• L3
  • Email :
  • Search :

6 Juli 2011

Studi Sensus Domestik dan Reduksi Air Tanpa Rekening

Studi Sensus Domestik dan Reduksi Air Tanpa Rekening (Sebagai masukan untuk PDAM yang membutuhkan) 

Kehilangan air selalu terjadi di setiap jaringan pipa, tak hanya di PDAM tetapi juga di semua perusahaan air minum di seluruh dunia. Hanya tingkat atau persentasenya yang berbeda-beda. Namun demikian, istilah kehilangan air atau Unaccounted for Water, UfW ini sudah dihapus oleh IWA Task Force karena variasi interpretasinya terlalu luas sehingga tidak bisa dibuat perbandingan antarnegara atau tidak berlaku secara global, mendunia (Sumber: Water21, Allan Lambert, IWA Water Loss Task Force, 1996- 2001). 

Istilahnya telah diganti dengan sebutan Air Tanpa Rekening atau Air Tak Berekening (ATR) atau Non-Revenue Water (NRW). Ada banyak sebab kehilangan air (Water Losses menurut terminologi IWA Best Practice). Misalnya, karena kebocoran fisik (Real Losses) seperti pipa pecah, retak, sambungan tak ketat, juga karena kebocoran nonfisik (Apparent Losses) seperti pencurian air, kerusakan meter air, kesalahan (baca) data, dll. Selain itu, meskipun kecil persentasenya, ada juga akibat air tak berekening lantaran dipakai oleh pemadam kebakaran atau diberikan cuma-cuma (gratis) lewat kran umum. 

Kasus seperti ini dimasukkan ke dalam kelompok konsumsi resmi tak berekening (Unbilled Authorized Consumption). Jumlah Water Losses dan Unbilled Authorized Consumption disebut Non-Revenue Water (Air Tanpa Rekening, ATR). Tampaklah, konsep ini lebih luas cakupan maknanya ketimbang UfW di atas dan komparabel dengan negara lainnya. Kehilangan air dengan segala modusnya itu terjadi juga di PDAM Kota Bandung. Sekira 52% air produksinya masuk kategori ATR. Namun demikian, menurut hasil survei internal PDAM seperti tertuang dalam ToR-nya, kebocoran itu berada pada rentang 60-70% di Kel. Isola dan Ledeng, dua daerah yang dijadikan sampel dalam studi ini. 

Artinya, tingkat ATR di dua daerah tersebut lebih tinggi daripada angka reratanya. Andaikata bisa direduksi menjadi sama dengan reratanya sudah merupakan hal positif, apalagi lebih rendah daripada itu. Sebagai perbandingan, pada tahun 1989 tingkat ATR di Singapura 10,6%, menjadi 6% pada 1994 dan hanya 5% pada tahun 2000. Semua air produksi dan konsumsinya terukur akurat dan meter air produksinya ditera setiap tahun. Meter pelanggannya diganti setiap 7 tahun, meter industrinya setiap 4 tahun. (Sumber: Asian Water Supplies, Chapter 9: Non-Revenue Water). 

Di pihak Universitas Kebangsaan, keikutsertaan tim dalam tender Sensus Domestik dan Reduksi ATR ini dilatari oleh keinginan untuk memperoleh wawasan baru agar dapat merujukkan aspek teoretis dan praktis. Juga untuk menjalin kerja sama yang lebih luas pada masa mendatang agar peran kampus dapat dirasakan oleh PDAM dan masyarakat, khususnya pelanggan PDAM. Lewat peluang ini, UK membuka diri untuk bekerja sama dengan PDAM dan ESP dalam program penyuluhan masyarakat, misalnya pemberdayaan pelanggan, sosialisasi tarif baru atau perluasan sanitasi masyarakat perdesaan dan slum area di perkotaan, termasuk training pengolahan dan O-M instalasi paket, teknologi sederhana tepat guna dan seminar-seminar air.  

Tujuan 

Reduksi ATR adalah tujuan utama studi ini. Untuk memperolehnya digunakanlah pendekatan langsung, yaitu serveyor berkunjung ke setiap pelanggan dan penduduk di daerah studi. Fokus kunjungan ini ialah mencatat sejumlah poin yang sudah disiapkan dalam kuesioner, seperti mendeteksi dan supervisi perbaikan kebocoran pipa dan fitting, dan menduga lokasi terjadinya kehilangan air nonfisik (pencurian air, illegal connetion). Termasuk data potensi perluasan pelanggan yang mungkin berminat menjadi customer PDAM suatu saat kelak. 

Tujuan berikutnya, memperbaiki database pelanggan di daerah studi agar dapat digunakan oleh PDAM untuk meningkatkan kualitas layanannya, juga untuk meraih peluang perluasan (penambahan) jumlah pelanggan potensial. Sisi ini tentu berkaitan dengan raihan data dan gambaran akurat tentang kondisi sosial ekonomi warga di sana. Juga untuk menghitung persentase ATR dan mereduksinya sampai sekecil-kecilnya sehingga “air yang terselamatkan” dapat dijual kepada (calon) pelanggan baru. Penambahan pelanggan potensial ini akan dapat mereduksi ATR. Sebab, ada “aturan tak tertulis”, bahwa daerah yang rendah layanan PDAM-nya justru tinggi ATR-nya. Paparan Kegiatan Merujuk pada tujuan di atas, disusunlah rencana kegiatan. 

Daerah studi dibagi menjadi dua zone, yaitu Isola dan Ledeng. Keduanya menerima air dari BPT3 yang terletak di Jl. Sersan Bajuri. Dari BPT3 ini dipasang dua ruas pipa: yang pertama sepanjang kurang lebih 800 meter, melayani 26 konsumen (sambungan rumah, SR) di Cihideung; ruas kedua berupa pipa transmisi, berada di Jl. Sersan Sodik, sepanjang kurang lebih 3 km, berakhir di BPT5. Di BPT5 ini belum ada flow meter. Dari BPT5 ini air dialirkan ke Kelurahan Isola dan Ledeng (termasuk perumahan Dream Hill). Batas Selatan daerah layanan berada di Jl. Geger Kalong Girang untuk zone Isola dan Jl. Kapten Abdul Hamid (Panorama) untuk zone Ledeng. 

Dua zone tersebut lantas dibagi menjadi tiga subzone, yaitu daerah Utara (disebut subzone 1), daerah tengah (subzone 2), dan daerah Selatan (subzone 3). Masing-masing melayani sekira 300 SR. Menurut ToR, jumlah total pelanggan di dua zone studi tersebut 1.000 SR. Tak dijelaskan ada tidaknya kran umum di sana. Debit air yang dialirkan pipa transmisi sekira 40 l/d, dengan ATR antara 60% dan 70%. Dari sisi tekanan, terdeteksi reratanya lebih besar daripada 1 atm dan pasokannya 24 jam. Berdasarkan kondisi eksisting daerah servis itu dan untuk memperoleh data yang valid, maka perlu dilakukan survei lapangan. Sebaran rumah dan jumlahnya yang mencapai 3.000 unit membutuhkan waktu untuk mengumpulkan datanya. 

Dengan kalkulasi sederhana, diperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk mengisi tiga lembar kuesioner yang tersedia sekira 30 menit. Ini demi ketelitian pencatatannya dan upaya antisipasi kalau sulit meminta izin kepada yang empunya rumah atau sedang tidak di tempat (terkunci). Kendala seperti ini juga ikut dipertimbangkan dalam survei. Dengan waktu kerja 8 jam sehari, dikurangi waktu untuk pindah lokasi/rumah, mencari rumah, dan jalan kaki, maka dalam sehari tersedia 7 jam sehingga jumlah responden yang bisa didata 14 unit. Kalau kegiatan ini dilaksanakan dalam waktu 30 hari kerja sesuai ToR, maka per surveyor akan dapat mengumpulkan 420 unit data responden. 

Jadi, untuk menangani 3.000 responden dibutuhkan 8 orang surveyor. Sambil survei, tenaga ini akan mengolah data lapangan sekaligus memverifikasinya agar tidak menyimpang dari data yang dikumpulkannya. Masukan data dan mengolahnya diperkirakan membutuhkan waktu 25 hari kerja yang dikerjakan bersamaan dengan hari survei (overlapping), seperti jadwal terlampir. Yang kedua ialah survey kebocoran dan sambungan liar (illegal connection). Ini terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pertama berupa deteksi kebocoran dan supervisi perbaikannya serta survei ke pelanggan untuk melihat kondisi meter air, mengecek keakuratannya, dan audit bacaan meter airnya. Setelah itu dibuatkan analisis hasil kegiatan seperti tingkat reduksi ATR, distribusi tekanan sisa, dan analisis biaya, termasuk saran dalam sistem distribusi untuk meratakan sisa tekanan dan perataan debit yang sampai ke pelanggan.  

Tahap kegiatan  

A. Sensus Domestik. 

Mengacu pada ToR yang diberikan, ada tiga tugas utama, yaitu: A1. Pelatihan Surveyor. Trainernya adalah PDAM, ESP dan provider. Provider memberikan sesi “prosedur sensus”. Adapun PDAM dan ESP memberikan materi sesuai dengan tugasnya masing-masing. A2. Pelaksanaan Sensus. Menyensus sekitar 3000 responden di daerah studi dan mengontrol kualitas dengan bekerja sama dengan PDAM dalam hal verifikasi data. A3. Input dan Verifikasi Data Masukan data dan verifikasinya ke komputer dan program database-nya diberikan oleh ESP. Terakhir adalah penyusunan laporan sensus.  

B. Kegiatan Reduksi ATR. 

Kegiatan ini diharapkan selesai dalam 3-4 bulan, dengan rincian sbb:  

B1. Persiapan, Koleksi, Analisis Data Sekunder Menyiapkan rencana detil pekerjaan. Mengumpulkan dan menganalisis data sekunder, menghitung tingkat ATR yang ada, baik skala PDAM maupun skala pilot studi.  

B2. Pembentukan Pilot Zone Membantu PDAM merencanakan sistem zoning, memeriksa kondisi katup dan meter induk air yang terpasang, mengawasi perbaikan dan pemasangan katup/meter air dan test isolasi zone.  

B3. Pengukuran dan Survei Lapangan Provider melaksanakan tugas sbb: • Pengukuran “minimum night flow”, “pola aliran”, dan “tekanan air” di lokasi zone selama 2 x 24 jam (2 kali pengukuran). • Mengukur konsumsi air konsumen, 2 x 24 jam (2 kali pengukuran). • Mengukur tekanan air di 8 titik di pilot zone selama 2 x 24 jam (2 kali pengukuran). • Memimpin dan memberikan dukungan pada pencarian kebocoran. • Memimpin pelaksanaan step test. • Mensupervisi perbaikan kebocoran. • Menginspeksi ke sekitar 350 pelanggan PDAM untuk memeriksa kemungkinan kebocoran pada pipa dinas dan untuk mengukur akurasi meter air dan mendeteksi sambungan ilegal. • Mengaudit 40% meter air. • Jika diperlukan, lakukan pengukuran minimum night flow tambahan 1 x 24 jam (maksimum 2 kali).  

B4. Analisis dan Laporan • Menganalisis Water Balance nol (sebelum pelaksanaan program) dan Water Balance satu (setelah pelaksanaan program). • Menganalisis hasil program ATR, termasuk tingkat ATR-nya, tekanan air dan cost benefit analysis. • Menyiapkan laporan akhir. B5. SOP dan On the Job Training • Menyiapkan SOP pelaksanaan ATR • Melaksanakan On the Job Training. Berkaitan dengan pelaksanaan survei tersebut, provider harus menyediakan spesialis ATR dan PDAM menyediakan peralatan dan material lainnya. Yang berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM) dapat dilihat pada subbab Personalia di bawah.  

Strategi Implementasi 

Strategi implementasi merupakan uraian tata-cara survei yang tetap mengacu pada Jadwal Kegiatan terlampir. Secara garis besar, berikut ini diberikan poin-poinnya sebagai kerangka (frame) dalam melaksanakan tugas demi kelancaran survei. Telah disebut di atas, dibutuhkan 8 surveyor untuk menyensus properti dan penghuni daerah studi selama 30 hari kerja. Sambil menyensus, mereka membuat input data dan mengolahnya dalam bentuk tabel dan grafik. (Apabila diinginkan waktu kerja yang lebih cepat atau singkat, maka jumlah surveyor bisa diperbanyak). Pengarahan sensus atau prosedur kerjanya diberikan oleh provider. Setiap hari, surveyor mendata properti di daerah studi dengan target minimal yang ditetapkan sebelumnya, yaitu 14 rumah (kalkulasinya sudah ditulis di atas). 

Sesuai dengan ToR, khususnya Appendix 2, maka perlu pengurusan surat menyurat kepada pemerintah kota, kecamatan, kelurahan, RW dan RT. Perlu diperoleh peta daerah studi dan/atau data lokasi rumah yang akan disurvei. Data ini harus jelas agar menghemat waktu ketika pelaksanaan survei. Alamat rumah dan posisi pelanggan dapat dibantu oleh PDAM yang sudah memiliki basis data. Dari paket alamat ini, dikelompokkanlah daerah survei untuk setiap surveyor. Misalkan ada 8 RW (dengan asumsi jumlah propertinya merata), maka setiap surveyor akan bertanggung jawab pada satu RW saja. Pembagian daerah survei juga bisa dilakukan dengan acuan pada jumlah propertinya sehingga bisa terjadi lintas RW. 

Tetapi tetap diupayakan agar jarak rumah/properti itu saling berdekatan untuk satu surveyor. Agar terlaksana sesuai dengan program, setiap surveyor akan diminta membuat target responden yang lebih besar daripada 14 unit. Misalnya, 15 atau 16 unit. Ini dilakukan untuk antisipasi rumah yang tak ada penghuninya (sedang pergi, terkunci, sedang bekerja, dll). Kalau terjadi “gagal-temu”, yaitu pemilik rumah tak ada atau terkunci terus, maka surveyor hendaklah mencari informasi (misal ke tetangganya) untuk mengira-ngira kapan sang pemiliknya datang lagi. Kasus seperti ini hendaklah ditulis dalam buku khusus agar tidak terlupakan (jika tak dicatat, bisa saja terlupakan kalau dalam satu bulan pemilik rumah tidak ada terus, sementara surveyor sudah mendata rumah lainnya yang jauh letaknya dari rumah kosong itu). 

Koordinasi surveyor dilakukan setiap hari di “kantor” yang akan ditetapkan. Tempat ini dijadikan pusat pertemuan, briefing harian, dan pusat pengolahan data. Setiap kelurahan dikoordinir oleh seorang penanggung jawab. Selain survei, penanggung jawab kelurahan juga bertugas menerima dan mengecek berkas survei dari setiap surveyor di dalam kelompoknya. Apabila lengkap, tak ada rumah yang terlewatkan, barulah diberikan kepada bagian administrasi untuk ditik dan dibuatkan laporannya. Setiap tiga hari sekali diadakan rapat gabungan di “kantor” untuk mendata kesulitan dan masalah selama survei yang ditemukan oleh setiap surveyor. 

Semua kejanggalan dan kesulitan survei dipaparkan di depan team leader dan dicarikan solusinya. Berkaitan dengan upaya pembuatan sistem zoning, perlu dipelajari dulu topografi dan kondisi debit dan sisa tekanannya. Ini pun baru dapat dilaksanakan kalau sistem pemipaannya sudah berupa loop dengan sesedikit mungkin dead end. Dengan kata lain, pembuatan zoning system mengacu pada kondisi lapangan dan rencana PDAM untuk meluaskan atau mengembangkan daerah distribusi di pilot area tersebut. Sesi pengukuran “minimum night flow”, menurut ToR, dilakukan dua kali. Sesuai dengan istilahnya, kegiatan ini dilaksanakan pada malam hari dan diharapkan bisa diperoleh data debit minimumnya. 

Variasi dan fluktuasinya dapat dibandingkan dengan kondisi siang hari atau pada jam-jam puncak dan digunakan sebagai penduga terjadinya konsumsi ilegal. Jika dianggap perlu, pengukuran bisa ditambah satu kali lagi dengan prosedur yang sama (menurut ToR, maksimum dua kali). Pengukuran juga dilaksanakan untuk mengetahui pemakaian air oleh konsumen. Ini pun dilaksanakan dua kali. Surveyor mengukur pemakaian air pelanggan dengan mencatat meter airnya pada rentang waktu yang sama. Informasi ini akan memberikan dugaan pemakaian air konsumen secara rerata per hari yang juga dapat memberikan gambaran konsumsinya per bulan, baik individual maupun perkiraan komunal (Isola dan Ledeng). 

Perlu disepakati dengan PDAM rentang waktu yang tepat dan mewakili kondisi fluktuasi air di daerah studi. Menurut ToR, diperlukan 40 orang surveyor untuk kegiatan ini. Berikutnya adalah mengukur tekanan air. Dilakukan di 8 titik selama 2 x 24 jam (2 kali pengukuran). Peralatan disediakan oleh PDAM yang memang sudah rutin mengukur tekanan sisa (residual head) di sistem distribusinya. Begitu pun alat untuk mengetahui posisi kebocoran, dipinjam dari PDAM (listening stick). Kalau tidak ada, maka poin sewa alat ini hendaklah dimasukkan ke dalam proposal biaya. Aktivitas step test dan deteksi serta reparasi kebocoran dipimpin dan diawasi oleh provider. 

Kegiatan yang perlu lebih diperhatikan adalah inspeksi ke 350 pelanggan PDAM. Lokasi rumah yang dipilih bisa ditetapkan bersama dengan PDAM. Maksud kegiatan ini adalah memeriksa secara seksama kemungkinan kebocoran pipa dinas, mengukur akurasi meter airnya dan kemungkinan adanya konsumsi ilegal. Juga kegiatan audit 40% meter air di daerah studi. Kegiatan lainnya ialah analisis Water Balance zero atau Neraca Air nol. Ini dibuat pada tahap awal, sebelum survei dilaksanakan. Analisis serupa dilakukan untuk Neraca Air satu (Water Balance one). 

Neraca Air nol (NA0) dibandingkan dengan NA satu NA1). Hasilnya adalah selisih (delta) yang akan dianalisis secara teknis dan biaya keuangan). SOP dan On the Job Training juga disiapkan oleh provider dan pelaksanaannya dibahas dengan PDAM. Pada dasarnya, semua kegiatan dapat dibahas bersama dengan PDAM agar diperoleh hasil survei dengan validitas data yang tinggi. Malah PDAM sebagai pihak yang “menguasai” lapangan hendaklah memberikan data dan masukan yang berguna agar studi yang dilaksanakan oleh provider menjadi efisien dan efektif, mengenai sasaran yang diharapkan.

ReadMore »