• L3
  • Email :
  • Search :

9 Mei 2019

Curang, Diponegoro Ditangkap

Curang, Diponegoro Ditangkap
Oleh Gede H. Cahyana

Kejadian politik yang menjadi klasik dalam sejarah Indonesia adalah Perseteruan Pangeran Diponegoro dengan De Kock. Betapa tidak, panglima Kerajaan Belanda di Indonesia itu berbuat curang. Ucapan yang dia sampaikan tidak sesuai dengan tindakan yang dilakukannya terhadap Pangeran Diponegoro. De Kock menipu dengan akal bulus. Mengatur taktik penangkapan apabila skenario berlangsung alot dan merugikan Belanda.

Faktanya, Diponegoro ditangkap, diasingkan ke Makasar hingga meninggal di sana. Curang memang bisa menang, apalagi kalau disusun rapi dan melibatkan banyak lapisan pejabat dari tingkat terbawah hingga teratas. Barisan licik yang rapi, terstruktur, dan terukur pasti mampu mengalahkan barisan yang baik dan benar tetapi kurang dikoordinasikan dengan tepat, tidak mendapat dukungan solid dari pendukungnya, didukung tetapi setengah hati. Kerumunan, sebesar apapun wujud dan jumlahnya, pasti mudah dikalahkan oleh kelompok jahat yang berbaris rapi dalam satu komando dan memiliki spirit sama dalam perjuangannya, apapun landasan ideologi dan basis politiknya, tidak masalah.
Sabda Nabi Muhammad,
ما من عبد يسترعيه الله رعية يموت يوم يموت وهو غاش لرعيته إلا حرم الله عليه الجنة

Maknanya secara garis besar, Allah haramkan surga bagi pejabat yang curang. Artinya, curang dalam meraih jabatan dan curang juga dalam melaksanakan tupoksi jabatannya itu. Hakikat curang adalah bohong. Berbohong untuk menyembunyikan perilakunya yang menipu masyarakat. Bersekongkol dengan kalangannya untuk menipu lawan atau kompetitornya. De Kock sudah menerapkan pola ini saat melawan Diponegoro pada Perang Jawa. Dia frustrasi menghadapi keteguhan sikap Diponegoro dan bosan dengan perang berkepanjangan. 

Begitupun orang yang mendukung tindakan pelaku kecurangan. Orang yang memihak pelaku kecurangan menerima predikat yang sama sebagai pecurang. Hakikatnya, jangankan banyak berbuat curang, sekali saja sudah merupakan perbuatan cacat, jahat, dan laknat. Perbuatannya keji dan mungkar. Ibaratnya seorang ilmuwan, sekali dia berbuat curang, misalnya dengan mengambil tulisan (artikel) orang lain sebagai karya sendiri, maka sudah termasuk perbuatan nista. Hukuman akademis sudah pasti diterimanya, selain boleh jadi ada hukuman pidana apabila ada pihak yang dirugikan secara ekonomi dan moral. Gelarnya pun, misalkan gelar kesarjanaan, atau jabatan fungsionalnya bisa dibatalkan.

Curang sudah pasti merugikan orang yang dicuranginya. Tidak sesuai dengan jiwa semua sila Pancasila. Curang melanggar ajaran agama (sila kesatu). Merusak hubungan kemanusiaan, humanisme (sila kedua). Mengganggu persatuan, karena menimbulkan perpecahan (sila ketiga). Sila keempat apalagi, pemilihan umum yang memiliki banyak kecurangan akan cacat. Tidak ada hikmat/ kebijaksanaan. Hikmat, hikmah, akal sehat, hukum, hakim yang adil. Adil ini pun dilanggar, yaitu adil secara sosial untuk seluruh rakyat Indonesia (sila kelima).

Sejarah mencatat, kecurangan memang bisa menang, mampu berkuasa, bahkan lama, seperti terjadi pada Fir’aun, Abu Jahal. Mereka represif kepada rakyatnya. Rakyat yang lemah, tidak bersenjata, tidak bisa melawan. Ini terjadi di berbagai negara. Syahdan dialami juga oleh kerajaan-kerajaan di nusantara, semisal Ken Arok dan intrik politik yang mengitarinya... *

ReadMore »

7 Mei 2019

Puasa dan Sakit Jiwa Menurut Al Qur’an

Puasa dan Sakit Jiwa Menurut Al Qur’an
Oleh Gede H. Cahyana

Bisakah puasa menjadi obat sakit jiwa, yaitu penyakit yang dipicu oleh kemajuan ilmu dan teknologi yang salah dalam pemanfaatannya? Menurut Dr. Achmad Mubarok dalam buku Jiwa Dalam Al Qur’an, sebuah disertasi doktor terbitan Paramadina, ada sejumlah gangguan jiwa yang diakibatkannya.

1. Cemas. Rasa ini muncul karena kehilangan makna hidup. Secara fitri kita punya kebutuhan akan makna hidup yang hanya bisa dimiliki oleh pejuang yang menyumbangkan sesuatu untuk orang lain. Orang-orang cemas biasanya mengikuti trend dan tuntutan sosial yang belum tentu benar. Sesekali saja dia merasakan kenikmatan sekejap yang palsu. Akibatnya terjadilah gangguan jiwa. Puasa Ramadhan diharapkan menjadi kawah Candradimuka bagi insan-insan cemas.

2. Sepi. Ini muncul karena hubungan silaturahim tidak tulus lagi tetapi memakai topeng-topeng sosial yang palsu sehingga hubungan menjadi gersang, mengidap rasa sepi yang kronis padahal berada di keramaian. Tidak bisa menikmati senyum orang lain sebab dianggap topeng belaka seperti ketika dia tersenyum kepada orang lain. Pujian dipandangnya sebagai basa-basi belaka.

3. Bosan. Ini akibat rasa cemas dan sepi yang berkepanjangan. Hidupnya tak bergairah. Jiwanya kosong, mirip orang yang bermobil mewah tapi jiwanya becak; HP-nya Android tapi memakai bahasa isyarat tangan. Makan makanan merek luar negeri tapi wawasan gizinya rendah. 

Harta, tahta, dan jabatannya tinggi tapi jiwanya hampa. Semua atribut, simbol, gelar, baju, sepatu, dasi, mobil, cincin, arloji, rumah, dan banyak lagi yang lain tampak modern namun pikirannya tidak menguasai ilmu-teknologi. Di pentas nikmat sekejap, sampai di rumah dia cemas dan sepi kembali. Lantaran bosan inilah dia masuk ke lingkaran narkoba, bunuh diri, racun diri atau gantung diri.

4. Perilaku menyimpang. Kalau rasa cemas, sepi dan bosannya terus menggayut, maka dia mudah melakukan perilaku buruk tanpa sadar seperti merampok padahal dia tak butuh uang, memperkosa tanpa tahu siapa yang diperkosa, membunuh tanpa ada sebab kenapa harus membunuh sehingga hidupnya menjadi semrawut.

5. Psikosomatik. Empat hal di atas jika terus terjadi dapat menyebabkan sakit fisik, sakit lantaran faktor jiwa dan sosial. Menjadi psikosomatik yang dalam bahasa Arab disebut nafs jasadiyah atau nafs biolojiyah. Yang sakit jiwanya, tetapi dalam ujud sakit fisik. Makanya tak heran dia selalu mengeluh jantungnya berdeba-debar tanpa sebab, merasa lemah, tak enak badan atau tidak bisa konsentrasi dan sakit maag (tukak lambung).

Oleh sebab itu, yang ingin sehat jiwa dan raga tentu saja, hendaklah mencari harta halal untuk disedekahkan. Gunakan untuk kemaslahatan orang lain. Saat puasa Ramadhan ini ada peluang jiwa kotor itu masih bisa disucikan dengan riyadhah al nafs atau tazkiyah al nafs seperti infak (zakat, zakat fitrah), shalat, kesucian seksual rumah tangga, dan bergaul yang santun secara lisan dan perbuatan.*
ReadMore »

Sehat Menurut WHO dan Puasa

Sehat Menurut WHO dan Puasa
Oleh Gede H. Cahyana

WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa sehat adalah state of complete physical, mental, and social well-being, not merely the absence of disease or infirmity. Sehat adalah keadaan sejahtera sempurna jasmani, ruhani, dan sosial, tak hanya tanpa adanya penyakit atau kelemahan saja.
Maka, ada tiga syarat sehat, yaitu sehat jasmani, sehat ruhani, dan sehat sosial. Andaikata ada orang yang sangat kuat-sehat fisiknya, rajin shalat dan saum Ramadhan plus saum sunnah dilaksanakannya, umroh - hajinya berulang - ulang, tetapi tidak peduli pada orang-orang fakir, miskin terutama perihal pendidikan dan pembekalannya agar mereka bisa mandiri, maka dia belum disebut orang sehat. Dia masih “sakit” secara sosial

Seorang Hujjatul Islam, Imam Al Ghazali, mengelompokkan puasa (shaum) menjadi tiga tingkat.

Yang pertama, saum umum (awam), yaitu puasa yang sekadar menahan lapar, haus/dahaga dan syahwat. Beliau menandaskan, tingkat ini yang terbanyak dilakukan oleh kaum muslimin.

Yang kedua, shaum khusus, yaitu puasa yang memuasakan mata, telinga, lisan dan anggota tubuh lainnya.

Yang ketiga ialah shaum khusus al khusus, selain melaksanakan dua level shaum di atas, hatinya pun ikut puasa dari segala sesuatu selain Allah dan semua yang dilakukannya lillahi ta’ala.

Logikanya, kalau kita puasa dalam taraf kesatu saja, yaitu puasa orang awam seharusnya inflasi bisa jauh berkurang pada saat Ramadhan karena berhemat. Tapi nyatanya kita jauh lebih boros lantaran segala makanan dibeli, setiap hari membuat kolak, kacang ijo, asinan, atau sirup. 

Baju pun terus ditumpuk, bertambah menjelang lebaran. Di satu sisi memang menghidupkan roda ekonomi tetapi di lain sisi ikut menaikkan harga sembako dan tidak turun lagi pascalebaran.

Ketosis, Singset Sehat Karena Puasa

ReadMore »

6 Mei 2019

Ketosis, Singset Sehat Karena Puasa

Ketosis, Singset Sehat Karena Puasa
Oleh Gede H. Cahyana

Hari pertama, bagi yang tidak biasa puasa Senin – Kamis, pastilah berat. Empat jam pertama mulai lemah, tubuh lelah, lesu kian parah. Menjelang buka, metabolisme tubuh sudah di tahap ketosis. Karena glukose nyaris habis, maka lemak menjadi sasaran enak. Hati (liver) lantas mengubah lemak menjadi keton. Keton inilah yang menjadi sumber energi untuk sel-sel otak dan sel lainnya. Ini seperti motor/mobil yang punya energi baru (pertamax), setelah bensin habis.


Katakanlah semacam keajaiban, yakni bahan “sampah” diolah menjadi bahan bakar yang lebih baik. “Sampah” lemak berkurang dan hebatnya lagi, yaitu otak dan mata-hati (nurani, selain liver) menjadi lebih baik. Ini berkorelasi dengan kesehatan mental, obat stress. Ada rekonstruksi fisik, juga terjadi rekonstruksi ruhani. Sekaligus dekonstruksi sel perusak dan degradasi jiwa negatif seperti nafsu buruk (lauwwamah). Keren ya.

(Kalau ini dibahas, jadi panjang tulisannya. Terutama kalau dikaitkan dengan rasa hati seperti ikhlas puasa, ingin ridha Allah, ingin tetap semangat kerja, olah raga, bahkan perang sekalipun seperti zaman Nabi Muhammad, yaitu perang Badar pada bulan puasa, malah makin kuat dan menang. Padahal pasukan nabi hanya 300-an orang sedangkan musuhnya hampir 1.000 orang. Puasa memang BUKAN bulan lemah, tapi justru bulan makin giat bekerja, berperang kalau sedang perang, berjuang, bertarung kalau sedang lomba olah raga, belajar kalau sedang ujian, dan banyak lagi yang lain. Ok, kembali ke laptop… eh ke bahasan puasa).

Setelah masuk waktu buka (breakfasting, makanya sarapan itu disebut breakfast dalam bahasa Inggris karena memang pada malam hari kita puasa, karena tidur. Jadi jangan malah makan nasi goreng jam 23.00 untuk begadang dengan alasan besok akan ujian mata kuliah), hindari makan nasi, bubur, kolak yang kaya karbohidrat kompleks. Makan kurma lebih bagus. Glukosenya siap diserap. Tapi jangan balas dendam. Sedikit saja. Juga madu, bagus tentu saja. Yang asli ya.

Lalu langsung Maghrib. Ini justru ujiannya. Mampukah kita menahan nafsu makan yang sudah ditahan-tahan sejak siang? Kalau mampu, kita termasuk orang cerdas lho. Berat melawan nafsu ini. Apalagi pas buko-basamo, semua makanan minuman tersedia. Seperti sarapan di hotel yang “all… you can eat”. Godaan besar. Kapan lagi kalau gak dimakan sekarang, mumpung gratis… dibayar kantor.. hm hm.. 

Malam hari, minum air bening saja. Tidak ngeteh, ngopi? Bagusnya sih tidak. Termasuk yang teh – kopi tanpa gula. Tapi bolehlah sedikit. Ngemil kurma sambil minum air hangat lebih bagus. Tambah madu sesendok makan. Jangan tambah gorengan, gudeg, sate, soto, lontong lagi. Laksanakan Tarawih atau Tahajjud. Maraton atau bertahap. Kemudian sahur lagi. Nasi, lauk (pilih satu: ayam, ikan, daging, telur), sayur (pilih satu: buncis, bayam, kangkung, labu, pare, toge), air dan madu. Kurma lagi? Ya bolehlah, satu biji.

Setelah Shubuh, baca buku atau Qur’an atau hadits. Atau menulis. Atau lipat baju, setrika, nyapu, lap motor/mobil. Tidur? Sebentar saja, 45 menit. Lalu ke kantor, pabrik, warung, toko, dll. Gerakkan badan. Pada tahap ini sel-sel tubuh akan mulai “marah”. Dia kelaparan sehingga bernafsu memakan lemak, protein, dan sampah metabolisme di dalam tubuh. Istilahnya autophagy, otofagi. Terjadi karena konsentrasi glukose berkurang. Insulin pun turun. Kejadian ini malah meremajakan sel-sel. Asyiik.. jadi muda. (Maaf, bukan berarti usia 52 tahun jadi kelihatan 25 tahun, he he).

Nah… ajaibnya, yang terjadi, hormon pertumbuhan malah makin kuat. Lebih tinggi daripada sebelum puasa. Makin hari makin banyak. Hormon ini menjaga otot kita tanpa lemak, mengurangi lemak sehingga sel makin sehat, jantung makin kuat, luka pun mudah sembuh. (Tapi uban tidak bisa jadi hitam lagi lho… mudah-mudahan bisa diperlambat). Tubuh pun terus memproduksi sel-sel kekebalan. Itu sebabnya, orang yang puasa pasti sehat singset. Langsing.

Semua itu adalah aspek fisik. Badan, tubuh rapuh ini. Saat mati akan kembali menjadi tanah dan air, asal-muasal manusia. “..Dan dari airlah Kami jadikan segala sesuatu yang hidup, Al Anbiya: 30. Tubuh kita 65% - 75% terdiri atas air. Minimal 63 kali Allah menyebut kata air atau yang berkaitan dengan air seperti hujan di dalam Qur’an. Aspek nonfisik juga penting. Lebih penting malah. Yaitu agar menjadi orang bertakwa. Puasa memang TIDAK otomatis mengubah orang menjadi takwa. Maka diksinya ialah mudah-mudahan”.

Ingat lagu kebangsaan Indonesia Raya? Ada kalimat: bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya. Yang pertama dibangun adalah jiwanya. Ruhaninya. Akhlaknya. Adabnya. Moralnya. Etikanya. Yang kedua adalah badannya. Fisiknya. Body-nya. Ototnya. Langsingnya. Singsetnya. Six-pack-nya. Body building-nya.

Artikel: Sehat Menurut WHO dan Puasa


Untuk sementara sekian dulu. Selamat melaksanakan ibadah puasa (shaum) Ramadhan. Sukses jiwa, sukses raga. 

ReadMore »

5 Mei 2019

KPU Disease, Wabah KPU

KPU Disease
Oleh Gede H. Cahyana

Yang meninggal nyaris 500 orang. Dalam teori Epidemiologi, ini sudah gawat. Termasuk wabah. Epidemiologi berasal dari kata epi = di antara, demos = masyarakat, penduduk, logos = ilmu. Per definisi ialah ilmu yang mempelajari tentang wabah penyakit di antara masyarakat. (Soemirat, 2000).
Menurut teori tersebut, harus ada penelusuran seksama sehingga dapat dikendalikan dan dicegah agar tidak berulang. Menjadi aneh kalau pihak terkait tidak mau kejadian itu diselidiki. Sebab, murid SD yang diare massal saja diselidiki, bahkan pedagang bakso, es, rujak, nasi, bubur di sekitar sekolah diperiksa polisi. Ada yang sampai stress gegara dinyatakan bersalah karena baksonya tidak higienis.

Sungguh aneh apabila “KPU Disease” ini dibiarkan saja. Matikah hati nurani? Mereka yang mati itu adalah manusia, sama seperti orang di KPU. Mereka juga punya anak, punya suami/istri, punya cita-cita ingin hidup sehat dan lama.

Sungguh, korban KPU Disease (Wabah KPU) ini melebihi korban pesawat jatuh, kereta api, kapal, bis masuk jurang, dll. Adakah setitik humanisme di hatimu, wahai KPU, polisi, dan kalangan yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut? 
(Definisi diambil dari buku Epidemiologi Lingkungan, UGM Press, 2000, ditulis oleh Prof. dr. Juli Soemirat, M.P.H., Ph.D. Beliau dosen saya di Teknik Lingkungan ITB).
ReadMore »

4 Mei 2019

Tips Menulis Bab Kajian Pustaka

Tips Menulis Bab Kajian Pustaka
Oleh Gede H. Cahyana

Mahasiswa yang sedang menulis Tugas Akhir (Skripsi) tidak mungkin tanpa membaca buku. Tanpa membaca jurnal ilmiah. Buku, jurnal ilmiah, dan sumber pustaka lainnya menjadi menu utama dan pertama. Pertama karena harus dibaca paling awal. Utama karena menjadi sumber ilmu dalam penelitian atau perancangan.
Tetapi banyak mahasiswa tersendat-sendat di bab ini. Sering dikoreksi, berkali-kali, ditolak lagi. Plagiat. Ya… karena terlalu banyak copy-paste. Salah dalam kutipan. Atau.., malas. Ingin mudah dan cepat, tanpa pikir. Ini bahaya, bisa menjadi bumerang. Tertebas leher sendiri, digugat, jatuh pada plagiasi, bukan karya sendiri. Hindari. Jangan sampai terjadi!

Tips ini bisa dicoba. Syaratnya hanya satu. Baca. Mau membaca. Mau orat-oret. Di kertas bekas juga boleh. Lalu coba pikirkan. Pikirkan tema-tema yang berkaitan dengan TA (skripsi). Istilahnya peta pikiran, pemetaan pikiran, atau mind mapping. Ini link-nya.

Coba kumpulkan semua buku atau fotokopian bab-bab yang berkaitan dengan TA. Juga jurnal. Taruh di meja. Jejerkan saja. Siapkan spidol warna-warni. Beli dulu. Atau pinjam. Truss..?

Baca jurnal dulu. Baca yang temanya serupa dengan judul TA. Minimal tujuh judul sejenis. Baca dua kilas saja boleh. Lihat subjudulnya. Orat-oretkan di kertas. Tulis kata-kata penting di dekat subjudul tersebut.

Ambil lagi jurnal kedua, baca lagi. Baca ulang. Tulis lagi subjudul-subjudulnya. Sisipkan kata dan istilah yang dianggap penting. Tulis di kertas lain. Setiap jurnal di kertas yang berbeda.

Jurnal ketiga? Lakukan giat yang sama. Begitu seterusnya. Mudah.

Tujuh jurnal itu lalu dilihat-lihat lagi, dibanding-bandingkan subjudul-subjudul dan kata-kata pentingnya. Pikirkan. Berpikirlah. Coba temukan subjudul yang ada di semua jurnal. Coba temukan kata penting yang kerapkali muncul di semua jurnal. Gunakan kata itu menjadi bagian dari subjudul yang akan dibahas di bab Kajian Pustaka.

Berikutnya adalah buku teks. Harus baca minimal tujuh buku teks. Baca dan lihat seksama subbab-subbabnya. Ambil kertas dan tulislah. Sisipkan kata dan istilah penting. Ulang lagi di buku teks berikutnya. Begitu dan begitu lagi. Sabar…

Baca sekilas lembar-lembar kertas itu. Yang isinya subjudul jurnal dan subbab buku. Di sini seninya. Pikirkan…. Kata atau istilah yang mana yang akan digunakan untuk menulis subbab di Kajian Pustaka TA yang sedang digarap. Ok…sudah dapat?

Di bawah kata atau istilah yang akan menjadi subbab-subbab di bab Kajian Pustaka itu lantas ditempelkan guntingan-guntingan dari buku dan jurnal. Jangan lembar buku atau jurnalnya yang digunting. Fotokopi dulu. (Sebetulnya tidak harus digunting, kalau sudah terbiasa dan mampu ingat poin atau tema yang akan dikelompokkan dalam subbab tertentu).

Mulailah tahap menulis. Tahap paraphrase. Baca ulang setiap guntingan paragraf, bandingkan dengan guntingan yang lain, lalu tulis. Tulis dengan kalimat sendiri. Kata-kata yang sama pasti ada. Tak mungkin nihil. Tapi susunlah kalimat sendiri. Jelek? Ya pastilah. Namanya juga tahap awal. Biarkan saja. Tulis lagi paragraf selanjutnya. Parafrase juga. Amburadul kalimatnya? Tentu. Biarkan saja. Lanjut lagi. Sampai akhir subbab di bab Kajian Pustaka.

Istirahat dulu. Minum teh dulu. Kopi juga boleh. Baca buku agama. Buku tokoh politik, ilmuwan, dll. Baca website atau lihat Youtube. Besoknya, baca lagi. Parafrase lagi. Bagusnya lagi, tambah dengan buku dan jurnal lainnya. Yang baru terbit atau yang sudah lama. Kaji lagi. Masukkan lagi ke subbab yang sudah dibuat sekian hari lalu.

Begitu seterusnya. Satu subbab di buku atau satu jurnal habis dibaca dua jam. Kalau total buku dan jurnal ada 15 buah maka total waktu efektif adalah 30 jam. Kalau dikerjakan dua jam pagi, dua jam siang, dua jam malam, maka total enam jam perhari. Dalam lima hari selesai. Tapi kan ada waktu untuk jalan-jalan dan ngopi, ngeteh, ngebakso, ngesukiyaki, ngerujak, ngelotek, dll. Ok… Kalikan empat saja. Lima hari kali empat sama dengan 20 hari. Selesai sudah.

Teruslah baca dan ubah lagi kalimat yang sudah ditulis di komputer. Perbagus gaya tutur, perbaiki kata yang salah, perhalus cara pengungkapan makna. Kalau diulang-ulang, lama-lama makin bernas. Berkualitas baik. Berisi ilmu. Malah lebih baik daripada aslinya di buku dan jurnal.

Tinggal pelajari cara-cara “tata-kutip”. Kutipan langsung, bagaimana cara menuliskannya. Ini bahasan lain. Ada tulisan khusus agar terhindar dari plagiasi. Yang harus diingat, cantumkan semua sumber pustaka dan penulisnya (buku dan jurnal) tersebut di bab Kajian Pustaka dan di bagian Daftar Pustaka.

Ini tips menulis bab Hasil dan Pembahasan.

Selamat menjadi sarjana. *
ReadMore »