. Idenya dimulai tahun 1962, diinspirasi oleh The Silent Spring (Musim Semi yang Sepi), sebuah buku karya Rachel Carson dan berita-berita tentang kerusakan hutan, tambang dan pencemaran air.
Pada November 1962 Senator Wisconsin tersebut menemui Presiden AS John F. Kennedy dengan membawa proposal tentang isu lingkungan dalam politik. Ia juga membahas proposal tersebut dengan Jaksa Agung Robert F. Kennedy. Keduanya setuju tetapi kondisi politik pada waktu itu belum berhasil menaikkan idenya menjadi isu nasional. Kemudian pada waktu terjadi protes anti perang Vietnam, Nelson berpidato di Seattle pada 1969. Ia mengajak masyarakat, akademisi, media massa, dan teknokrat untuk peduli Bumi. Tibalah hari Rabu, 22 April 1970, diikuti oleh sekitar 20 juta orang, Earth Day dideklarasikan. Isunya berfokus pada sumber daya air, tanah, udara, satwa liar, dan kesehatan manusia.
Air dan Energi
Bumi berbentuk bulat pepat dengan luas permukaan kira-kira 510 juta km2, terdiri atas 148,5 juta km2 (29,12%) daratan dan 361,5 juta km2 (70,88%) lautan. Daratan yang bergunung berbukit, berpadang rumput dan berpadang pasir seluas 62,10 juta km2. Luas Kutub Utara dan Kutub Selatan kira-kira 12,5 juta km2. Luas daratan yang sudah dibudidayakan untuk permukiman, pertanian, perkebunan, perkotaan hanya 9,0 persen. Luas 29,12 persen daratan tersebut sudah termasuk luas badan-badan air tawar seperti sungai, danau, waduk, embung dan rawa.
Adapun volume total sumber daya airnya kira-kira 1,4 miliar km3 yang terdistribusi di laut sekitar 97,75 persen, di Kutub Utara dan Kutub Selatan dan di puncak gunung sekitar 1,75 persen, di daratan 0,40 persen dan di awan 0,10 persen. Air yang di darat dan di awan itu sudah menumbuhkan pohon berkayu dengan diameter lebih dari 15 cm sebanyak 250.689.344.539.909 pohon (UNDP, 2008). Namun pohon tersebut terus berkurang akibat pembabatan hutan secara resmi, pembalakan liar, kebakaran hutan, banjir, dan longsor.
Sumber daya alam berikutnya adalah energi, yaitu minyak mentah yang diolah menjadi minyak tanah, bensin, pertalite, pertamax, solar. Sumber energi lainnya adalah batubara. Kedua bahan bakar fosil tersebut mengakibatkan polusi udara, tanah, dan air. Teknologi remediasi belum mampu mengolah tanah tercemar menjadi bersih kembali. Bekas-bekas tambang batubara berubah menjadi cekungan air asam. Bekas tambang minyak dipenuhi oleh lumpur minyak dan puing-puing pompa angguk sisa eksploitasi. Selain merusak lahan di sekitarnya, kedua bahan bakar fosil tersebut menjadi penyebab utama pemanasan global.
Besarnya dampak buruk bahan bakar fosil sudah dipahami oleh ahli energi dan lingkungan, pemilik industri dan pemerintah di seluruh dunia. Tetapi pemilik industri belum mau atau belum mampu lepas dari bahan bakar fosil. Ketergantungan ini mengakibatkan kenaikan temperatur rata-rata udara yang meluruhkan gletser dan pulau es di Arktik di sekitar Kutub Utara. Gletser sudah dijadikan tema peringatan Hari Air Dunia pada 22 Maret 2025. Pada 22 April 2025 ini peringatan Hari Bumi masih berkaitan dengan dampaknya pada gletser, yaitu penggunaan energi fosil sejak tahun 1870, awal revolusi industri kedua.
Sejak revolusi industri kedua tersebut, 155 tahun yang lalu, energi fosil adalah penggerak utama industri. Namun hal buruk terjadi, yaitu kenaikan konsentrasi karbondioksida. Kebijakan perdagangan karbon atau karbon kredit belum berhasil menjadi solusi reduksi emisi gas rumah kaca. Pada tahun 2023 dari total emisi karbondioksida, Amerika Serikat melepaskan emisi karbondioksida 47% berasal dari minyak bumi dan 16% dari batubara. Uncle Sam adalah negara yang paling mencemari udara dalam seratus tahun terakhir, penimbul terbanyak gas rumah kaca.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan bahwa energi terbarukan dapat menguatkan ekonomi masyarakat dan meningkatkan kesehatan. Polutan energi fosil dapat memperparah penyakit jantung, paru-paru, stroke, bronkitis, asma, dan kanker. Juga mengakibatkan stres dan kecemasan akibat polusi udara, polusi suara, perubahan iklim, dan bencana lingkungan. Apabila pemerintah dan pebisnis tidak serius meninggalkan energi fosil maka suramlah masa depan manusia akibat pencemaran udara, air dan tanah. “Telah tampak kerusakan (Bumi) di darat dan di laut akibat perbuatan manusia (Ar Ruum: 41).
Peluang BUMD AM
Energi terbarukan adalah solusi untuk menghentikan pemanasan global, kenaikan muka air laut, pelestarian hutan dan air. Ada enam jenis energi yang masuk kategori terbarukan, yaitu energi matahari, angin, biomassa (limbah organik), air (PLTA), pasang-surut air laut, dan geothermal (panas bumi). Polutan dari sumber-sumber energi tersebut sangat sedikit. Panas bumi misalnya, hanya melepaskan tiga persen senyawa penyebab hujan asam dan satu persen karbondioksida dibandingkan dengan energi fosil.
Energi terbarukan diyakini dapat menghemat biaya operasional listrik BUMD AM. Tidak saja karena energinya yang terbarukan dan tersedia di banyak lokasi tetapi karena pelanggannya pun semakin banyak. BUMD AM berpeluang menambah cabang-cabangnya di setiap kecamatan terpencil meskipun belum ada jaringan listrik PLN. Pemanfaatan listrik dari energi surya, misalnya untuk pompa dan operasional unit operasi dan prosesnya di IPAM dapat dilaksanakan. Kendala besar saat ini adalah catu daya listrik di dekat sumber air kerapkali tidak ada. Bahan bakar solar untuk generator listrik sering habis sehingga operasional IPAM berhenti.
Demikian pula distribusi airnya dapat menjangkau daerah perbukitan yang sekarang sulit dilayani akibat topografinya tinggi. Penambahan jumlah sambungan rumah terhalang oleh elevasi tinggi atau lokasinya jauh. Kehadiran energi setempat (on-site) dapat memperluas layanan BUMD AM. Banyak yang akan berlangganan air terutama di daerah yang sulit air minum tetapi tersedia mata air atau sungai di bawah permukiman warga. Keadaan alam yang berbukit ini dapat ditanggulangi oleh energi surya dan pompa. Andaipun pelanggan berumah di puncak bukit, apabila ada cahaya matahari dan sumber air maka pasar air minum tetap terbuka.
Perihal biaya produksinya,
pada saat ini energi terbarukan lebih mahal daripada energi fosil. Tetapi
perkembangan teknologinya semakin efisien. Sebagai contoh, biaya pembuatan
panel surya berkurang dalam satu dekade terakhir. Harga modul surya turun
hingga 93% antara tahun 2010 - 2020. Panel surya sudah banyak digunakan untuk
penerangan jalan umum di daerah yang belum ada jaringan listrik. Pada saatnya
nanti akan lebih murah dibandingkan dengan energi fosil. Tidak hanya BUMD AM, sumber
energi motor dan mobil listrik kelak berasal dari energi surya atau energi
terbarukan lainnya. Optimistis ibarat oase di gurun pasir.*