• L3
  • Email :
  • Search :

12 Januari 2013

Writing Quadrant, di Mana Posisi Anda sebagai Penulis

Writing Quadrant, di Mana Posisi Anda sebagai Penulis
Oleh Gede H. Cahyana

Pembaca blog ini pasti tahu Cashflow Quadrant-nya Robert T. Kiyosaki. Lewat empat kuadran “intimidatifnya”, Cashflow Quadrant (CQ) telah memanas-manasi orang untuk berbisnis, bukan menjadi pegawai negeri (sipil, polisi, tentara), BUMN, BUMD atau swasta. Minimal berbisnis dalam ujud Self-employed (SE) jika belum mampu menjadi Business Owner (BO). Lambat laun SE mungkin saja berubah menjadi BO dan akhirnya menjadi Investor.

Dikaitkan dengan dunia tulis-menulis, saya pinjam nama-nama kuadran dalam CQ tersebut. Seperti Kiyosaki yang yakin bahwa setiap orang pasti berada pada minimal satu kwadran arus kasnya, saya pun yakin setiap orang yang berkecimpung dalam dunia tulis-menulis minimal bermukim dalam satu Writing Quadrant (WQ). Setiap kuadran dalam Kuadran Kepenulisan itu mampu mencetak penulis sukses, baik secara produktivitas, nilai-manfaat maupun finansial. Produktivitas mengacu pada jumlah tulisan yang dihasilkan; nilai-manfaat berhulu pada nilai guna secara moral; dan finansial berarti uang yang didapat (royalti dan/atau laba).

Sebelum masuk ke WQ ada satu catatan, yaitu dalam tulisan ini tidak dibedakan mana yang author (pengarang) dan mana yang writer (penulis). Keduanya melebur dalam satu kata, yaitu “writer”. Yang pasti, keduanya menuangkan gagasan dalam ujud kata dan kalimat lewat tulisan tangan, mesin tik atau beragam jenis komputer kemudian dirilis di berbagai media, baik cetak maupun elektronik, dilansir secara gratis maupun berbayar, baik dari iklan maupun perklik. Saat ini, dunia (tulis) memang tak seluas daun kelor, tetapi sesempit monitor komputer semacam tablet, phablet, dll.

Berikut adalah komponen kuadran dalam Writing Quadrant.
1. Employee Writer (Penulis Pegawai). Populasi kuadran ini sangat banyak atau kebanyakan orang yang terlibat dalam tulis-menulis berada di kuadran ini. Penghuninya mulai dari sekretaris dan pegawai administratif di kantor-kantor pemerintah dan swasta. Mereka bertugas menulis surat, mengonsep proposal, atau sekadar menuliskan agenda dan notulen rapat. Mereka bekerja sesuai perintah atasannya sehingga tak terlalu banyak kreativitas yang dibutuhkan. Malah sering hanya mengedit dan sesekali mengubah atau menuangkan ide sendiri dalam tulisannya. Orang-orang di kuadran ini digaji atas semua yang ditulisnya. Yang pegawai kantor biasanya dibayar berupa gaji perbulan.

Para editor dan penterjemah di perusahaan penerbitan termasuk kategori ini. Mereka lihai menulis dan mengedit, bahkan pakar di bidangnya, tapi tetap saja mengikuti suruhan atasannya atau timnya. Minimal tak bisa bebas sebebas kata hatinya. Tak banyak kreativitas yang berkembang di sini. Wartawan koran, majalah dan tabloid juga masuk ke kelompok Penulis Pegawai ini tapi mereka relatif lebih kreatif ketimbang yang bekerja sebagai sekretaris, administratif atau editor saja. Semua “jenis” penulis dalam kuadran ini dibayar lantaran menulis sesuatu, baik honor per order maupun gaji perbulan.

2. Self-employed Writer (Penulis Lepas). Penulis artikel di media massa masuk grup ini. Mereka dapat uang atau honor setelah tulisannya dimuat atau setelah tuntas menulis artikel, naskah pidato dan lain-lain, atau kelar menulis naskah buku bagi seorang ghost-writer (penulis tandem). Orang yang membuka jasa tutorial dalam penulisan skripsi, tesis, disertasi dan laporan riset juga menjadi anggota kuadran ini. Honor yang diterimanya paralel dengan jumlah order tulisannya. Makin terkenal sebagai Penulis Lepas makin banyaklah ordernya, bahkan mampu memasang tarif perorder tulisannya. Hanya saja makin tersita pula waktunya karena makin sibuk. Makin banyak uang berarti makin sedikit waktu untuk sekadar jalan-jalan santai. Semua waktunya dikerahkan untuk menulis demi memenuhi kewajiban ordernya. Orang-orang di kelompok ini kebanyakan bekerja sendiri, semuanya dikerjakan sendiri. Mereka sadar, tanpa menulis sama dengan tak punya uang.

3. Business Owner Writer (Penulis Pebisnis). Pengisi kuadran ini menjalani semua lini penulisan, pencetakan, dan penerbitan. Dia termasuk kalangan penulis berjiwa pebisnis. Seratus persen sebagai penulis, juga 100% sebagai pebisnis. Produknya banyak dan variatif seperti artikel, reportase, proposal dan buku-buku bermutu sekaligus mampu menerbitkannya. Yang pasti, dia tidak bekerja sendiri tapi minimal ada satu atau dua orang yang membantunya. Ada orang yang digajinya untuk memperlancar proses penulisan, penerbitan dan penjualan produknya. Hal ini terjadi juga di dunia Facebook dengan Group dan Pages-nya dan di Twitter, semacam film: Republik Twitter itu.

“Kehebatannya”, dia bisa berjalan-jalan ke mana saja sambil terus menulis, lewat surat, fax, atau e-mail dia menyuruh editor dan tim lainnya mewujudkan tulisannya menjadi buku, reportase atau ujud lainnya. Bisnisnya tetap berputar sementara dia melanglang buana. Dia mampu menata tulisannya sekaligus mengelola pegawainya sehingga muncul tulisan, apapun jenis-ujudnya, yang mendatangkan laba buat perusahaan, gaji untuk pegawainya plus royalti bagi dirinya. Luar biasa orang yang duduk di kuadran ini. Dunia kepenulisan menyebutnya self-publisher, yaitu orang-orang yang mampu menulis dengan baik dan mampu pula memutar roda bisnis tulisannya. Hanya saja, dan ini faktanya, tak semua bos penerbitan mampu menulis. Banyak direktur penerbitan hanya berbekal modal mesin cetak atau modal uang saja tanpa mampu menulis. Ribuan buku orang lain dicetak dan/atau diterbitkannya tapi tak satu pun buku karyanya yang mengisi toko buku. Burukkah orang ini? Tentu saja TIDAK! Mereka betul-betul pebisnis dalam arti harfiah dan ini sesuai dengan jiwa entrepreneurship, kepebisnisan, atau kewirausahaan dari sudut pandang Kiyosaki. Dia adalah (calon) orang yang bebas finansial.

4. Investor Writer (Penulis Investor). Inilah tahap akhir dari gradasi kepenulisan jika kita konsisten meminjam makna Cashflow Quadrant-nya Kiyosaki. Kita tak bakal mampu menduduki “singgasana” ini tanpa melewati koadran Penulis Pebisnis dulu. Setelah berada di kuadran ini, orang sudah bisa bersantai-santai keliling daerah, keliling Indonesia, bahkan keliling dunia tanpa bekerja tapi justru bukunyalah yang bekerja untuknya. Dengan belasan atau puluhan buku yang ditulisnya apalagi kalau laris semua, dia sudah menjadi orang yang bebas finansial. “Uang bekerja untuk Anda!” kata Kiyosaki. Tapi di sini, “Buku bekerja untuk Anda!” Semua bukunya terus memberikan royalti setiap bulan, bahkan mungkin sampai ke anak cucunya atau ahli warisnya. Apalagi kalau dia tetap terus menulis, misalnya menuliskan kisah-kisah unik perjalanan wisatanya maka dia bakal kian dikejar saja oleh uang atas penjualan buku-buku khasnya. Dialah suhu-guru para penulis.

Akhir kata, mari menulis, apapun profesi dan sekolah Anda, pastilah bisa menulis. Menulis di Twitter berupa microblogging, silakan. Menulis di Facebook berupa milliblogging, silakan. Menulis macroblogging di blog atau website, silakan.

Alangkah rugi penangkap rusa yang rusanya tidak diikat. Ikatlah ilmu dengan tulisan. Jangan mati sebelum menulis. ***
ReadMore »

7 Januari 2013

Terminal Baru Tirtonadi Bahayakan Kesehatan

Terminal Baru Tirtonadi Bahayakan Kesehatan
Oleh Gede H. Cahyana

Tulisan ini berangkat dari pengalaman naik bis dari terminal baru Tirtonadi, Solo pada libur tahun baru 2013. Ruang penjualan tiket dilengkapi dengan pengondisi udara atau AC tetapi sayang, banyak penumpang merokok sambil makan di warung atau toko di dalam ruang loket. Pengumuman “area bebas asap rokok” sudah ditempelkan di pintu masuk dekat loket karcis peron. Namun demikian, penjual tiket atau penjaga loket yang memang terbiasa merokok, tidak mampu menahan diri untuk tidak merokok sehingga menambah polusi asap di ruangan ber-AC itu.

Asap knalpot juga masuk ke dalam ruangan ini karena pintu yang menuju tempat parkir bis dan lajur keberangkatan bis terbuka terus-menerus. Pintu masuk ke ruang ini dari arah penjual karcis peron juga terbuka terus. Asap knalpot yang kaya jelaga mencemari udara di dalam ruang ber-AC itu. Keberadaan AC hampir tidak berpengaruh karena udara tetap panas, baik akibat gas karbondioksida hasil pernapasan manusia maupun akibat asap dan udara panas di luar yang masuk ke ruangan. Kondisi ini justru menjadi boros energi karena AC terus bekerja tetapi udara tidak dingin. Malah orang-orang mengisap gas beracun dari knalpot yang dihembus angin dan masuk dari pintu di depan jalur keberangkatan bis.

Kelemahan lainnya, toilet pria tidak nyaman karena orang yang buang air kecil di urinal langsung dapat dilihat oleh penumpang yang antri di depan loket bis masing-masing. Seharusnya ruang ini dapat menjaga privasi orang yang buang hajat kecil dan besar. Untuk ukuran terminal yang besar, jumlah urinal hanya empat buah sehingga antrian menjadi panjang dan lama. Kalau pengguna toilet digratiskan maka petugas kebersihan harus siap setiap saat untuk mengepel lantai agar bersih dan kesat. Lantai licin dapat memelesetkan pengguna, terutama orangtua dan anak-anak. Bayarpun sebetulnya bagus-bagus saja asalkan uang itu digunakan untk menjaga kebersihan dan kesehatan toilet dan perawatan tangki septik atau IPAL-nya. Sebab, tak selamanya yang gratis itu akan membawa dampak baik bagi penumpang dan awak bis serta pegawai terminal lainnya.  

Petugas kebersihan perlu ditambah, terutama yang menyapu lantai dan mengepelnya. Bak-bak sampahnya berukuran kecil sehingga hanya beberapa jam saja sudah penuh. Gantilah bak sampah dengan yang lebih besar dan mudah diangkat, upayakan ada minimal dua di satu lokasi, yaitu untuk sampah “basah” dan sampah “kering”. Agar penumpang yang sudah biasa membuang sampah sembarangan menjadi terdidik sedikit demi sedikit, maka sertakan gambar-gambar jenis sampah di bak sampah tersebut. Sampah berserakan di ruang tunggu menjadi bukti bahwa masyarakat pengguna terminal belum paham dan belum terbiasa menaruh sampah di bak-bak sampah yang disediakan. Makin banyak bak sampah tentu makin bagus, tentu saja letakkan di tempat yang tepat dan relatif dekat dari kursi-kursi tunggu.

Agar tidak terjadi teriak sana teriak sini, ruang tunggu perlu juga dilengkapi dengan pengeras suara sehingga awak bis mudah memberitahukan bahwa bis sudah siap berangkat atau memberitahu penumpang agar segera naik ke bis di jalur sekian. Kalau pemberitahuan secara manual, yaitu awak atau petugas loket langsung datang ke ruang tunggu untuk memberitahu penumpang tentu tidak efektif. Penumpang jangan sampai tergesa-gesa dan tidak awas akibat diteriaki oleh awak atau petugas loket. Sebab, ada potensi bahaya di terminal ini, yaitu ketika penumpang, khususnya anak-anak dan orang tua, menuju tempat parkir bis. Mereka harus melewati jalur keberangkatan bis. Ini membahayakan keselamatan penumpang karena gerakan bis begitu cepat dan sopir juga dalam kondisi lelah sehingga keawasannya berkurang.

Yang paling parah adalah lokasi parkir bis. Bis mengeluarkan asap knalpot dengan pencemarnya tetapi asap ini tidak bisa langsung membubung ke atas karena ada plafon beton. Penumpang harus berada di area penuh asap ini sehingga membahayakan kesehatan paru-paru dan saluran pernapasannya. Apalagi awak bis yang setiap saat berada di sini tentu polutan asap makin banyak masuk ke paru-parunya. Ancaman kesehatan paru dapat terjadi dan merugikan awak bis dan karyawan bis yang setiap hari berada di terminal. Selayaknya atap terminal itu tinggi seperti hanggar atau stasiun kereta api sehingga udara dapat keluar dengan bebas. Yang terbaik justru tanpa atap agar pencemar udara dari knalpot bisa langsung lepas ke udara bebas. Kalau dibatasi oleh plafon maka gas pencemar akan berputar-putar saja dan mendedah semua paru-paru orang di terminal. Apalagi bayi dan anak-anak, ini dapat mengurangi daya tahan tubuhnya.

Green terminal sesungguhnya bermakna terminal yang hemat energi sehingga meminimalkan AC dan memaksimalkan pendingin dari pohon yang tumbuh di sekitarnya. Bayangkan, kalau listrik padam, maka ruang itu akan menjadi pengap dan panas dan akan ada orang yang pingsan karena kekurangan oksigen. Stasiun kereta api yang jarang lokomotifnya saja beratap tinggi dan ada celah ke udara luar. Lantas, kenapa terminal yang dipadati puluhan, bahkan ratusan bis beratap rendah tanpa celah ventilasi udara. Asap knalpot terjebak di sekitarnya dan masuk sebanyak-banyaknya ke paru-paru awak bis dan penumpang. Apalagi penumpang minimal menunggu sampai setengah jam dalam keadaan pintu bis terbuka sehingga otomatis asap juga masuk ke kabin bis dan berputar-putar di dalam bis, diisap oleh penumpang dan awak bis.

Akhir kata, tulisan ini dimaksudkan sebagai masukan kepada para pihak yang berkaitan dengan pembangunan terminal baru Tirtonadi agar sudi memperhatikan kesehatan dan keselamatan awak bis dan penumpangnya dari berbagai fasilitas yang berpotensi malfungsi. *
ReadMore »

6 Januari 2013

Pertanian Penyebab Bumi Memanas

Pertanian Penyebab Bumi Memanas
Oleh Gede H. Cahyana

Pertanian, khususnya di Indonesia sudah berkembang sejak ratusan tahun silam dan mengalami peningkatan secara ekstensifikasi dan intensifikasi dengan mekanisasi. Budaya agrobisnis ini penting bagi manusia. Tetapi ada dampak yang mungkin belum disadari, yaitu pertanian sebagai penyumbang besar gas-gas rumah kaca penyebab pemanasan Bumi karena peningkatan temperatur di atas muka bumi dan pada lapisan bawah atmosfer. Istilah yang digunakan adalah pemanasan (penghangatan) global (global warming) yang merujuk pada dampaknya yang berpengaruh ke seluruh dunia. Lalu apa penyebab pemanasan tersebut?

Perbedaan energi radiasi matahari yang masuk ke bumi dengan yang dipantulkannya kembali ke atmosfer mengalami pergeseran kesetimbangan. Sebabnya ialah penyerapan oleh benda-benda dan makhluk hidup yang dilewatinya dan di atmosfer dipantulkan kembali ke bumi oleh gas-gas rumah kaca seperti uap air (awan/H2O), N2O, CFC, CO2 dan CH4. Gas-gas ini dapat langsung mempengaruhi panas muka bumi. Selain itu ada gas yang secara tak langsung mempengaruhi panas bumi dan terjadi karena reaksi fotokimia/kimia  seperti CO, NOx dan SOx. Di atmosfer gas-gas ini dapat membentuk lapisan yang sifatnya seperti kaca/lensa sehingga cahaya yang melewatinya dapat dibiaskan, diserap, dipantulkan, disimpangkan, dll.

Efek rumah kaca dapat diumpamakan seperti sebuah mobil di bawah panas matahari dan kita berada di dalamnya. Akan terasa ada peningkatan panas dan kita kegerahan, apalagi ditambah dengan gas CO2 hasil pernapasan kita. Makin banyak orang di dalam mobil, makin cepat panas yang dirasakan. Atmosfer bumi juga dapat dianggap sebagai atap kaca yang tembus cahaya sehingga sinar matahari dapat masuk dan sampai ke permukaan Bumi dan dipantulkan kembali ke atmosfer. Hanya saja pantulan sinar inframerah (gelombang panjang) terhalang oleh gas-gas rumah kaca tersebut sehingga berbalik memantul lagi ke Bumi. Inilah yang meningkatkan panas muka Bumi. Contoh yang jelas adalah sesaat sebelum hujan di mana ada banyak awan (uap air) sehingga temperatur terasa lebih panas dan baru berakhir setelah hujan turun.

Sawahkah penyebabnya? Inilah pertanyaan kita. Sampai detik ini, negara-negara maju selalu dituding sebagai negara yang bertanggung jawab pada pemanasan global karena banyak menghasilkan gas rumah kaca khususnya CO2 dari kegiatan industri dan transportasi. Ini betul adanya. Tetapi perlu dicatat, negara berkembang pun menjadi penyumbang gas rumah kaca yang besar dari lahan pertaniannya. Betulkah demikian?

Pertanian yang didominasi oleh padi banyak menghasilkan metana (CH4) yang juga merupakan gas rumah kaca. Sebuah riset menyatakan bahwa emisi metana mencapai ratusan juta ton pertahun. Emisi ini dimulai dari sebelum padi ditanam (pratanam) atau pesemaian, pada saat sawah disiapkan untuk ditanami yang disebut nenggala. Pada tahap ini terjadi pembusukan anaerobik di dalam tanah yang melepaskan metana melalui gelembung udara yang meletup-letup di permukaan air sawah. Emisi gas ini terus berlangsung hingga panen. Pascapanen bukannya menurun, melainkan meningkat lantaran pembusukan batang, daun dan biji padi di dalam lumpur sawah.

Sejumlah parameter yang mempengaruhi emisi gas CH4 antara lain cuaca (temperatur, kelembaban), jenis pupuk, dan jadwal pengairan. Termasuk warga yang mengangon bebek yang jumlahnya ratusan ekor setelah panen. Kotoran bebek dapat menjadi sumber bakteri bagi sawah sekaligus sumber karbon dan nutrien. Begitu pun pupuk dengan kadar nitrogen yang tinggi seperti urea dan NPK akan meningkatkan perkembangan bakteri metanogenik sehingga menghasilkan emisi metana yang lebih banyak. Sawah yang tergenang pun menghasilkan lebih banyak metana daripada sawah yang airnya mengalir kontinu.

Jika demikian, haruskah sawah dilikuidasi? Saya yakin, bukan ini solusinya. Apalagi metana sebetulnya bisa digunakan sebagai sumber energi potensial dan sawah adalah penghasil metana terbesar dari semua kegiatan manusia jika dibandingkan dengan gas rumah kaca lainnya. Masalahnya adalah bagaimana memanfaatkan metana ini agar dapat ditampung dan digunakan sebagai bahan bakar yang ekonomis dan mengurangi dampak pemanasan global. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui.*

ReadMore »

1 Januari 2013

Resafel ke-3 Kabinet Raja

Resafel ke-3 Kabinet Raja
Oleh Gede H. Cahyana

Sejak seorang ponggawa lengser keprabon lantaran kasus di Perdikan Ngumbalang Hardjo, berhembuslah wacana tukar-pasang ponggawa. Kejadian ini berselang setunggal sasih setelah pedati-pedati di kerajaan itu bertubrukan, mesin terbangnya berjatuhan, dan perahu-perahunya tenggelam. Ular besinya pun masuk jurang lantaran roda besinya ke luar bantalan atau longsor tanahnya. Malah tak sampai sepekan kabinet raja diresafel kaping dua, dua ular besinya sudah pula ke luar rel. Sementara itu, lumpur panas di Perdikan Timur terus menggelegak, merusak jalan tol pedati dan rel roda besi. Gegerlah seantero negeri. Raja murka. Angkaranya memerahkan kuping ponggawa.

Nyata sudah, kabinet Kerajaan Bersatu negeri Mandalagiri bertukar ponggawa kaping sasih Karo. Ada beberapa yang baru, ada juga yang anyar tapi lawas, dan ada pula mantan kepala perdikan di negeri Timur. Memang asa telah ditanam agar ponggawa mampu membawa ekonomi kerajaan menjadi lebih baik dan mantap, agar busung lapar, kelaparan atau apapun namanya, bisa berkurang. Ada banyak saudagar luar membawa ringgit ke dalam istana. Selain itu, tugas besar ponggawa baru tak lain daripada penstabilan ekonomi tanpa gejolak seperti pada rusuh massal saat raja lengser pascatridasawarsa memangku negeri itu.

Menurut warta teranyar harian Serat Centono, tukar-menukar posisi itu demi menyelamatkan muka ponggawa agar masih tampak berwibawa di mata rakyat Kerajaan Mandalagiri. Muka-muka itu pada masa lalu pernah dianggap kaki tangan raja yang lengser keprabon lantaran gerakan brutalyudha atau minimal punya ikatan kekerabatan. Asas pini sepuh anutannya dan tepo selironya sebagai pemangku adat selalu menjunjung prinsip mikul dhuwur mendhem jero. Tatkala urun rembuk tentang arah tumbuh kerajaan, semua lurah, demang, panditha, ponggawa dan tetua perdikan tanah seberang telah seia-sekata. Kerajaan seberang pun ramai mengutus dutanya untuk bersahabat luhur, menimba ilmu ulah kanuragan dan ulah jiwa. Balas kunjung kerap dilaksanakan hingga ke negeri Jagatnatha di tataran Antah Berantah yang butuh tujuh siang tujuh malam perjalanan naik kuda sembrani.

Itulah kedigjayaan Raja yang pernah memimpin paguyuban hulubalang di kerajaan itu. Pangkatnya mencapai taraf tertinggi, yaitu Pangageng Utomo sepulang dari akademi di Breda, Nederlands. Di tataran olah-ilmu, Sinuhun berhasil merengkuh Mahaguru setelah dinobatkan menjadi Doctor Ingenieur dari Landbouwuniversiteit. Selain pamornya itu, ia pun menyunting sekar kedaton yang mewangi nan elok, memukau bukan hanya yang empunya tapi juga hulubalang dan rakyatnya. Hanya sayang, Sang Raja acap gundah-gulana karena permaisurinya tak pernah tersenyum lagi setelah penobatannya menjadi raja. Ini tentu masalah besar apalagi saat jamuan makan malam di hadapan raja-raja sahabat.

Setelah sejumlah upaya, ditemukanlah siasat agar kuntum itu menyungging lagi. Atas usul paguyuban penasihat raja, tepat purnama bulan kesembilan ketika orang terlelap di tengah sunyi malam, serdadu penjaga istana diperintahkan membunyikan genderang perang. Pecahlah keheningan malam menjadi hiruk-pikuk dan kepanikan. Bunga api di menara kerajaan pun menghiasi langit. Tampak indah. Dan benarlah, Permaisuri tersenyum manis, mengalahkan keindahan bulan bulat terselimuti awan tipis saat itu. Ceria sekali ia, tampak dari semburat merah merona pipinya, membuat terkesiap darah pemandangnya.

Sementara itu, rakyat kian panik sambil memanggul tombak, busur dan anak panah serta menghunus keris. Riuh rendah teriakannya, berlari kian kemari tak tentu arah. Tapi mereka tetap belum tahu, dari mana arah musuh menyerang istana. Baru setelah obor mati karena minyaknya habis, mereka tersadar bahwa genderang tadi hanyalah untuk memuaskan raja, ponggawa, kerabat istana, hulubalang dan penasihat Raja. Senyaplah lagi suasana. Sembari masuk ke serambi biliknya, terdengar gumaman keluhan dan sungutan kekecewaan. Beginilah nasib wong cilik. Minyak mahal habis sia-sia, kantuk berat kian terasa tapi hati terus terjaga, waswas besok harus puasa. Tak punya lagi apa-apa.

Triwarsa berselang menjadi raja, di tengah evaluasi politisi lawan dan pengamat yang intensif memata-matai sepak terjangnya, Raja tetap menjalankan rutinitasnya. Puas membekas, tenteramlah hatinya melihat begitu indah senyum itu. Barangkali, banyak yang cemburu melihat aku bahagia seperti ini. Punya istri cantik, tanah perdikan luas-makmur yang gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo. Rakyat pun mendukungku. Buktinya, tak ada yang kecewa atas malam “rusuh” itu. Resafel ponggawa dan hulubalang pun tak masalah. Harga-harga di pasar Giripurwo tetap stabil. “Paberjk Badjoe” di Wonitirto tetap berproduksi. Begitu gumam Sang Raja setiap ia duduk santai atau tatkala di pembaringan. Nyenyaklah tidurnya di samping istrinya nan rancak bana.

Tapi ia keliru rupanya. Tanpa disadarinya, kalangan dekat yang kepayang dengan gelimang harta, kemudahan dan berbagai hak privilese membuatnya kurang awas lan waspodo. Ponggawa, hulubalang dan prajurit pun terbuai sehingga tak siap lagi menangkal kemungkinan terburuk. Karenanya, ketika benar musuh menyerbu dari delapan penjuru angin, mereka terlena dan tak sigap lagi. Istana telah dikepung dari utara, timur dan barat. Padahal, daerah itulah sumber utama dukungan raja yang juga banyak memberikan upeti untuk pembangunan istana. Suara tetabuhan genderang perang memang terdengar dari kejauhan, menyusup ke pori-pori gedhek rumah penduduk. Namun terlambat. Tak ada lagi rakyat yang bangun dan peduli karena pertahanan berbasis massa telah sirna. Rakyat sudah tak percaya lagi. “Pasti Raja ingin melihat senyum manis permaisuri lagi,” bisik para suami kepada istrinya sambil menggeliat di atas dipan-dipan reyotnya.

Tutur sahibul hikayat, kerajaan itu, esoknya, telah dikuasai musuh, tergadaikan ke orang seberang yang putih kulitnya, tirus parasnya, mancung hidungnya. Yang sangat menyedihkan, musuh itu ternyata kalangan yang berkedok membantu dana pembangunan istana dan membantu sebuah perdikan yang luluh-lantak akibat “geger segoro” tsunami. Rupanya, telah lama dan dengan sabar mereka mengintai aktivitas istana dari rumah-rumah sewaan kecil di sekitar istana dan dari nusa-nusa di Segoro Tjina Kidul. Itulah ondergrondse actie.

ReadMore »