Sejumlah PDAM telah memiliki sarana pengolahan air limbah dalam ujud berbagai jenis reaktor, baik yang diolah secara biofisika maupun biofisikokimia. Investasi yang ditanam pun tidak main-main, mencapai milyaran rupiah. Sayang sekali kalau IPAL sarat modal itu hanya menjadi hiasan dan sekadar “formalitas” tanpa operasi yang optimal.
Ada dua hal sebabnya. Yang pertama, kesalahan desain, terutama menyangkut kuantitas air limbah dan dugaan variasi kualitasnya. Kesalahan ini berpengaruh pada dimensi, waktu retensi, parameter kinetika yang berujung pada konsentrasi bioflok di dalamnya yang diistilahkan dengan MLVSS (mixed liquor volatile suspended solid). Yang kedua bersangkut paut dengan kemampuan pengelola dalam operasi-rawat instalasi. Di sini dibutuhkan tak hanya tenaga terlatih-terampil tapi juga terdidik. Juga perlu tenaga ahli di segmen sainstek bioreaktor untuk memberikan langkah per langkah upaya solusinya.
Sejauh ini belum ada orang yang berani mengklaim suatu jenis bioreaktor paling baik untuk berbagai air limbah. Yang ada hanyalah sejumlah riset bioreaktor untuk suatu jenis air limbah. Itu pun kebanyakan dilaksanakan dalam skala laboratorium. Maksimal berupa skala pilot yang sayangnya juga, skala pilot ini terlalu banyak diproteksi sehingga tidak mewakili air limbah sesungguhnya. Namun demikian, upaya riset tersebut tentu sangat dihargai dan menjadi masukan berharga bagi para desainer bioreaktor di kalangan praktisi dan industri. Ada riset sesederhana apapun tentu lebih baik daripada tak ada sama sekali. Keadaannya bisa menjadi alat asumsi, estimasi, dugaan dalam rancang-bangun instalasi.
Dari sekian banyak tipe bioreaktor tersebut, ada satu reaktor yang relatif bagus diterapkan untuk menangani air limbah. Rehan namanya, singkatan dari reaktor hibrid anaerob. Reaktor yang terdiri atas dua bagian ini biasanya berupa aliran ke atas atau upflow. Segmen bawah berupa reaktor suspensi, istilah untuk reaktor yang biomassanya dinamis bergerak dan berujud biofok. Segmen atasnya berupa reaktor lekat, istilah yang digunakan untuk reaktor yang biomassanya melekat di permukaan media. Baik reaktor suspensi (suspended reactor) maupun reaktor lekat (attached reactor) sama-sama punya kekhasan dalam pengolahan. Masing-masing punya keunggulan daripada yang lain selain juga punya kekurangan.
Variabel Lingkungan
Dalam operasi-rawatnya, yang perlu diperhatikan adalah variabel lingkungan. Rehan dihuni oleh berbagai genus bakteri. Seperti bioreaktor lainnya, Rehan juga peka terhadap perubahan temperatur dan pH. Temperatur yang nyaman bagi biomassanya adalah mesofilik (20 - 45 oC) walaupun laju reaksinya lebih cepat pada kondisi termofilik (45 - 75 oC). Variabel lingkungan selanjutnya adalah pH. Pada proses anaerob, derajat keasamannya yang bagus berkisar antara 6,5 - 7,5.
Faktor lingkungan yang lain adalah ketersediaan nutrien (unsur N dan P) dan kehadiran zat toksik (racun). Ini dipengaruhi oleh jenis air limbah, apakah air limbah industri makanan-minuman (makmin), air limbah nonmakmin, atau air limbah domestik. Semua itu ikut menentukan kinerja reaktor. Dalam kondisi ketika reaktor mulai buruk kinerjanya, bisa ditambahkan mineral runut (trace mineral) Fe, Co, Mn dan Mo yang menurut Speece, seorang pakar bioreaktor anaerob, diistilahkan dengan cocktail injection (mineral salwa) dan terbukti ampuh memulihkan kondisi reaktor dengan relatif cepat.
Yang juga penting dipantau adalah variasi debitnya. Air yang terlalu berfluktuasi debitnya dapat menurunkan kinerja reaktor. Upayakan variasinya tidak terlalu besar. Variasi beban BOD juga jangan terlalu besar, jangan melampaui 50% dari beban BOD per hari. Ada satu cara yang bisa dan biasa ditempuh, yaitu menyediakan tangki ekualisasi agar tak terjadi gegar beban (shock loading) hidrolis dan organis. Namun tetap saja perlu pengaturan di unit ini, misalnya konfigurasi dan intensitas pengadukan (mixing), agar berfungsi dengan baik sehingga tak mengurangi kinerja bioreaktornya.
Kinerja Rehan
Sejauh ini sejumlah riset melaporkan keunggulan Rehan. Reynold dan Colleran berhasil mengolah air limbah ber-COD 10.000 mg/l. Begitu pun Guiot, Kennedy dan van der Berg yang berhasil mengolah air limbah pabrik gula dengan Kecepatan Pembebanan Organik (KPO) antara 5.000 ? 51.000 mg/l per hari. Pada KPO 26.000 mg/l per hari efisiensinya mencapai 93%. Ozturk mencapai efisiensi 87% ketika membebani Rehan dengan KPO 8.500 mg/l per hari untuk air limbah susu.
Selanjutnya Garavini yang meneliti Rehan skala penuh di Bologna Italia mengolah limbah distillery slops dengan volume 2.450 m3 pada kondisi termofilik (58-60 oC). dengan KPO 2.000 ? 12.000 mg/l per hari. Kesuksesan Rehan juga ditulis oleh Speece yang mengutip observasi Patrick pada Rehan bervolume 3.400 m3 dengan 1/3 bagian tersuspensi dan 2/3 bagian bermedia plastik (125 m2/m3). Reaktornya sukses mengolah air limbah aspartam ber-COD 18.000 mg/l dengan efisiensi 80% tanpa indikasi penyumbatan atau plugging, clogging dan short circuiting.
Adapun Gede H. Cahyana memperoleh efisiensi tertinggi Rehan tanpa resirkulasi sebesar 79,34%, tercapai pada COD 10.650 mg/l atau KPO 8.520 mg/l per hari. Pada beban 25.200 mg/l atau KPO 20.160 mg/l per hari Rehan tetap mampu mencapai efisiensi 78,09% yang relatif tidak berbeda dengan efisiensi pada beban 10.650 mg/l. Secara rerata, dalam kondisi terburuk, efisiensinya paling tidak berkisar di angka 70-75 %.
Dapat dirangkumkan, Rehan menawarkan penggabungan keunggulan UASB (upflow anaerobic sludge blanket) dan AF (anaerobic filter) dan berhasil mengolah limbah yang soluble maupun sebagian insoluble daripada reaktor jenis lain. Sejumlah kelebihannya adalah KPO yang lebih besar daripada yang mampu diterima reaktor lain.*
Naskah lengkap Pemodelan Reaktor Hibrid Anaerob Pengolah Molasse Pada Kecepatan Pembebanan Organik Tinggi (High Organic Loading Rate)
*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar