Kado Istimewa Hari Air Dunia 2015
Oleh
Gede H. Cahyana
Kado
istimewa dunia air minum Indonesia diberikan setelah sepuluh tahun pemberlakuan
Undang-Undang No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air (SDA). Pada Februari 2015
lalu, sebulan sebelum peringatan Hari Air Dunia, Mahkamah Konstitusi
membatalkan UU SDA dan memberlakukan kembali Undang-Undang No. 11/1974 tentang
Pengairan. UU Pengairan ini tentu tidak memadai kalau dikaitkan dengan air
minum. Oleh sebab itu, situasi – kondisi sekarang menjadi status quo bagi projek air minum di Indonesia, Padahal tahun 2015 ini
adalah tahun terakhir program MDG’s sektor air minum dengan target minimal 68.87%.
Bahkan diharapkan 70%. Capaian saat ini sekitar 64,3%. Data validnya tentu
masih dapat didiskusikan, menurut standar dan parameter apa angka tersebut
dihitung dan pengecekan faktanya di lapangan untuk menghindari laporan ABS.
Kado
putusan Mahkamah Konstitusi serta-merta membatalkan juga peraturan turunannya,
seperti Peraturan Pemerintah no 16/2005 tentang Pengembangan Sistem PAM. Artinya,
projek Rencana Induk SPAM (RISPAM) yang sedang diproses dalam lelang, baik di
pemerintah pusat maupun daerah di seluruh Indonesia menjadi batal demi hukum.
Namun bisa diketahui bahwa rencana lelang projek yang dilandaskan pada UU SDA,
PP SPAM itu ada yang tetap berlangsung tanpa dasar perundang-undangan. Sahkah
secara hukum dan konstitusi? Lantas, kalau projek dihentikan, berarti target
MDG’s tidak tercapai dan melawan arus Hari Air Dunia 2015 yang bertema
pembangunan (sektor air minum) berkelanjutan.
Hari Air Dunia
Tema
peringatan HAD 2015 adalah Water and
Sustainable Development, Air dan Pembangunan Berkelanjutan. Kekosongan
undang-undang tentang air minum menjadi kendala dalam akselerasi sustainable development. Akankah
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) muncul dalam waktu dekat
ini? Bagaimana dengan pasal-pasal yang dinyatakan sebagai proswasta dan
proasing? Perppu ini pun boleh jadi memberikan peluang pada privatisasi kalau
tidak hati-hati dalam penyusunannya.
Lewat
tema World Water Day tahun 2015 ini
Perserikatan Bangsa-Bangsa menegaskan kembali tentang kewajiban negara untuk
terus peduli pada ketersediaan air bersih dan terus-menerus membangun
fasilitasnya mulai dari sumber air, pengolahan, dan distribusinya. Hingga tahun
2019, nilai projek sektor air minum ini mencapai 254 triliun rupiah sedangkan
APBN hanya mampu membiayai 28%. Sisanya tentu dari swasta. Di mana peran swasta
setelah dasar hukumnya tidak berlaku lagi?
Patut
diakui bahwa tidak semua fasilitas air minum yang ada sudah dinikmati
masyarakat. Menurut Kementerian Pekerjaan Umum, hampir 40.000 liter/detik atau
sekitar 24% air olahan belum bisa dinikmati oleh masyarakat dari 168.000 liter
per detik yang tersedia saat ini. Asumsi kebutuhan air adalah 150 liter per
orang per hari, maka kapasitas tersebut bisa untuk melayani 97 juta orang di
Indonesia. Ssisanya 140 juta orang Indonesia memperoleh air dari mata air,
sumur dangkal, air sungai, atau air hujan yang boleh jadi tidak memenuhi
persyaratan kualitas air minum. Akankah pembangunan bisa berlanjut tanpa
kesehatan masyarakat?
Layaklah
tema Hari Air Dunia 2015 ini, Air dan Pembangunan Berkelanjutan direnungkan dan
ditindaklanjuti segera agar projek air minum dan sanitasi dapat bergairah
kembali dengan tetap taat pada pasal 33 UUD 1945. Selamat merayakan Hari Air
Dunia 2015. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar