• L3
  • Email :
  • Search :

24 Februari 2019

Jenderal Purn. Wesley K. Clark

Jenderal Purn. Wesley K. Clark
Oleh Gede H. Cahyana

Jenderal tentara Amerika Serikat ini bertubuh tinggi. Relatif kurus. Mengingatkanku pada Kolonel Trautman yang menjadi atasan Rambo di dalam film First Blood (tentu tidak persis, agak mirip dengan fotonya ketika masih aktif di militer, he he). Dalam paparannya, secara khusus beliau menulis dan membahas negara China sebagai ancaman Amerika Serikat, selain terorisme, financial system, global warming. Teknologi informasi yang demikian maju dan menjadi ajang dan alat untuk spionase, baik di bidang perdagangan maupun militer dan pertahanan – keamanan. China luar biasa. Derap langkahnya sejak membuka “tirai bambu” mampu menyusul dan bahkan malampaui negara-negara G7. Setidaknya menyamai.


Ideologi komunis yang diselimuti dengan perdagangan membahayakan ideologi kapitalis anutan Amerika dan kawan-kawan di G7. Tentu bahaya juga bagi negara Indonesia yang berasaskan sila pertama Pancasila. Maka, dalam kondisi Non-Block ini, Indonesia menjadi lemah karena gamang dalam membuat keputusan. Tapi positifnya, bisa kanan, juga bisa kiri asalkan cerdas memainkan bidak dalam percaturan politik regional Asia Tenggara, Asia, dan internasional. Sebab, kesalahan atau keliru, seperti empat tahun terakhir ini, tentu berimbas pada kondisi politik, sosial, dan ekonomi dalam negeri. Tenaga kerja China menjadi isu utama di Indonesia. Imbas sosialnya berbahaya karena bisa berkembang menjadi “tidak-percaya pada pemerintah.


Hampir satu jam Jenderal Purn. Wesley K. Clark menyampaian materinya. Sebagai mantan komandan NATO di Kosovo, Mr. Clark menguasai geopolitik kawasan Asia Pasifik dan Eropa. Ia jenderal lapangan, bukan di belakang meja. Dalam acara ini, audiens yang hadir mayoritas adalah mahasiswa, karyawan, dan dosen Universitas Kebangsaan RI. Di balkon Amphitheater Hambalang itu duduk anggota paduan suara dan kalangan Gerindra. Di sayap kanan bagian depan adalah purnawirawan TNI, teman-teman Pak Prabowo Subianto. Saya lihat ada Pak Suryo Prabowo, Pak Tedjo yang mantan menteri kabinet Pak SBY. Di bagian tengah, baris depan duduk Pak Prabowo Subianto, Bu Rachmawati Soekarnoputri, ada Pak Rizal Ramli, Fadli Zon, Sudirman Said, Said Didu, Bambang Widjojanto, Ichsanudin Noorsy, dll tokoh nasional. Sedangkan kami duduk di sayap kiri, mulai baris depan hingga ke belakang, penuh dengan civitas academica Universitas Kebangsaan RI.

Setelah shalat Jum’at, acara dilanjut dengan jamuan makan bersama di “wantilan”. Ini bahasa Bali untuk tempat yang bentuknya indah ini.Ukiran kayu jati sebagai sokoguru dan ornamen di bagian plafon (atau atap) bercat keemasan. Ini mengingatkan saya pada bale-bale di Bali, terutama bale kalangan keraton raja-raja Bali. Acara ini diiringi lantunan musik dan lagu “on the spot”, mulai lagu tempo dulu dalam dan luar negeri hingga Poco-poco. Kaki pun ikut bergoyang, hentak-hentak lantai, dan telapak tangan refleks naik-turun.*

ReadMore »

12 Februari 2019

Almarhum Prof Dr Iftikar Z Sutalaksana

Almarhum Prof. Dr. Iftikar Z. Sutalaksana
Oleh Gede H. Cahyana

Hari Selasa, 12 Februari 2019, ITB kehilangan lagi seorang gurubesar. Beliau dosen di Teknik Industri.  Prof. Dr. Iftikar Z. Sutalaksana. Akhir paruh kedua 1980-an saya mengambil mata kuliah Psikologi Industri sehingga kenal dengan mahasiswa jurusan TI. Mereka bilang, “duh… bapak itu ngganteeng sekali!” Mahasiswa laki dan perempuan sepakat, pada waktu itu, bilang begitu. 


Saya pun jadi ingat, satu kota, namanya Roseto. Beliau bercerita tentang cardiac disease. Penyakit ini tumbuh secara geometri di komunitas orang Italia di Pennsylvania, Amerika Serikat. Ini terjadi karena life behavior, habit dan kebiasaan baru berupa hidup soliter dan individualis. Beliau kupas sepenggal ayat:  “Wahai nafsu (jiwa) yang tenang, Al-Fajr: 27. Paparan elaborasi terhadap loncatan teknologi dan kegamangan jiwa manusia pada era nanoteknologi ini, menjadikan manusia seolah-olah tak beda dengan primata, menjadi asfala saafiliin: jauh lebih hina ketimbang hewan (At Tiin: 5). Begitu ujarnya.

Pak Iftikar juga cinta batik. Hampir sepuluh tahun lalu, koran Pikiran Rakyat menulis tentang batik. Bagian prolognya bercerita tentang batik yang dikenakan oleh Pak Iftikar ketika mempertahankan disertasinya di Eropa. Tidak seperti lazimnya semua mahasiswa di Eropa yang berjas, baik bule maupun nonbule, Pak Iftikar justru minta izin untuk mengenakan batik ketika ujian disertasinya. Promotornya mengizinkan, lantas..., dekannya pun akhirnya mengiyakan. Jadilah beliau sebagai orang pertama di Eropa, mungkin juga di dunia, yang berbatik ketika sidang doktoral. Bahkan, batik bersejarah itu, masih disimpannya hingga kini.

Semoga almarhum diampuni semua dosa dan kesalahannya dan mendapatkan tempat yang mulia di sisi-Nya. ***
ReadMore »

10 Februari 2019

Prof. T. M. Soelaiman, Bapak Perintis Energi Baru Terbarukan Indonesia

Prof. T. M. Soelaiman, Bapak Perintis Energi Baru-Terbarukan Indonesia
Oleh Gede H. Cahyana

Matahari adalah sumber energi. Energi surya ini gratis di seantero Bumi. Surya dan Pak TM, begitu beliau dipanggil, bagai dua-satu. Dua materi yang berbeda tetapi satu: manfaat. Manfaat yang hendak diambil adalah perbedaan panas antara air di permukaan laut dan di bawah laut. Konversi Energi Panas Laut (KEPL) atau Ocean Thermal Energy Conversion, OTEC). Rencana implementasi OTEC ini sudah demikian matang. Negara yang disertakan adalah Belanda. Amerika Serikat, dan Jepang. Lokasinya pun sudah dipilih, yaitu Bondalem, kurang-lebih 30 km di timur Singaraja, Bali.  


Tapi sayang, waktu itu Bappenas menolak pembiayaan karena dianggap memerlukan investasi dari luar negeri. Padahal waktu itu sudah ada PT Bakrie Brothers untuk penyedia pipa, PT Barata sebagai produsen generator dan turbin juga bisa dibuat di dalam negeri. Bahkan waktu itu, Jepang sempat ingin minta data rencana projek OTEC tersebut tetapi di larang oleh Pak B. J. Habibie selaku ketua BPPT. Mantan presiden pasca-Orba ini menegaskan harus ada kontrak resmi yang ditandatangani. Jepang menolak. Jepang hanya ingin teknologinya tetapi tidak mau membiayai. Cilik… eh licik!

Di ITB ada Laboratorium Konversi Energi Elektrik. Tahun 1985, saya sering kuliah di Gedung Kuliah Umum, GKU (Barat, Catatan: waktu itu belum ada gedung kuliah GKU timur). Setiap ke gedung megah di tepi Jln. Tamansari itu, selalu melewati laboratorium tersebut. Ide pengembangan energi di ITB, beberapa materi lainnya, menghadapi halangan. Tapi beliau jalan terus. Jalan ke kampus lain. Jasa lain Pak TM adalah pengembangan jurusan (prodi) bidang energi di berbagai universitas seperti Trisakti dan Sriwijaya. Juga mengajarkannya kepada mahasiswa di Universitas Hasanuddin, Diponegoro, Gadjah Mada, Sebelas Maret Solo, Muhammadiyah Malang, dst.

Pak TM membayangkan bahwa suatu saat kelak, dunia akan memasuki abad hidrogen. Memang sudah. Hidrogen dan oksigen yang bereaksi dan melepaskan energi digunakan sebagai propelling pesawat luar angkasa dan astronotnya meneguk air jernih hangat di kabin-kabin mereka. Berbagai kendaraan percontohan sudah mulai berbahan hidrogen. Kanada, Amerika Serikat, Jerman, dst sudah berkutat dalam pemanfaatan unsur bernomor atom satu ini. Di setiap seminar, Pak TM selalu mengingatkan bahwa hidrogen akan menjadi pengganti minyak. Beliau pun sedih, Indonesia sudah menjadi pengimpor BBM.

Pada waktu kuliah, Pak TM adalah seorang penemu di Amerika Serikat. Ada dua temuannya yang mengubah ilmu dan teknologi. Temuan yang berkaitan dengan lokomotif itu begitu menggemparkan insinyur elektro dan mesin di sana. Orasi ilmiah Pak TM direspons positif oleh anggota American Institute of Electrical and Electronic Engineers Society. Meskipun se-Amerika, anggotanya berasal dari insinyur elektro di seluruh dunia. Beliau adalah orang Asia pertama yang presentasi dan mengumumkan temuannya kepada publik di Amerika Serikat. Ada dua temuan besar yang beliau serahkan kepada General Electric (GE).

Beliau lahir di Jakarta, 5 Mei 1926. Dalam usia empatpuluhan tahun, beliau menjadi satu di antara pendiri Masjid Salman ITB. Bersama almarhum Prof. Achmad Sadali, Pak TM menjadi motor pendirian masjid Salman. Berat perjuangan pendirian masjid ini karena ditolak oleh rektor dan senat ITB. Akhirnya Pak TM ada ide mengajak Pak Achmad Sadali menemui Bung Karno. Bung Karno setuju dan bertanya kepada Menteri Agama, “siapa nama teknokrat pertama dalam Islam”. Dijawab oleh Pak Menteri, “Salman Alfarisi.” Jadilah namanya masjid Salman. Pak TM juga menjadi satu di antara yang menerjemahkan Al Qur’an ke dalam bahasa Sunda. Banyak kegiatannya di dunia pendidikan dan pendidikan Islam. Jiwa pendidiknya ini muncul sejak usia sepuluh tahun. Di usia itu, Pak TM sudah mengajar. Selain ilmu alam, juga mengajari temannya bahasa Arab gundul atas permintaan ayahnya, seorang tokoh NU.

Di ITB, sebetulnya beliau bisa menjadi rektor, tetapi “sesuatu” terjadi. Akhirnya yang terpilih adalah Prof. Dody Tisnaamidjaja. Beliau sudah pernah menjadi rektor Universitas Kiansantang yang beliau ubah menjadi Universitas Islam Bandung (sebagai rektor pertama Unisba). Juga pernah menjadi rektor pertama Institut Teknologi Adityawarman (ITA) di bawah pengelolaan Yayasan Bumi Pradesa yang sekarang menjadi Universitas Kebangsaan, dibawah Yayasan Pendidikan Kebangsaan sejak 1990-91. Ketua pertama YPK adalah Prof. Sumitro Djojohadikusumo. Setelah beliau meninggal, diteruskan oleh anaknya, Letnan Jenderal TNI (Purn). Prabowo Subianto.

Hari Ahad, 10 Februari 2019, siang hari, beliau meninggal dalam usia 93 tahun. Semoga almarhum Bapak Prof. T. M. Soelaiman diampuni dosanya, dimaafkan kesalahannya oleh Allah Swt dan mendapatkan tempat yang mulia di sisi-Nya. *** 

ReadMore »