• L3
  • Email :
  • Search :

27 April 2008

Psikologi PLTSa (Psycho-PLTSa)

Lingkungan dan kesehatan fisik warga Bandung terancam PLTSa, sudah sering ditulis di media massa. Misalnya, sumber air minum dari air tanah di cekungan Bandung kian krisis, diperburuk lagi oleh kualitas air limbah yang tambah parah karena dipenuhi oleh zat berbahaya dan beracun (limbah B3). Udara apalagi, jauh lebih berbahaya daripada polusi air. Sebab, udara dapat mencapai seluruh pelosok cekungan Bandung, bahkan daerah di luar cekungan, merambat menyusuri punggung gunung menuju lembah kemudian masuk ke saluran pernapasan warga. Ke mana saja angin berembus, ke situlah polutan udara menebar ancaman.

Ternyata tak hanya itu. Secara psikologis pun akan signifikan berdampak negatif. Kehadiran PLTSa akan mengubah wajah kawasan di lokasi dalam radius ratusan meter atau lebih. Perubahan (change) ini, menurut Pembantu Dekan III Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, bapak Drs. H. Achmad Gimmy P, M.Si dapat dialami oleh semua warga setempat. Setiap perubahan yang tidak menyamankan hatinya dapat berujung pada frustrasi. Apalagi kalau berlangsung menerus dan tidak ada penyaluran yang memadai bagi hatinya, ditambah lagi oleh tekanan ekonomi, politik, dan sosial (menurut observasi awal Fak. Psikologi Unpad, ada anggota keluarga yang bentrok gara-gara berada di posisi pro dan kontra), maka dapat berujung pada landaan stres. Beragam stressor dapat muncul di PLTSa. Haruskah rumah sakit jiwa bertambah pasiennya dari tahun ke tahun akibat stres itu?

Diskusi yang digelar pada Sabtu, 26 April 2008 di Jatinangor oleh BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran ini sedianya mengundang pihak Pemkot Bandung dan anggota DPRD Kota Bandung. Tetapi utusan keduanya tidak hadir. Namun demikian, acara tetap berlangsung sesuai dengan jadwal dan mendapat tanggapan dari peserta yang terdiri atas dosen Psikologi Unpad, mahasiswa beberapa jurusan di Unpad dan mahasiswa dari perguruan tinggi lainnya. Saya, Gede H. Cahyana, memberikan materi PLTSa dengan sudut pandang sainstek lingkungan.

“Kajian Publik”, sebuah ikon kegiatan rutin milik BEM Fak. Psikologi Unpad ini patutlah diikuti oleh BEM fakultas lainnya, terutama yang erat kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat demi meluaskan wawasan dan pemahaman atas masalah yang sedang berkembang dan berdampak penting bagi kesehatan (fisis dan psikis) dan lingkungan. Yang patut pula menggelar acara serupa ialah Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kesehatan Masyarakat. Adapun kajian peraturan daerah dan perubahan peraturan lainnya yang mengalihfungsikan suatu kawasan (lahan) permukiman menjadi pabrik (misalnya PLTSa) dapat dikaji oleh Fakultas Hukum dan Fisipol. *
 
 















 
 
 
 
 
 
 
ReadMore »

22 April 2008

Kartini Tolak PLTSa

Gedung Wahana Bhakti Pos di Jln. Banda No. 30 Bandung, pada suatu siang. Hari sudah menunjukkan pukul 10.05 Wib, 1 April 2008. Terjadi cekcok mulut antara penjaga pintu berseragam PNS Kota Bandung dan wartawan - warga. “Kami berhak masuk Pak, kami warga Bandung. Kamilah yang akan kena dampak buruknya,” terdengar suara lantang. “Maaf, kalau tidak ada surat undangan, tidak diizinkan masuk,” jawab penjaga itu. 

Dari arah Jln. Riau tampak seorang ibu mendekati kerumunan. Ia juga minta izin masuk tetapi petugas bersikukuh pada pendiriannya. Tanpa undangan tak seorang pun boleh masuk ke ruang sidang Amdal yang sedang berlangsung di lantai 8. Selain harus terdaftar dalam undangan, untuk masuk ke ruang sidang wajib pula mengisi presensi di meja depan pintu ruang sidang. Ada 114 orang dan lembaga yang tertera di dalam daftar undangan, mulai dari wakil warga hingga menteri. 

Karena tidak diizinkan masuk, ibu itu akhirnya bicara di depan khalayak di luar gedung Pos. PLTSa, ujarnya, akan menyengsarakan anak-anak kita, mengurangi daya pikirnya. Tadi saya melayat ke Prof. Otto Soemarwoto, kita kehilangan figur pembela lingkungan. Beliau kerapkali menulis bahwa pencemaran udara dapat menurunkan kecerdasan anak-anak. Apalagi kalau berasal dari sampah, pasti jauh lebih banyak lagi zat berbahayanya. Tak hanya anak-anak dan bayi yang kena dampak buruknya, tetapi juga kaum lansia dan muda-mudi. Paru-paru kita akan dipenuhi pencemar hasil bakaran sampah di PLTSa. 

“Membangun PLTSa berarti tak peduli pada pendidikan, acuh tak acuh pada kecerdasan bangsa,” teriaknya lantang. “Betul... betul..., hidup Bu. Hidup Ibu Kartini!” Jumlah masa semakin banyak. Karena terdesak, saya mundur ke tempat parkir yang dipenuhi orang-orang berseragam loreng (tapi bukan tentara), tampak juga anggota polisi dan tentara. Bumiputra, kata Bu Kartini, akan terus terjajah kalau generasi mudanya rendah daya pikirnya, dininabobokan oleh PLTSa. Orang akan seenaknya melemparkan sampah di mana saja dan tidak belajar memanfaatkan tanah sebagai bioreaktor alami. 

Tak hanya pada masa VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), sekarang pun bumiputra masih dijajah. Kita dijajah oleh bangsa sendiri, oleh orang yang lebih peduli pada diri dan kelompoknya, acuh tak acuh pada warga lain. Padahal Kartini melawan penjajah. Ia ingin pintar, ingin sekolah ke luar negeri (Belanda) agar sepantaran dengan penjajah, bukan belanja, bukan shopping atau membeli mesin PLTSa yang justru menjadi sumber petaka bagi bumiputra. PLTSa merusak cagar budaya, cagar alam dan bangunan. Hujan asamnya mengorosi logam, beton dan debunya berisi zat berbahaya lalu melekat di daun, sayur, buah, dan air minum. Rumput dipenuhi dioksin lalu dimakan ternak sehingga daging dan susunya tercemar. 

Lewat tengah hari, Kartini masih berorasi. Katanya, jangan sampai bencana di Seveso Italia pada Sabtu, 9 Juli 1976 terjadi juga di cekungan Bandung. Dioksin dari kasus Seveso menyebabkan ribuan orang menderita kanker darah, kanker hati, dan kandung empedu. Korbannya mencapai 17.000-an orang di Seveso dan 120.000-an orang di luar Seveso. Dioksin itu pun mengakibatkan 3.300-an ternak langsung mati dan dalam dua tahun pascabencana sudah 80.000-an ternak yang teracuni dioksin terpaksa dibasmi agar tidak dimakan manusia. Belum lagi sayur, sumber air, sumur, serangga yang dimakan ikan, dan buah-buahan. Semuanya terkontaminasi dalam waktu puluhan tahun.

Sementara diskusi masih berlangsung di lantai 8, Kartini terus mengajak warga untuk menolak PLTSa. Kartini pun mengingatkan bahwa sembilan tahun lalu, yaitu tahun 1999, Perdana Menteri Belgia Jean-luc Dehaene terpaksa lengser dari jabatannya akibat kasus dioksin. Akankah hal seperti ini harus terjadi dulu di Bandung? Apalagi disinyalir, dioksin dapat memengaruhi embrio laki-laki dalam kandungan sehingga ketika dewasa tampaklah sifat feminimnya (kewanitaan). Bayangkan kalau anak dan cucu bapak-ibu bernasib seperti ini di kemudian hari. Siapa yang harus bertanggung jawab? Sebab, pembuat PLTSa mungkin saja sudah meninggal pada 25 tahun yang akan datang. 

Saya lihat, dari cara orasinya, Bu Kartini begitu geram pada penjajah yang memiskinkan bumiputra. Dari sisi ekonomi pun PLTSa mengurangi pendapatan pemulung karena sampah yang tinggi kadar energinya itulah yang dibutuhkan oleh pemulung. Rebutan antara pemulung dan PLTSa memunculkan masalah sosial. Itu sebabnya, Kartini tegas-tegas menolak pabrik penghasil pencemar berbahaya itu. Lewat surat-surat sahabatnya, Kartini diberitahu bahwa di Eropa dan Amerika, PLTSa justru ditolak dan diwanti-wanti agar bumiputera tidak menggunakan cara bakar-bakaran dalam mengelola sampah.

Apalagi PLTSa dapat merusak vegetasi, pepohonan di lereng pegunungan tatar Bandung. Kartini berkisah tentang jalan-jalan di Djapara yang ditumbuhi pohon kenari di kanan-kirinya. Teringat juga ia pada Gunung Muria yang anggun dengan lekukan puncaknya yang agak datar dan menjadi saksi bisu keasrian alamnya. Panorama ini dilihatnya dari sawah di Desa Bate, Djapara. Dalam semangat orasinya, tampak juga raut kesedihan mengingat di Muria nanti akan dibangun juga pembangkit listrik yang jauh lebih berbahaya daripada PLTSa, yaitu PLTN. Nuklir! Oh..., di mana akal sehat pengurus negeri ini? Ia sudah tak sabar ingin menulis surat untuk Nyonya Abendanon, Ovink-Soer, dan Nona Zeehandelaar dan bercerita tentang polah laku amtenaar di Oostindische sekarang, khususnya di Parijs van Java, der bloem der indische bergsteiden

Akhirnya..., Kartini terisak-isak. Warga pun hiruk-pikuk, saya terdorong ke arah pintu gerbang di Jln. Banda. Saya terimpit lalu terpeleset. Jatuh. Saya... jatuh dari kursi panjang dan buku coklat tua terbitan Balai Pustaka, 1951 berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang karya Armijn Pane tergeletak di tangan kiri. Halaman 165 terbuka, di sebelahnya ada foto Gunung Muria. Jam menunjukkan pukul 23.43 Wib. Sambil mengingat-ingat mimpi tadi, saya menuju kamar tidur dan muncul kilasan kalimat Dr. Paolo Mocarelli di Seveso: I think this accident teaches us that it is better to take care of the environment before these things happen. Not after. Teringat juga saya pada frase yang sering ditulis Prof. Otto Soemarwoto (alm): prinsip kehati-hatian (precautionary principle). Selamat Hari Kartini! *
ReadMore »

13 April 2008

Bising PLTSa

Gedung Wahana Bhakti Pos di Jln. Banda No. 30 pada Selasa, 1 April 2008. Di lantai 8 ada kegiatan sidang Amdal PLTSa yang belum menampakkan wujudnya sebagai uji publik. Yang diundang sebagian besar adalah kalangan birokrat dan yang terkait dengan kebirokratan sehingga berada di kubu yang pro-PLTSa. Meskipun tidak masuk dalam daftar undangan, saya dihibahi sebuah laporan Amdal oleh warga di calon lokasi PLTSa. Setelah saya baca-baca, banyak poin yang perlu didetilkan lagi dan tidak memuaskan. Pada kesempatan ini, satu hal saja yang saya angkat, yaitu soal kebisingan.
Pada laporan Amdal itu, kebisingan yang akan terjadi ditulis sedikit di atas baku mutu, yaitu 60 dBA. Betulkah demikian? Sebelum masuk ke bahasan tersebut, mari kita mulai dengan definisi bunyi. Bunyi, secara objektif ialah perubahan tekanan udara akibat gelombang tekanan. Secara subjektif, bunyi ialah tanggapan pendengaran yang diterima seseorang. Agar dapat merambat berupa gelombang longitudinal, bunyi perlu media seperti udara, air, atau zat padat. Rentang frekuensi yang dapat didengar manusia ialah antara 20 – 20.000 Hz dan disebut frekuensi audio. Yang di bawah 20 Hz disebut infrasonik sedangkan yang di atas 20 KHz disebut ultrasonik. Keduanya tidak dapat didengar oleh manusia.
Ada tiga syarat agar bunyi dapat terdengar. Yang pertama: sumber, diakibatkan oleh benda yang bergetar sehingga terjadi perubahan tekanan udara yang diterima telinga. Yang kedua, medium. Inilah media rambat suara, dapat berupa udara (air born sound) atau benda padat (structure born sound). Pada tabel di bawah ini diberikan variasi cepat rambat suara di beberapa medium.
Cepat rambat suara di dalam medium.
Medium
Kecepatan (m/d)
Aluminum
5.820
Beton
3.600
Baja
4.905
Tembaga
4.500
Besi
4.800
Timbal
1.260
Timah
4.900
Air
1.410
Kayu
3.300
NH3, amonia
415
CO2
258
H2
1.270
Yang ketiga, penerima. Manusia menerima perubahan tekanan udara di telinga dan dikirimkan ke saraf untuk respon pendengaran di otak. Faktor-faktor lain yang mempengaruhinya ialah temperatur udara, arah dan kecepatan angin, kelembaban dan tekanan udara.
Sumber Bising
Bising ialah suara yang tak di(ke)hendaki dan mengganggu kenyamanan. Sumbernya bisa tunggal (satu), bisa juga ganda (gabungan) beberapa sumber tunggal. Umumnya kebisingan ditimbulkan oleh beberapa sumber (sumber ganda) seperti lalu lintas, kawasan industri dan permukiman. Faktanya, tak seorang pun suka akan bising lantaran mengganggu kenyamanan dan konsentrasi kerja, mengganggu komunikasi (pembicaraan), bahkan dapat merusak pendengaran, baik temporer maupun permanen.
Kebisingan dapat diklasifikasikan menurut spektrum frekuensinya, yaitu spektrum kontinu, spektrum garis dan spektrum kompleks. Berdasarkan waktunya, ada kebisingan mantap: fluktuasi tingkat tekanan suaranya kecil sehingga dapat diabaikan; kebisingan tak mantap: fluktuasinya besar selama pengamatan; kebisingan impulsif, terdiri atas satu atau lebih letupan energi dengan durasi kurang dari satu detik.
Beberapa sumber bising ialah:
1. Lalu lintas. Terjadi di kota-kota besar dan didominasi oleh kendaraan seperti truk, dump truck sampah, bis, sepeda motor, generator dan vibrasi kendaraan.
2. Industri. Awalnya, pengaruh kebisingan ini lebih banyak menyangkut lingkungan di dalam industri. Tetapi akhirnya dirasakan juga oleh penduduk di sekitarnya. Inilah yang menghantui warga di sekitar calon PLTSa.
3. Permukiman. Penyebab utamanya: kegiatan rumah tangga, fan, hair dryer, mixer, gergaji mesin, mesin pemotong rumput, vacum cleaner dan peralatan domestik lainnya.
4. Konstruksi. Pembangunan PLTSa, jalan, gedung, dll yang menggunakan alat-alat berat dapat menimbulkan bising. Secara garis besar tingkat tekanan suaranya dapat dilihat di tabel ini dan semuanya jauh di atas 60 dBA.
Tingkat tekanan suara dari jarak 15 m.
Peralatan Konstruksi
Tingkat Tekanan Suara (dBA)
Dump truck sampah
88
Kompresor
81
Truck ready mix
85
Buldozer
87
Generator
76
Pompa
76
Backhoe
85
Rockdrill
98
Metoda Kendali
Ada beberapa cara untuk mengendalikan bising, di antaranya ialah:
  1. Kendalikan sumber. Contoh: bising akibat getaran orang berjalan dapat direduksi dengan melapisi lantai dengan karpet atau gabus.
  2. Penataan kota. Perkembangan kota, terutama transportasi banyak menimbulkan masalah kebisingan. Oleh karena itu, perlu penataan kota yang dapat mengurangi kebisingan sampai batas yang diizinkan.
  3. Perencanaan lokasi bangunan. Diupayakan ada pengelompokan lokasi bangunan sesuai dengan fungsinya. Lokasi rumah sakit, sekolah, kantor, hendaknya jauh dari jalan raya, daerah industri dan bandar udara atau terminal. PLTSa jangan di dekat permukiman atau jangan pernah membuat PLTSa agar polutan selain kebisingan pun tidak pernah ada.
  4. Rancangan arsitektur dan struktur bangunan. Pengendalian bising ruang berkaitan dengan fungsi dan lokasinya. Ruang istirahat hendaknya ditempatkan di daerah tenang. Kekuatan, tebal dan jenis lantai, dan dinding juga perlu diperhatikan karena mempengaruhi transmisi suara. Pada dasarnya, semua bahan bangunan dan lapisan permukaan punya kemampuan menyerap bunyi dalam taraf tertentu.
Mekanisme Absorbsi
Bunyi di dalam ruang tertutup akan mengalami refleksi, difusi, difraksi, transmisi dan absorbsi. Untuk mereduksi bising di dalam ruangan digunakan absorban (penyerap gelombang bunyi). Mekanisme absorbsi ini sangat penting dalam pengendalian bising apabila sulit menangani sumbernya. Udara, permukaan tanah, pohon, rumput dll juga dapat menyerap gelombang suara yang besarnya bergantung pada frekuensi, kelembaban dan temperatur.
Secara garis besar ada 3 macam absorban, yaitu (1) absorban porus, (2) panel akustik, (3) resonator rongga (Helmholtz). Guna absorban (1) menurunkan tingkat tekanan suara di dalam ruang, (2) mencegah refleksi oleh permukaan benda, (3) mengontrol dengung di dalam ruang. Pada praktisnya, absorban diletakkan di langit-langit, tembok, lantai atau rongga antar tembok.
Materi absorban bersifat transducer, yaitu dapat mengubah energi akustik menjadi bentuk lain, biasanya panas. Mekanisme pengubahannya berbeda-beda bergantung pada jenis absorbannya tetapi hasilnya sama, yaitu sebagian energi akustiknya hilang ketika gelombang mencapai absorban.
Koefisien absorbsi suara didefinisikan sebagai rasio antara energi yang diserap terhadap energi yang menimpa permukaannya. Apabila jendela seluas 1 m2 mentransmisikan suara 100% (semuanya) dan tanpa merefleksikan energi akustik yang melewatinya, maka absorbannya 100%. Satuan ini, 1 m2 dari seluruh permukaan disebut dengan sabin.
1. Materi porus.
Ciri utama bahan porus ialah kaya pori. Gelombang suara yang menyentuh permukaan porus menyebabkan udara di dalam pori bergetar, bergerak bebas dan menimbulkan gaya gesek (shear force). Sebagian energinya lalu diubah menjadi panas dan diserap dinding absorban. Porositas efektif absorban ialah rasio volume pori yang berhubungan dengan udara luar terhadap volume total. Ini menentukan jumlah energi suara yang mungkin masuk dan direduksi oleh absorban.
2. Panel akustik.
Penyerap panel atau selaput yang tidak dilubangi dan kedap udara dapat berfungsi sebagai absorban. Setiap bahan kedap yang dipasang pada lapisan padat dan terpisah oleh rongga udara akan berfungsi sebagai panel dan bergetar jika tertumbuk gelombang bunyi. Getaran lentur panel akan menyerap energi bunyi datang lantas mengubahnya menjadi panas.
Panel jenis ini adalah penyerap frekuensi rendah yang efisien. Kalau energi suara yang datang punya frekuensi yang sama dengan frekuensi resonansi panel, maka terjadi absorbsi maksimum. Prinsipnya, frekuensi resonansi sistem panel, bergantung pada kekakuan, ukuran, ketebalan, modulus elastisitas, dan dimensi rongga udara. Panel yang biasa digunakan untuk pengendalian bising adalah kayu, plastik, kaca, dan plat logam. Di antara panel dan dinding dapat juga dipasang materi porus untuk membantu meningkatkan penyerapan suara pada frekuensi rendah.
3. Resonator rongga (Helmholtz).
Tipe simpel absorban resonan adalah resonator Helmholtz yang terbuat dari bahan padat berongga dan dihubungkan oleh leher (neck) dengan udara luar. Energi suara yang menyentuhnya menyebabkan udara di dalam lehernya bergetar. Jika frekuensi energi suaranya sama maka terjadi absorbsi maksimum. Energi diserap oleh gesekan partikel udara dari dalam dan di sekitar leher. Absorbsinya dapat ditingkatkan dengan memasang bahan porus di dalam rongga. Resonator ini efektif untuk suara berfrekuensi rendah.
Maka, kalau PLTSa jadi dibangun, semua rumah di dekat lokasi PLTSa hendaklah dikompensasi lewat pemasangan absorban. Ini baru dari sudut kebisingan saja, banyak lagi poin-poin lainnya yang mesti diperhatikan. Sebagian poin itu sudah ditulis dalam artikel berjudul “Risiko PLTSa” yang bersama tulisan Prof. Otto Soemarwoto dijadikan lampiran di dalam dokumen Amdal PLTSa itu.
Kalimat akhir saya, “Stop PLTSa. Hentikan pabrik polutan. Jangan racuni kami.”
Berikut adalah kutipan terjemahan surat Ar Ruum (30) ayat 41. Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Jadi, polusi yang merusak habitat kita disebabkan oleh manusia, terutama oleh pembuat keputusan yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Hai amtenaar..., kembalilah ke jalan yang benar, sebelum terlambat! *
ReadMore »