• L3
  • Email :
  • Search :

21 April 2015

20 Pertanyaan: Seberapa Kartinikah Anda?

20 Pertanyaan: Seberapa Kartinikah Anda?
Oleh Gede H. Cahyana


1. Di mana beliau lahir? Kec:….., Kab.:….., Provinsi:….?
2. Tahun berapa lahir?
3. Siapa nama ibunya? Nama ayahnya?
4. Siapa saja nama saudaranya?
5. Siapa saja nama sahabat pena beliau?
6. Tahun berapa beliau menikah?
7. Berapa usianya saat menikah?
8. Siapa nama suaminya?
9. Sebagai istri keberapa saat itu?
10. Siapa nama anaknya?
11. Tanggal berapa beliau meninggal?
12. Di mana dimakamkan?
13. Siapa penggubah lagu Kartini?
14. Bisakah Anda menyanyikan lagu tersebut?
15. Siapa pengumpul surat-suratnya menjadi buku?
16. Apa judul buku tersebut?
17. Tahun berapa buku itu terbit kali pertama?
18. Kapan beliau ditetapkan sebagai pahlawan nasional?
19. Kartini berkebaya setiap hari, berapa kali Anda berkebaya dalam setahun?
20. Inspirasi dari spirit busana Kartini, maka Anda lebih suka:
            a. berpakaian a la barat (lebih banyak terbuka, rok mini)
            b. a la Kartini tapi tidak berkain, rok hingga di bawah lutut
            c. celana jeans dan T-shirts
            d.jilbab dan celana jeans
            e. jilbab/hijab.


Seberapa Kartinikah Anda? 

ReadMore »

19 April 2015

Konferensi Asia Afrika: Jangan ke Bandoeng Tanpa Istri

Konferensi Asia Afrika: Jangan ke Bandoeng Tanpa Istri
Oleh Gede H. Cahyana

Geliat peringatan Konferensi Asia Afrika sudah terasa sepekan terakhir ini. Bandung pun sudah bersolek sejak setahun yang lalu, khususnya di bilangan Jln. Asia-Afrika dan Gedung Merdeka. Tak kurang dari 32 orang kepala negara akan hadir dalam gawe besar Kota Bandung ini dan menjadi salah satu tonggak sejarah penting pada masa Walikota Ridwan Kamil. Solekan ini diharapkan mampu mendatangkan wisatawan mancanegara (wisman)  setelah peringatan KAA usai. Sebab, kedatangan wisman di Bandung ini sedikit sekali dibandingkan dengan wisdom (wisatawan domestik). Padahal dulu, pada paruh pertama abad ke-20, Bandung justru menjadi incaran orang-orang Eropa, China dan Arab. Komunitas mereka tersebar di sejumlah area di Bandung dan diabadikan dengan nama-nama kelurahan atau jalan. 

Patok waktu tahun 2015, tahun 1985, tahun 1955, tahun 1945, tahun 1935, dan tahun 1915 memberikan informasi tentang berbagai macam kejadian budaya, sosial, politik, dan pendidikan di Bandung. Setelah dikenal dengan ungkapan Parijs van Java, kota pegunungan ini pun dikenal dengan sebutan Europe in de Tropen. Eropa di Tropis, katanya. Bandung pun pernah menjadi Lautan Api pada masa revolusi fisik dan kini sering juga menjadi lautan air. Ada ungkapan, Bandung sebagai Parit (selokan) van Java. Dulu Haryoto Kunto (alm), seorang Kuncen Bandung, menyebutnya sebagai Venezia van Java. Namun plus minus sebuah kota ini tentu hal yang biasa dan menandakan aktivitas yang terus membesar dan meluas di seantero tatar Priangan.

Alam menjadi daya magnetis kuat di Bandung. Ada Lembang dan Tangkubanparahu di Utara, ada Kawah Putih di Selatan, ada bukit-bukit kapur di Barat dan persawahan di Timur. Juga hamparan perkebunan kina sejak zaman Jung Hun, permadani kebun teh, dan bangunan-bangunan Art Deco di setiap pelosok kota. Selain daya magnetis alam juga lantaran gaya bahasa dan tata tutur orang Bandung buhun (baheula, dahulu) yang lembut. Tentu berbeda dengan sekarang, terutama di sebagian kalangan generasi muda yang lebih akrab berbahasa “kebun binatang”. Magnetis lainnya adalah paras ayu gadis Priangan. Orang Belanda yang menjadi pemilik dan pekerja administratuur di perkebunan, faktanya, banyak yang menurunkan zuriat blasteran yang ganteng dan cantik. Sebelum ini pun, gadis Priangan sudah dikenal paras ayunya dan kelembutan tutur katanya. Itu sebabnya, pada tahun 1937, Majalah Mooi Bandoeng memuat tulisan berjudul “Don’t Come to Bandoeng if You Left a Wife at Home”. Jangan ke Bandung tanpa istri, begitulah kurang-lebih maknanya. Godaan itu demikian kuat dan nyaris tiada pria yang bisa lepas dari senyum dan tatapan mata mojang Priangan pada masa itu, khususnya Noniek-Noniek Indo-Belanda itu. Sekarang, entahlah, saya tidak mau komentar.

Ungkapan tersebut lantas dipopulerkan oleh Bandoeng Vooruit sehingga orang Eropa menamai Bandung sebagai Europe in de Tropen. Eropa di Tropis. Udaranya dingin, tetapi menjadi hangat pada siang hari dan berlangsung selama setahun. Ini tentu berbeda dengan Eropa yang mengalami musim dingin dan musim gugur, selain musim panas dan musim semi. Di Bandung nyaman selama-lamanya, pada awal abad ke-20 dulu. Sekarang, awal abad ke-21 ini tentu berbeda. Tapi, saya tak hendak komentar. No comment.  Mari bicara kondisi Bandung pada masa lalu saja. Seorang warga London, Inggris menulis di majalah Mooi Bandoeng pada Oktober 1937 dengan judul: Our Impressions of Bandoeng. “Bandoeng is specially in favoured in having close at hand and easy of access, many beauty spots of natural marvels rarely to met with anywhere else on the world within so small area.”

Kini, ungkapan Jangan ke Bandung Tanpa Istri tentu tetap berlaku, tetapi dengan konotasi berbeda. Seperti kota-kota besar lainnya, prostitusi seolah-olah tidak bisa diberantas, bahkan ada kepala daerah, gubernur dan bupati atau walikota yang justru membuatkan lokalisasi, menyediakan kamar dan penginapan yang dilengkapi dengan fasilitas ekonomi perdagangan. Juga lantaran zaman kiwari ini pendatang dari berbagai daerah menyesaki Bandung dengan "godaan" masing-masing. Namun, mari lupakan sejenak “bisnis lembut” ini dan fokus pada pelaksanaan KAA dengan cara ikut merayakan secara baik, aman dan tertib. Tertib di jalan, tertib sebagai penonton, tertib berkomentar di media sosial, mengambil yang positif dan meredam yang negatif apabila dapat merusak kekhidmatan peringatan KAA. 

Kelancaran peringatan KAA adalah prestasi warga Bandung yang dikenal memiliki daya magnet dan magis pada masa kolonial dulu dan menjadi tujuan wisata dan domisili kalangan bule Eropa. De Bloem der Indische Bergsteden (Bunganya kota pegunungan di Hindia Belanda)”. (Lihat juga: Asal-Usul Bandung Disebut Kota Kembang). 

Selamat merayakan peringatan Konferensi Asia Afrika. *

ReadMore »

Kartini: Surat Terakhir untuk Njonja Abendanon

Kartini: Surat Terakhir untuk Njonja Abendanon
Oleh Gede H. Cahyana

Kartini mengirim surat kepada Njonja Abendanon sebelum melahirkan anak lelaki pada 13 September 1904. Empat hari kemudian, Kartini meninggal sehingga surat itu menjadi surat terakhir korespondensinya dengan nyonya Belanda ini.  Dipetik dari buku Habis Gelap Terbitlah Terang, tertera pada halaman 187, lembar terakhir buku terbitan Balai Pustaka, Djakarta 1951, surat ini ditafsirkan sebagai masa bahagia dalam penantian akan melahirkan.
------*-----


Terima kasih ibuku atas nasihat supaja aku meriang-riangkan hatiku. Aku mendjadi kuat, mendjadi segar, memikirkan djauh daripadaku, ada djiwa mengharap dan mendoa bagi keselamatan diriku, djiwa jang ada berdjiwa pada djiwaku.

Orang jang ada melihat aku pada beberapa hari ini, mengatakan aku luar biasa girangnja.

Betapakah saia tiada girang, mengetahui ada akan tiba bahagia jang demikian besarnja itu?

Apakah salahnja lama waktu merasa kesakitan, bila bahagia jang demikian senangnja itu ada djadi pahalanja? Saia telah rindu benar menanti bidji mataku itu. Sungguhlah senang benar hati, djika mengetahui, sekian banjaknja orang turut merasa seperti saia pada beberapa hari ini.

Tuhan tiada akan tuli, mendengar sekian banjaknja hati sama-sama mendoa. Ibuku, saia jakin sejakin-jakinnja, bahwa anak ibu ini tiada akan ada alangan suatu apa. Sudah tentu ibu akan mendapat kabar dengan segera, bila kedjadian besar itu telah tiba.

Selamat malam, Ibuku sajang, terimalah sekali lagi terima kasih kami berdua banjak-banjak. Sampaikanlah salam kami berdua, dan terimalah sendiri tjiuman anak kandung Ibu.
-----*-----

Selamat merayakan Hari Kartini, 21 April 2015.

ReadMore »

17 April 2015

Santai Tetapi Serius

Santai Tetapi Serius

1. Haiti, dii mana adanya? B. Haiti, sebagai Kapolri. Siapa wakilnya?

2. Berapakah pH dari 0,1 M NaOH?

3. Tulislah satu reaksi asam basa lalu lengkapi koefisein dan materinya.

4. Jumlahkanlah bilangan ini. Coba pikirkan caranya, tanpa harus menjumlahkan satu demi satu karena akan butuh banyak waktu. 1 + 2 + 3 + 4 + 5 + ... + 1998 + 1999 + 2000.

5. Dalam kelompok benda ini, manakah yang tidak sesuai?
            a. pensil           b. pena             c. crayon          d. batang         e. kuas

6. Bilangan berapakah selanjutnya?
            4, 14, 23, 31, 38, …


7. Huruf apa selanjutnya?
            A, E, F, H, I, …

8. Huruf manakah yang tidak sesuai di dalam deretan huruf ini?
            Z, Y, X, W, V, U

9. PRIA ke JEJAKA sama dengan WANITA ke …
            a. Lelaki          b. Gadis           c. Perempuan   d. Nona

10. Karanglah sebuah paragraf yang terdiri atas 4 kalimat. Temanya bebas, tak perlu diberi judul. Boleh berupa kalimat sederhana, boleh juga kalimat campuran, juga boleh kalimat kompleks. *



ReadMore »

Kado Istimewa Hari Air Dunia 2015

Kado Istimewa Hari Air Dunia 2015
Oleh Gede H. Cahyana

Kado istimewa dunia air minum Indonesia diberikan setelah sepuluh tahun pemberlakuan Undang-Undang No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air (SDA). Pada Februari 2015 lalu, sebulan sebelum peringatan Hari Air Dunia, Mahkamah Konstitusi membatalkan UU SDA dan memberlakukan kembali Undang-Undang No. 11/1974 tentang Pengairan. UU Pengairan ini tentu tidak memadai kalau dikaitkan dengan air minum. Oleh sebab itu, situasi – kondisi sekarang menjadi status quo bagi projek air minum di Indonesia, Padahal tahun 2015 ini adalah tahun terakhir program MDG’s sektor air minum dengan target minimal 68.87%. Bahkan diharapkan 70%. Capaian saat ini sekitar 64,3%. Data validnya tentu masih dapat didiskusikan, menurut standar dan parameter apa angka tersebut dihitung dan pengecekan faktanya di lapangan untuk menghindari laporan ABS.

Kado putusan Mahkamah Konstitusi serta-merta membatalkan juga peraturan turunannya, seperti Peraturan Pemerintah no 16/2005 tentang Pengembangan Sistem PAM. Artinya, projek Rencana Induk SPAM (RISPAM) yang sedang diproses dalam lelang, baik di pemerintah pusat maupun daerah di seluruh Indonesia menjadi batal demi hukum. Namun bisa diketahui bahwa rencana lelang projek yang dilandaskan pada UU SDA, PP SPAM itu ada yang tetap berlangsung tanpa dasar perundang-undangan. Sahkah secara hukum dan konstitusi? Lantas, kalau projek dihentikan, berarti target MDG’s tidak tercapai dan melawan arus Hari Air Dunia 2015 yang bertema pembangunan (sektor air minum) berkelanjutan.

Hari Air Dunia
Tema peringatan HAD 2015 adalah Water and Sustainable Development, Air dan Pembangunan Berkelanjutan. Kekosongan undang-undang tentang air minum menjadi kendala dalam akselerasi sustainable development. Akankah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) muncul dalam waktu dekat ini? Bagaimana dengan pasal-pasal yang dinyatakan sebagai proswasta dan proasing? Perppu ini pun boleh jadi memberikan peluang pada privatisasi kalau tidak hati-hati dalam penyusunannya.

Lewat tema World Water Day tahun 2015 ini Perserikatan Bangsa-Bangsa menegaskan kembali tentang kewajiban negara untuk terus peduli pada ketersediaan air bersih dan terus-menerus membangun fasilitasnya mulai dari sumber air, pengolahan, dan distribusinya. Hingga tahun 2019, nilai projek sektor air minum ini mencapai 254 triliun rupiah sedangkan APBN hanya mampu membiayai 28%. Sisanya tentu dari swasta. Di mana peran swasta setelah dasar hukumnya tidak berlaku lagi?

Patut diakui bahwa tidak semua fasilitas air minum yang ada sudah dinikmati masyarakat. Menurut Kementerian Pekerjaan Umum, hampir 40.000 liter/detik atau sekitar 24% air olahan belum bisa dinikmati oleh masyarakat dari 168.000 liter per detik yang tersedia saat ini. Asumsi kebutuhan air adalah 150 liter per orang per hari, maka kapasitas tersebut bisa untuk melayani 97 juta orang di Indonesia. Ssisanya 140 juta orang Indonesia memperoleh air dari mata air, sumur dangkal, air sungai, atau air hujan yang boleh jadi tidak memenuhi persyaratan kualitas air minum. Akankah pembangunan bisa berlanjut tanpa kesehatan masyarakat?

Layaklah tema Hari Air Dunia 2015 ini, Air dan Pembangunan Berkelanjutan direnungkan dan ditindaklanjuti segera agar projek air minum dan sanitasi dapat bergairah kembali dengan tetap taat pada pasal 33 UUD 1945. Selamat merayakan Hari Air Dunia 2015. *

ReadMore »

11 April 2015

Elpiji Mahal, Panenlah Metana di TPA Sampah

Elpiji Mahal, Panenlah Metana di TPA Sampah
Oleh Gede H. Cahyana

Harga Elpiji naik? Untuk masyarakat yang tinggal di sekitar TPA sampah, sebetulnya bisa hidup nyaman dalam hal energi listrik dan bahan bakar untuk dapur. Tentu saja ini harus difasilitasi oleh pemerintah karena investasinya miliaran rupiah. Kalau tercapai, maka ribuan warga dan kompleks perkantoran TPA bisa terang benderang dari energi sampah yang dikenal dengan sebutan biogas. Komposisi utama biogas adalah metana. 

Metana adalah gas yang terbentuk pada proses pembusukan secara anaerobik seperti terjadi di TPA sampah. Gas metana ini harus dikelola agar bisa dialirkan ke luar landfill sehingga dapat mencegah bahaya kebakaran (ledakan) dan/atau dipanen sebagai sumber energi. Yang bertugas di sini adalah kepala seksi monitoring lingkungan dan operatornya. Memang faktanya, mayoritas TPA hanya diurus oleh kepala TPA dan satu orang petugas saja dan sering tidak fokus mengelola TPA, hanya sekadar selingan. Open dumping adalah hasilnya. 

TPA selalu menghasilkan metana (CH4), karbon dioksida (CO2), dan gas lain yang relatif sedikit volumenya seperti hidrogen sulfida (H2S), ammonia (NH3). Metana bersifat tidak berbau dan mudah terbakar apabila konsentrasinya antara 5% s.d 15% by volume. Karena mudah terbakar, metana dapat digunakan sebagai sumber energi dengan syarat konsentrasinya lebih besar dari 45% v/v. Untuk gas-flaring, konsentrasi lebih besar dari 25% v/v dan dialirkan lewat cerobong. Oleh sebab itu, metana harus dikendalikan dengan memasang pipa ventilasi di titik-titik tertentu. 

Timbulan metana di TPA antara 0,12 - 0,45 m3/kg sampah tetapi yang dapat ditangkap hanya 25%. Timbulan metana dipengaruhi oleh karakteristik sampah dan kondisi landfill. Ada yang memberikan angka 0.0025 m3/kg sampah/tahun. Lantas, bagaimana cara memasang pipa gas untuk mengoleksi atau mengumpulkan metana di TPA? Berikut ini adalah contoh sketsa cara memasang pipa gas vertikal. Yang pertama, titik-titik pemasangan pipa vertikal ini harus merujuk ke gambar DED TPA. Kalau tidak ada gambar DED, pasanglah pipa gas dengan jarak 50 m – 70 m. Kedua, pasanglah pipa gas vertikal di titik pertemuan antara pipa lateral dan pipa induk, titik percabangan pipa lindi, dan di titik ujung pipa lindi. Gunakan pipa dengan diameter 100 – 150 mm pipa HDPE.


Sejumlah langkah yang bisa diterapkan untuk memanen metana sbb.
1. Pada awal penimbunan sampah, pasanglah sumuran terlebih dahulu. Pemasangan sumuran didahului dengan pemasangan casing. Sumuran terdiri atas pipa HDPE berlubang dengan kerikil di sekelilingnya.
2. Siapkan gergaji atau pemotong pipa, fitting dan lem pipa.
3. Sambungkan pipa berlubang ke pipa gas yang sudah dipasang sebelumnya.
4. Pipa gas dipasang secara progresif ke atas mengikuti ketinggian sampah.
5. Luruskan pipa berlubang di dalam casing.
6. Setelah ketinggian pertama dicapai, casing diangkat setinggi lapisan kedua kemudian pipa PVC dan kerikil berdiameter 5 – 10 cm di sekelilingnya ditinggikan sampai mencapai lapisan kedua.  Demikian seterusnya sampai ketinggian akhir.
7. Casing kerikil bisa juga dengan drum bekas perforated (diameter 80 cm) yang dipasang permanen sesuai dengan ketinggian timbunan. Sambungan drum berupa karet ban atau pelat logam agar kuat, tidak bergeser posisinya..
8. Ketinggian pipa pada lapisan terakhir adalah 1 m di atas tanah penutup. Penutupan pipa gas akhir dilakukan dengan cup rubber ring dari PVC dan ujung pipa ini siap dihubungkan ke jaringan pengumpul menuju instalasi pemompaan. 

Masalahnya, bagaimana agar metana tersebut bisa dicairkan lalu dimasukkan ke dalam tabung. Ini disebut Elbiji atau LBG (Liquid Bio Gas). *

ReadMore »

9 April 2015

Keluhan Pelanggan PDAM

Keluhan Pelanggan PDAM
Oleh Gede H. Cahyana


Anulir Undang-Undang Sumber Daya Air oleh Mahkamah Konstitusi tidak serta merta mengubah kondisi PDAM, apalagi pelanggan. Perlu waktu dan perlu perbaikan kualitas pengolahan dan distribusinya. Mengolah air sungai lebih mudah daripada air laut. Air sungai yang keruh bisa menjadi jernih dengan penerapan unit operasi dan proses yang konvensional. Unit tambahan bisa dijadikan pelengkap untuk meningkatkan kualitas air olahan sehingga bisa langsung diminum. Adsorbsi contohnya, unit ini mampu mengurangi bau dan rasa air sehingga diperoleh air yang jernih, tak berasa dan tak berbau. Unit disinfeksi, misalnya dengan ozon dapat membasmi bakteri di dalam air. Bisa juga menggunakan kaporit atau gas klor. Tentu zat kimia ini ada kekurangan dan kelebihannya.

PDAM sebetulnya sudah mampu mengolah air sungai yang sangat keruh menjadi air jernih dan bersih. Hanya saja, sistem distribusinya tidak terpelihara dengan baik sehingga bocor di sana-sini, Di titik-titik bocor inilah air kotor di dalam tanah bisa masuk ke dalam pipa, terutama pada saat pipanya kosong. Air kotor bercampur dengan air olahan PDAM. Ini diperparah lagi oleh pelanggan yang menyedot air PDAM dengan pompa. Bayangkan, semua pelanggan saling sedot dan saling “pakuat-kuat” menyedotnya sehingga justru air kotor yang masuk ke dalam pipa. Inilah sebabnya muncul protes pelanggan kepada PDAM.

Pernah ada jajak pendapat (polling) tentang kualitas air dan keluhan pelanggan PDAM. Keluhan terbanyak, airnya kotor dan keruh. Disusul oleh keluhan bau kaporit terlalu kuat, kemudian debitnya kecil, airnya tidak mengalir, rasanya asin (terutama yang di dekat pantai), ada yang bilang airnya beracun. Racun? Ini tentu berbahaya. Tetapi bisa terjadi karena pelanggan belum tahu istilah yang tepat, apakah racun atau “racun” (dalam tanda kutip).


Harapan kita, PDAM terus berkembang, makin banyak pelanggan yang memperoleh air layak diminum dengan tarif yang “tepat bagi PDAM dan pelanggan” didasarkan pada pasal 33 UUD 1945. Pembatalan UU SDA oleh MK, swasta tidak boleh lagi menguasai sumber air, membuka peluang bagi PDAM untuk lebih meluaskan pelanggannya. Tiada lagi PAM swasta, hanya PAM yang dimiliki oleh negara, dalam hal ini adalah pemerintah daerah. Memang, perlu waktu untuk mencapainya. *

ReadMore »