• L3
  • Email :
  • Search :

3 Agustus 2015

Antara NU - Muhammadiyah, Saya Pilih …

Antara NU - Muhammadiyah, Saya Pilih …
Oleh Gede H. Cahyana


Awal Agustus 2015 ini, dua ormas besar menggelar muktamar. Yang kesatu NU, yang kedua Muhammadiyah. Yang satu di Jombang, yang kedua di Makassar. Kata kabar di koran dan medsos, ada ricuh di NU, tertib di Muhammadiyah. Pelibatan jin (makhluk gaib) terbetik di Jombang, nihil makhluk halus di Makassar. Sejumlah tokoh NU sarat dengan label JIN (Jaringan Islam Nusantara), tokoh Muhammadiyah nihil. Politisi dari partai tertentu disinyalir bermain,  nihil di Muhammadiyah. Uang bicara, di Muhammadiyah tidak. Begitulah sejumlah saripati yang saya baca di media massa dan medsos. Pembaca bisa menambah hal-hal lainnya.

Namun demikian, intisari dari NU pada masa awal dahulu, sama dengan Muhammadiyah. Simpangan di NU berlangsung sedikit demi sedikit, dan tahun 2015 ini tampaknya akan menjadi bukit. Apalagi kalau tokoh JIL, JIN dan lain-lain ikut berkuasa di NU dan PKB. Masyarakat grassroot NU adalah mayoritas kalangan awam dan sangat patuh pada kyai. Mereka terbiasa mencium tangan kyai sebagai simbol penghormatan atas ilmu yang dimiliki dan disebarkan oleh kyai. Namun sekarang, apalagi masalah itu justru muncul dari para tokoh NU maka bisa merunyamkan kalangan grassroot ini. Solusinya, pemimpin NU hendaklah yang sesuai dengan spirit KH. Hasyim Asy’ari, pendirinya. Mempelajari lagi catatan, tulisan, ceramah dan dakwah beliau, apakah deviasinya saat ini sudah jauh ataukah dekat, lantas pemimpin ini dengan ikhlas berupaya mengembalikannya ke spirit awal tersebut.

Ada kejadian yang ingin saya bagikan. Suatu masa, saya naik kereta api, Kereta api terus melaju ke Surabaya. Bising. Tak hanya suara kereta yang terdengar, tangis anak-anak pun bercampur dengan desiran angin lewat celah jendela bagian atas. Tubuh terus bergoyang-goyang. Agak pegal ini badan, tulang terasa kaku. Saya menggeliat. Supaya nyaman saya berdiri, melihat-lihat ke depan ke belakang. Pandangan saya lepaskan juga ke samping kanan dan kiri, menembus jendela kereta. Agak gelap. Lampu rumah tepi rel masih menyala, ada yang terayun-ayun.

Saya teguk air kemasan yang saya beli di stasiun Bandung; masih sisa setengah botol ukuran 1,5 liter. Segar menjalar-jalar di kerongkongan. Nikmat. Tak lama lagi Mutiara Selatan tiba di stasiun Gubeng. Nanti saya mau mandi dulu, sebelum naik Mutiara Timur, pikiran saya membayangkan kesegaran air di kamar mandi stasiun. Sejurus kemudian seorang penumpang di kiri, di sebelah jok saya buka suara berbasa-basi. Saya menimpali. Setelah ngobrol ini-itu dia bertanya.

“Mas ini aliran apa?”
Saya kaget. Tak bisa langsung menjawabnya. Aliran, kata inilah yang membingungkan saya.
“Mas ini NU apa Muhammadiyah?”
Setelah diam sejenak saya menjawab, “Saya Islam, Pak.” Suara saya datar-datar saja.
Lha, iya. Tapi apa Mas ini NU?”
“Saya tidak NU, Pak,” sambil menggeleng.
Dia mengangguk-anggukan kepalanya. Sulit saya tafsirkan apa yang ada dalam benaknya. Kepalanya disandarkan, matanya agak terpejam. Saya meneguk air lagi, segar menjalar.

“Saya juga tidak Muhammadiyah, Pak.”
Dia kaget dan dengan serius dia bertanya.
“Jadi Mas ini aliran apa?”

Saya agak rikuh menjawabnya. Saya baru kenal bapak ini di sini, di kereta api ini dan sepagi ini sudah ditanya soal aliran dalam agama. Saya sendiri sejujurnya bukanlah NU, bukan Muhammadiyah, bukan Persis.

Petugas restorka mendekat. Tangan kirinya dengan setimbang mengusung nampan minuman. Saya membeli teh panas setelah berbasa-basi dengan teman ngobrol saya. Dia tidak membeli apa-apa. Dikeluarkannya botol plastik yang berisi minuman kuning-coklat dari tasnya.

“Saya Islam saja, Pak.” Teh pun saya seruput, terasa panas di lidah sambil otak terus berpikir-pikir apa pertanyaan bapak ini selanjutnya. Di kejauhan di ufuk timur, di atas bukit itu, sinar kemerahan mulai tampak. Suasana tambah ramai. “Ular baja” yang saya tumpangi berguncang-guncang dan terompetnya sesekali memekik.

“Mas, kita harus punya aliran. Supaya jelas agama kita,” katanya.

“Ooo...,” cuma itu yang keluar dari mulut saya. Tak kuasa saya melanjutkan obrolan itu. Saya memilih mengagumi lembayung di ufuk yang mulai bercahaya. Kami diam. Saya diam, bapak itu membaca korannya. Tapi pikiran saya ramai, jauh lebih ramai ketimbang deru kereta. “Apakah harus saya jawab,” batin saya.

Lantas, pilih yang mana?

Selamat bermuktamar NU dan Muhammadiyah. Dua ormas yang berperan besar dalam kemerdekaan Indonesia, lewat tokoh-tokohnya. Pada masa itu, ulama juga menjadi politisi. Tetapi, mereka benar dalam berpolitik. Lurus di pentas pengaturan negara. Tidak ada dikotomi dalam seorang manusia yang menjadi ulama (berilmu agama) dan menjadi politisi. Mereka bagai uang bersisi dua. Idealnya, ulama adalah politisi, politisi pun hendaklah berilmu agama. Ulama yang intelek, intelek yang ulama, bukan intelek yang sekadar tahu ilmu agama.

I love you, NU, love you Muhammadiyah. May Allah bless and save you. *


Tampak, betapa kedua tokoh pendiri Muhammadiyah dan NU di atas adalah bersaudara. Keduanya belajar pada Kyai Cholil di Bangkalan, Madura.
ReadMore »

31 Juli 2015

Anis Matta di Mata Saya

Anis Matta di Mata Saya
Oleh Gede H. Cahyana


Bukanlah kader PKS, saya ini. Bukan pula anggota. Bukan keluarga dari kader dan anggota PKS. Teman? Ya, betul. Beberapa teman saya adalah kader dan anggota dewan dari PKS. Tapi ada juga teman yang dari parpol lain. Jadi, biasa-biasa saja. Simpatisan saja, saya ini. Bersimpati pada perjuangan “mengajak kebaikan, melarang keburukan”. Mengajak muslim yang malas shalat menjadi rajin ke masjid. Mengajak membayar zakat, infak, sedekah. Mengajak belajar mengelola bisnis, mengelola sekolah, pesantren, mengelola ekonomi dalam lingkup keluarga, RT-RW, kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan negara. Artinya, mengelola hal-hal tersebut adalah bagian dari ibadah, kewajiban sebagai muslim dengan tujuan “negara menjadi baik dan diampuni Sang Khalik”.

Tidak kenal saya pada pria dari Sulawesi Selatan ini. Sekadar tahu saja. Tahu dari artikel yang ditulisnya di majalah-majalah sejak dekade 1990-an hingga sekarang. Tahu dari buku-bukunya. Lantaran gaya tulisannya yang khas, yang lantang tanpa bertele-tele, sukalah saya “mengunyah” paparannya. Gestur dan mimik mukanya saat orasi, kala bicara, ketika berjalan makin menguatkan kekaguman saya padanya. Cerdas dan tangkas, ringan badan dan cekatan, bukan berlebihan apabila banyak khalayak yang berkata demikian. Sosok lincah dengan wajah lumayan tampan bagi ukuran orang Indonesia umumnya, menjadi gaya tarik magnet bagi pendengar ceramahnya. Fasih bahasa Arabnya dan dialeknya tak dapat dipandang sebelah mata. Ia Anis Matta, seorang presiden di partai yang lahir setelah Orde Baru runtuh. Kisah kasih bersama istrinya juga menjadi catatan khusus. Tentu, tidak bisa ditatap dengan mata nanar membelalak apakah keluarganya bahagia. Apa itu bahagia? Hanya Anis Matta yang tahu. Hanya istrinya yang tahu.

Persahabatannya dengan Prabowo, seorang pengukuh kekukuhan Kopassus, pada Pilpres 2014 makin meluaskan langkah dan area politiknya. Tidak sedikit yang iri pada keharmonisan dua orang ketua partai ini dan hendak diceraiberaikan. Namun, kematangan dalam politik, pengalaman di dunia akademik, menjadi pendidik, tentu tak mudah mengusik Anis Matta. Melihat dari jauh, jauh di seberang horison kehidupan,  ia layak lanjut di “tahta” dengan mahkota “presiden” PKS. Tak hanya IQ, tetapi juga EQ, dan SQ-nya yang kuat yang sertamerta mengukuhkan dirinya menjadi personal yang layak di tampuk kursi Presiden PKS. Anis Matta di nomor urut satu. Berikutnya, dalam kaca mata saya, sosok yang mampu menjadi panutan adalah Hidayat Nur Wahid. Yang ketiga…, belum tahu saya. Untuk saat ini, hanya dua orang tersebut yang mampu menjadi nahkoda PKS. Hanya AM. Atau, hanya ada satu opsi selain AM, yaitu HNW. *

ReadMore »

(Jangan) Tutup TPA Sarimukti


(JANGAN) TUTUP TPA SARIMUKTI
Oleh Gede H. Cahyana


NIMBY, not in my back yard adalah sikap yang ingin enak sendiri. Sampahku adalah limbahmu. Timbulkan sampah sebanyak-banyaknya, tetapi ingin rumah tetap bersih. Bau asam menyengat diberikan ke tetangga. Bisakah diamalkan prinsip waste for one is added value for another? Sampah diubah menjadi bernilai tambah dan berkah? Teoretisnya bisa, tetapi praktisnya belum terlaksana. Penyakit NIMBY ini tidak hanya terjadi di keluarga tetapi juga “keluarga” dalam makna pemerintahan daerah. Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (KBB), sebelumnya Kabupaten Bandung, merasa dijadikan tong sampah oleh Pemerintah Kota Bandung dan Kota Cimahi.

Kondisi Teknis
TPA Sarimukti bisa disebut sebagai korban “kekerasan dalam rumah tangga” pemerintah daerah. Betapa tidak, lokasi ini muncul sebagai tanggap darurat atas longsor TPA Leuwigajah pada 21 Februari 2005 dengan korban meninggal yang tercatat 176 orang. Karena darurat, tentu sifatnya sementara. Tetapi ternyata menjadi satu dekade. Ini tentu pelanggaran terhadap komitmen awal pada waktu itu, bahwa akan dibangun TPA berbasis sanitary landfill di suatu tempat di Bandung atau sekitarnya. Rentang waktu sejak bencana sampah sampai dengan medio tahun 2015 ini 10 tahun. Apalagi tidak ada yang namanya sel-sel sampah lahan urug saniter di Sarimukti. Bentuknya hanya gunungan sampah yang dibuang begitu saja tanpa pelapisan tanah urug atau material lainnya yang layak dan teruji. Open dumping. Sarimukti adalah open dump untuk 5.000 m3 sampah per hari. Kalau berat jenis sampah 0,25 maka rata-rata beratnya menjadi 1.250 ton per hari. Apabila berat seekor gajah adalah 1,25 ton maka di Kota Bandung timbul gajah “sampah” sebanyak 1.000 “ekor” setiap hari.

Jika merujuk pada Undang-Undang no. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah pasal 44, pemerintah daerah harus berupaya keras melaksanakan amanat undang-undang tersebut, yaitu menutup open dump. Tahun 2013 lalu adalah batas akhir bagi pemerintah untuk meninggalkan open dump seperti di Sarimukti. Ini adalah cara buruk dalam pandangan konservasi fungsi lingkungan. Dengan acuan tersebut, TPA harus hijrah dari tempat pembuangan akhir menjadi tempat pemrosesan akhir. Salah satu opsinya ialah sanitary landfill (sanfil) atau minimal controlled landfill (confil). Tempat Pemrosesan Akhir, yaitu tempat terakhir sampah dalam tahap pengelolaannya sejak di sumber, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan, dan penimbunan (pembuangan). TPA ini selayaknya menjadi lokasi isolasi sampah yang aman sehingga tidak mengganggu lingkungan. Oleh sebab itu, perlu penyediaan fasilitas dan perlakuan yang betul agar keamanan tersebut dapat dicapai.

Mengacu pada definisi di atas, kondisi teknis yang melekat pada TPA Sarimukti sudah di luar marka perundang-undangan. Tampaknya aman-aman saja, seolah-olah tidak bergejolak, tidak bermasalah. Ini lantaran luput dari pemberitaan media massa cetak, media elektronik, dan media sosial FB dan Twitter. Apalagi mayoritas warga Bandung Raya belum pernah melihat langsung kondisi gunung sampah yang rawan longsor itu. Sekadar pembanding, tanah yang diikat akar pepohonan saja bisa longsor seperti terjadi di Desa Jemblung, Kecamatan Karang Kobar, Banjarnegara, Jawa Tengah pada 12 Desember 2014. Tentu tumpukan sampah yang tidak ada material pengikat antar komponennya lebih mudah longsor daripada tanah. Lagi pula, tumpukan sampah itu sudah sangat tinggi, bahkan Monas pun tenggelam jika ditusukkan ke dalam gunung sampah itu. Stadion Senayan pun masih kalah luas dibandingkan dengan Open Dump Sarimukti.

Berbeda dengan warga Bandung, pemimpin daerah tidak hanya wajib blusukan ke lokasi TPA, tetapi juga agar makin yakin bahwa masalah sampah adalah penting & mendesak (crucial). Taman boleh dibangun di mana-mana, festival kuliner bisa digelar rutin setiap malam minggu, lukisan mural, grafiti menghiasi dinding-dinding kota. Ini semua positif. Sampah pun selayaknya lebih diperhatikan karena dampaknya luas. Gerakan Pungut Sampah (GPS) tentu positif, denda terhadap sopir angkot yang mobilnya tidak menyediakan wadah sampah sebagai pemberlakuan Perda K3 di Kota Bandung juga diapresiasi. Pertanyaannya, pernahkah para kepala daerah menatap gunung sampah di Sarimukti? Menghirup hawa khasnya saat kemarau? Seorang pemimpin akan merasa aman-aman saja kalau tidak pernah melihat langsung keruwetan dan risiko kerja operator di lokasi TPA. Empati akan muncul kalau pernah menyaksikannya. Blusukan ke TPA itu penting agar diperoleh gambaran aktual berkaitan dengan operasi, keadaan pemulung, kesehatan pekerja dan operator, serta kondisi alat-alat beratnya sebagai landasan pembuatan kebijakan.  

Selain kondisi urugan sampah, Sarimukti juga gagal dalam mengolah air lindinya. Instalasi Pengolahan Lindi (IPL) tidak mampu menurunkan pencemaran organik ke taraf yang aman bagi badan air penerima. Apatah lagi nitrogen, fosfat, dan logam-logam berat. Polutan ini bebas mengalir ke lingkungan di sekitar TPA dan mencemari air tanah dan air permukaan. Dari amatan di lokasi, ini terjadi lantaran keliru dalam mendesain hidrodinamika aliran lindi sehingga berpengaruh pada intensitas adukan secara hidrolis (Gambar 1).

Desain pengadukan (mixing) secara alamiah, tanpa bantuan mixer atau aerator (sehingga menjadi murah investasi, operasi, dan perawatannya) menjadi penentu keberhasilan proses pengolahan. Juga karena gagal “beternak bakteri” sebagai ciri khas dalam bioproses akibat derajat keasamannya (pH) tidak stabil dalam rentang basa, yaitu di atas tujuh.

Sebagai IPL berjenis bioproses, pengolahan di Sarimukti terdiri atas kolam stabilisasi (anaerobik), kolam fakultatif, dan kolam maturasi. Prinsipnya sama dengan IPAL domestik di Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Bedanya, konstruksi IPL di Sarimukti berbahan beton sedangkan IPAL Bojongsoang berbahan tanah. Varian IPL juga ada, biasanya berupa unit biofilter atau wetland seperti tampak pada Gambar 2. Ada juga yang menyediakan kolam seeding. Namun demikian, unit yang lengkap seperti gambar tersebut ada juga yang gagal dalam operasi dan pemeliharaannya. Apa sebabnya? 

Kata kunci agar IPL optimal operasinya sesungguhnya sama persis dengan IPAL. Prosedur operasi dan pemeliharaan IPL harus dilaksanakan secara tepat, misalnya debit dan kualitas lindinya harus rutin dipantau. Debit lindi yang masuk ke IPL harus terkendali sehingga tidak menyebabkan gangguan pada proses pengolahan, terutama fluktuasi debit lindi. Namun, debit lindi yang lebih kecil daripada debit desainnya, biasanya tidak bermasalah selama kualitas lindinya relatif stabil. Yang bermasalah adalah ketika debitnya di atas debit desain, apalagi kalau jauh melampauinya..  

IPL juga harus dipelihara dengan cara menjaga kebersihan kolam-kolamnya, bebas dari sampah, rumput-rumputan, eceng gondok, tidak berbuih, dan kedalamannya relatif tetap (tidak dangkal akibat lumpur). Untuk mencapai kondisi operasi dan pemeliharaan seperti itu, prosedur operasi IPL harus diikuti yang meliputi: cara start up, pengukuran debit lindi, pemantauan kualitas lindi di setiap unit operasi dan proses, pemeliharaan sarana pendukung IPL.

Start-Up
Kegagalan IPL biasanya diawali pada tahap start up. Ada IPL yang dioperasikan tanpa tahap ini karena mengira bahwa IPL itu seperti mesin yang siap bekerja setelah dibeli tanpa perlu pengondisian awal. Padahal semua unit bioproses, tahap start up diperlukan ketika memulai operasi dan setelah terjadi kegagalan proses pengolahan (restart up). Ada beberapa hal yang harus ditempuh untuk memulai langkah ini.

1. Isilah bak Anerobik dengan air tanah (sungai) sampai penuh. Cek dan catat pH-nya.
2. Alirkan lindi ke dalam bak tersebut, cek dan catat pH-nya. Pantau pH setiap hari.
3. Apabila pH kurang dari tujuh, tambahkan alkali (kapur tohor, NaOH atau sejenis) sampai pH menjadi tujuh atau lebih. Jika digunakan kapur, pembubuhan dilakukan dengan mencampurkan kapur dan air di dalam ember sebelum diituangkan di lokasi inlet.
4. Cek dan catat COD setiap hari. Kondisi tunak tercapai kalau diperoleh perbedaan angka COD efluen sekitar 10%. Dalam kondisi normal proses ini berlangsung dua sampai tiga bulan.
5. Laksanakan cara yang sama di bak fakultatif dan bak maturasi.
6. Selama start up, pantau parameter pH, BOD, COD.
a. pH cairan di bak (kolam) dijaga antara 7 – 9. Apabila kurang dari tujuh, maka tambahkan alkali ke dalam bak sampai pH-nya minimal tujuh.
b. BOD dan COD efluen dicek setiap hari sampai fluktuasi 10% (kondisi tunak).

Pengukuran Debit
Fluktuasi debit berpengaruh pada kualitas pengolahan. Debit yang melebihi desain atau batas atas debit desain dapat menggagalkan pengolahan. Pelapisan dasar pada awal konstruksi TPA sangat menentukan debit lindi, terutama pada musim hujan. Gambar 3 memperlihatkan kekeliruan dalam pelapisan dasar pada awal konstruksi TPA Sarimukti. Jaringan pipa induk dan lateral langsung diletakkan di atas tanah, tidak dialasi geotekstil dan geomembran.

Setiap IPL memiliki syarat debit lindi yang mampu diolahnya. Akurasi debit ini berpengaruh pada kualitas air olahan. Tetapi faktanya, nyaris 99% IPL tidak dilengkapi dengan alat ukur debit. Alat ukur ini ada yang sederhana seperti alat ukur Thompson. Apabila alat ukur tersebut tidak dipasang, maka dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu menggunakan ember dan stopwatch. Prosedur pengukuran debit di alat ukur Thompson sebagai berikut.
1. Bersihkanlah sampah di sekitar alat ukur agar tidak menghalangi skala pada mistar.
2. Catatlah tinggi muka air lindi di bagian hulu alat ukur.
3. Hitung debit dengan pendekatan rumus Q = 1,4.H5/2.

Prosedur dengan menggunakan ember:
1. Siapkan ember yang diketahui volumenya.
2. Tampung lindi di dalam ember sambil diukur waktunya.
3. Debit adalah volume lindi di dalam ember dibagi kebutuhan waktu untuk memenuhi ember.

 

Pantauan Rutin
IPL harus dipantau agar kinerjanya optimal. Pemantauan kinerja ini bisa secara fisika dan biokimia. Parameter fisika yang dipantau adalah bau dan warna sedangkan biokimianya: pH, BOD, COD.

Untuk mendiagnosis kinerja pengolahan, ada tiga kondisi yang dijadikan acuan:
1. Apabila warna lindi tidak berubah, bau tidak berubah, pH tetap, tetapi penyisihan BOD, COD makin rendah maka disimpulkan bahwa waktu tinggal lindi di unit IPL terlalu singkat. Cek kedalaman kolam dan kuraslah sebagian lumpurnya.
2. Apabila warna lindi menjadi kuning (pucat) baunya menyengat, penyisihan BOD, COD rendah, pH kurang dari 5, maka disimpulkan ada zat racun di dalam lindi. Cara penanggulangannya ada dua:
     a). Hentikan aliran lindi ke IPL, alirkan lindi (bypass) ke kolam berikutnya, ganti lindi dengan air sungai atau air tanah. Ulangi langkah start up.
     b). Cara kedua: biarkan lindi yang kuning tersebut (pH kurang lebih 5), kemudian tambahkan alkali ke dalam kolam lindi. Jaga pH-nya agar lebih besar atau sama dengan tujuh. Dalam waktu dua sampai dengan tiga bulan, kondisi akan pulih kembali.
3. Terjadi reduksi volume kolam karena akumulasi endapan. Kejadian ini dapat mempersingkat waktu tinggal lindi sehingga kinerja IPL menurun. Tanggulangi dengan cara mengecek tinggi endapan dengan tongkat (bambu, kayu) di bagian inlet, tengah dan outlet unit IPL. Apabila endapannya tinggi, maka perlu dikuras atau ditiriskan dengan pompa dan lumpurnya dibiarkan mengering. Setelah kering, gunakan alat berat untuk mengeruknya atau dicangkul secara manual.

Tindakan di atas bersifat kuratif, dilaksanakan setelah terjadi penurunan kinerja pengolahan. Upaya preventifnya dengan cara memantau rutin. Prosedurnya: 1. Gunakan pH-meter atau lakmus untuk mengecek pH lindi di setiap unit IPL. 2. Jika pH lindi kurang dari tujuh, maka tambahkan alkali (basa) untuk menaikkan pH hingga minimal tujuh. 3. Pertahankan pH tetap minimal tujuh. 4. Cek BOD dan COD efluen IPL. Kalau terjadi perubahan yang mencolok, ulangi prosedur start up.
  
Berdasarkan bahasan di atas, kinerja IPL ini berubah-ubah dan kerapkali gagal. Atas kondisi ini, pengelola TPA tidak bisa serta merta menyalahkan operator. Siapapun yang menjadi operator di Sarimukti, pasti tidak akan berdaya mengendalikan kualitas lindi yang masuk dan yang keluar dari instalasi. Ini lantaran kondisi TPA bukanlah sanitary landfill dengan rangkaian pipa kolektor lindi, pipa gas, dan pelapisan sel sampah. Debit lindi tidak bisa diduga atau diperkirakan, apalagi pada saat hujan. Debit yang jauh melebihi kapasitas desain IPL otomatis akan merusak komunitas mikroba, andaikata sudah tumbuh dan berkembang sehingga operasi IPL mulai lagi dari awal (start up). Kejadian ini bisa terjadi berkali-kali, bergantung pada kondisi cuaca. Terlebih lagi kalau tidak ada operator khusus IPL, yaitu orang yang bertugas hanya di IPL, tidak rangkap tugas sebagai pengatur lalu-lintas truk dan urusan titik bongkar sampah atau pencatatan masuk-keluar truk di TPA.

(Jangan) Tutup Sarimukti
Menurut perundang-undangan yang berlaku seperti disebut di atas, warga dan LSM di KBB tidak perlu bersusah payah menuntut penutupan TPA Sarimukti. Protes ini sering terjadi, seperti tampak pada Gambar 4. Secara otomatis sebetulnya TPA itu sudah harus ditutup dan sampah Kota Bandung dan Kota Cimahi dialihkan ke lokasi lain yang selayaknya lebih baik daripada kondisi Sarimukti. Peran Pemprov. Jawa Barat tetap dibutuhkan sebagai fasilitator untuk mempertemukan tiga pemerintah daerah yang terkait dengan sampah ini. Prinsip pengelolaan sampah adalah win win solution, bukan NIMBY.

Selain warga dan LSM setempat, DPRD KBB pun pada November 2014 menuntut pembicaraan kembali tentang nota kesepahaman (MoU) TPA Sarimukti. Ini wajar saja lantaran mereka adalah wakil masyarakat tempat minta tolong apabila ada kasus dan kondisi yang merugikan ekonomi dan kesehatan warga. Salah satu tugas utama dewan di KBB adalah menuntaskan TPA ini agar diperoleh solusi yang menguntungkan bagi tiga pihak (KBB, Kota Bandung, Kota Cimahi) dan melapangkan jalan tugas dan fungsi Pemprov. Jawa Barat. Terlebih lagi, warga sudah melek informasi (dari ponsel, Facebook, Twitter, radio, televisi, dan koran) berkaitan dengan audit keuangan dan Kompensasi Dampak Negatif (KDN).

Distribusi dana KDN tersebut juga menjadi pertanyaan warga di sekitar TPA dan warga yang dilewati truk-truk sampah. Setiap truk yang lewat selayaknya diperhitungkan retribusinya terhadap warga terdampak, baik melalui mekanisme di pemerintahan maupun langsung kepada pejabat desa setempat yang diketahui oleh warga. Di Sarimukti juga ada jembatan timbang yang mencatat rutin jumlah truk dan berat sampah yang diangkutnya. Dicatat pula sumber sampahnya dari mana, kelurahan apa, kecamatan, dan kabupaten atau kota. Data di jembatan timbang ini bisa dijadikan acuan tiga pihak yang bersengketa ini asalkan pencatatan dan pelaporannya sesuai dengan SOP (standar operasi – prosedur) yang sudah disepakati. Saling percaya dan dicatat secara komputasi. Bahkan bisa di-sharing online kepada semua SKPD yang terkait di tiga pemerintahan dan provinsi pada detik ketika truk di atas jembatan timbang selesai didata.

Kesimpulan, pertama, peraturan negara ini sudah menegaskan bahwa open dumping seperti TPA Sarimukti harus ditutup secepat-cepatnya, terlepas dari lancar tidaknya atau dibayar-ditunggak dana untuk KDN. Tiada lagi alasan yang bisa memperpanjang lifetime Sarimukti. Kedua, Pemprov. Jawa Barat membantu Kota Bandung dan Cimahi agar memiliki TPA sanitary landfill, baik bekerja sama dengan KBB, Kab. Bandung, maupun kabupaten lainnya. Ketiga, dan ini adalah alasan kemanusiaan untuk warga Kota Bandung dan Cimahi, jangan tutup dulu TPA Sarimukti sebelum sanfil-nya siap digunakan. Berapa lama waktunya? Bergantung pada gerak cepat Pemprov. Jawa Barat dan kabupaten – kota terkait.

Jika demikian, tanda kurung judul tulisan ini bisa dihapus sehingga menjadi “Jangan Tutup TPA Sarimukti” untuk sementara ini dengan alasan humanisme, estetika, dan kesehatan warga. Pada saat yang sama pemerintah Kota Bandung melunasi tunggakan dan memberikan kompensasi kepada warga terdampak di sekitar lokasi. Semoga ini menjadi win win solution bagi semua pihak dan dapat terwujud pada tahun 2015, sepuluh tahun setelah kasus Leuwigajah, bencana terbesar TPA sampah di Asia Tenggara. *

ReadMore »

15 Juli 2015

Elizabeth Dunn: Sedekahlah, Lalu Dapatkan Bahagia

Elizabeth Dunn: Sedekahlah, Lalu Dapatkan Bahagia
Oleh Gede H. Cahyana


Seseorang sering berkata, “Aku akan bahagia kalau aku sudah menikah”. Padahal saat ini dia masih belia, sepantaran SMA. “Bahagianya diriku kalau aku sudah menjadi sarjana”. Padahal dirinya masih SMA atau baru semester dua. “Alangkah bahagianya aku, kalau anakku sudah menikah”. Saat ini anaknya masih di SD. “Bahagia diriku kalau aku sudah punya rumah seluas 1.000 m2 dan berlantai tiga”. Padahal saat ini rumahnya sudah tipe 250 m2, dua lantai, dan ada kebun di belakangnya. Begitu seterusnya, sangat banyak orang yang ingin bahagia tetapi dihalangi oleh dirinya. Oleh dirinya, bukan oleh orang lain. Mereka menunda meraih bahagia sekarang menjadi sekian tahun yang akan datang dengan mematok syarat-syarat berat. Padahal bahagia itu bisa diperoleh saat ini, sekarang juga.

Di dalam buku Cara Hidup Sehat Islami, dr. Tauhid Nur Azhar, Ph.D mengutip sebuah artikel dari majalah Science. Di majalah ilmiah tersebut, seorang pakar psikologi di University of British Columbia, Vancouver, Canada bernama Elizabeth Dunn membuktikan pada penelitiannya bahwa bahagia bisa mudah diperoleh. Dunn merilis hasil risetnya pada majalah Science Vol. 318, tahun 2008. Simpulan risetnya, seseorang akan bahagia setelah ia memberikan uang atau hadiah kepada orang lain. Makin banyak uang atau hadiah yang diberikan, makin bahagia dirinya. Ada 109 orang mahasiswa yang ditelitinya kemudian hasilnya ditulis dalam artikel ilmiah dengan judul provokatif: Spending Money on Others Promotes Happiness.

Dunn dan rekannya membagi objek penelitiannya menjadi dua kelompok. Kelompok kesatu diberi kebebasan dalam memilih jumlah uang, apakah 20 dollar atau 5 dollar. Hasilnya bisa ditebak, para mahasiswa memilih yang 20 dollar dan berkata bahwa mereka lebih bahagia dengan uang 20 dollar daripada 5 dollar. Mahasiswa itu juga menyatakan bahwa mereka akan membelanjakannya untuk keperluan dirinya, bukan untuk orang lain.Pada tahap berikutnya, Dunn dan timnya memberi 46 mahasiswa lain amplop berisi uang 5 dollar atau 20 dollar. Mereka tidak diberi kebebasan dalam berbelanja tetapi mereka disuruh membeli barang-barang yang sudah ditetapkan oleh Dunn dan timnya.

Hasilnya, mahasiswa yang mengeluarkan uang untuk amal kemanusiaan atau memberikan hadiah kepada orang lain ternyata lebih bahagia daripada mahasiswa yang menggunakan uang tersebut untuk melunasi rekening pribadinya atau untuk bersenang-senang sendiri. Dengan memberi, mereka mendapatkan kebahagiaan dan kepuasan plus yang tidak diperoleh pada orang yang membelanjakan uang hanya untuk kepentingannya sendiri. Fenomena ini tidak hanya terjadi di kalangan mahasiswa tetapi juga pada kelompok karyawan perusahaan di Boston. Tim riset Dunn meneliti karyawan pada waktu sebelum dan sesudah diberi bonus dengan besaran beragam. Tim juga mengumpulkan data karyawan seperti data gaji, pengeluaran dan tingkat kebahagiaan pada 632 orang di Amerika Serikat. Simpulan risetnya pun menarik. Dalam kedua kelompok tersebut, kebahagiaan ternyata ada hubungannya dengan jumlah uang yang dikeluarkan untuk orang lain daripada jumlah absolut gaji atau bonusnya.

Analisis ilmiah perihal sifat dermawan, pemurah, filantrofis ini berkaitan erat dengan respons defensif manusia yang sifatnya antisipatif. Manusia cenderung mempertahankan miliknya sekuat daya dan kemampuannya, bahkan sampai kikir. Istilahnya, pelit kikir kedekut buntut kasiran, mere ge hese. Faktanya memang, nyaris semua manusia cemas dan takut kehilangan harta, tahta, dan kenyamanan hidupnya sehingga mampu mengoyak pusat kesadaran emosi di otaknya yang bernama amigdala. Makin cemas dirinya, makin luas sebaran rasa takutnya dan menjadi fondasi buruk bagi dirinya lantas menimbulkan sikap egosentris, agresif, dan curiga. Orang yang dikuasai oleh sifat ini akan menjadi pendek akal, tidak berpikir untuk masa yang jauh ke depan. Karena sifat buruk itu dapat muncul kapan saja, di mana saja, dan dalam kondisi apa saja, maka Allah SWT memberikan solusi berupa kegiatan mengeluarkan zakat, infak dan sedekah, dan wakaf (ZISW).

ZISW adalah untuk mengingatkan manusia bahwa semua karunia yang diperolehnya adalah titipan sementara dari Allah. Kemampuan manusia melewati atau melompati mental barrier atau hambatan mental kepemilikan dan takut kehilangan menghasilkan dampak yang luar biasa. Muncul kesadaran yang mampu menjernihkan pikiran sehingga bebas dari ketakutan akan kehilangan. Secara neurologi, ini diproses di lokasi penting seperti nukleus acumben, girus singulata, dan nukleus raphe. Sebab, ketakutan yang lama dan “dipelihara” dapat memblokir jalur-jalur cerdas di dalam otak. Dengan mengeluarkan ZISW maka gembok pemblokir mental itu dapat dibuka sehingga jalur berpikir cerdas siap menghasilkan solusi terhadap masalah yang ada. Ini berkaitan dengan kadar kortisol yang berpengaruh pada sistem imun. Tubuh menjadi kuat dalam melawan kuman penyebab penyakit. Maka, ZISW tidak sekadar dapat melipatgandakan rejeki, menyehatkan jiwa tetapi juga mampu menyehatkan badan dan menajamkan pikiran.

Masih ada satu hari lagi untuk menunaikan ZISW. Tentu saja harus cermat agar penerima ZIS adalah golongan orang yang fakir, miskin, dll (ada delapan kelompok atau asnaf). Delapan golongan inilah yang layak menerima ZIS. Perlu diingat, zakat adalah harta milik orang lain (fakir miskin) yang bisa menjadi “karena nila setitik rusak susu sebelanga” kalau tidak dibuang (dikeluarkan). Hanya 2,5% atau 1/40 saja harta fakir-miskin yang ada di dalam harta orang kaya. Adapun wakaf, memiliki aturan dan kriteria tersendiri sehingga perlu dibahas khusus. Wakaf ini sifatnya monumental seperti tanah, gedung, ribuan buku dan bisa juga wakaf dana abadi. 

Selamat membayar zakat, infak, sedekah, wakaf dan zakat fitrah. Selamat merayakan Idul Fitri 1436 H dan maaf apabila ada kesalahan pada artikel ini. 

Taqabbalallahu minna wa minkum. *

ReadMore »

16 Mei 2015

Antara Newton dan Saintis Muslim

Antara Newton dan Saintis Muslim
Oleh Gede H. Cahyana




Banyak yang sudah tahu Hukum I, II dan III Newton. Juga tahu Isaac Newton (1642-1727), orang yang menemukan hukum tentang gerak itu. Tiga hukum gerak yang menjadi landasan ilmu mekanika itu (gaya, benda dan gerak), kini disebut Hukum Newton, memang dinisbatkan kepada Mr. Newton. Newton menulis artikel Philosophiae Naturalis Principia Mathematica atau Dasar Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, terbit tahun 1686-1687. Naskah inilah penyebabnya. Tanpa mengurangi rasa hormat, Newton dan pakar besar seperti Leonardo da Vinci (1452-1519), Galileo Galilei (1564-1642) telah diimbas oleh ide di sejumlah manuskrip buah karya ilmuwan muslim, jauh sebelum abad kebangkitan (Renaissance) Eropa, saat Eropa berada pada zaman “gelap”.

Jika hingga kini banyak buku fisika di Indonesia tidak mencantumkan peran dan pemikiran cendekiawan muslim di bidang mekanika klasik, itu lantaran informasi salah yang diterima penulis buku. Mereka, para penulis itu, seratus persen mengadopsi teks dari naskah barat yang sering menafikan kontribusi saintis muslim. Atas nama kebenaran sains semestinya penulis berupaya mencari the missing link ini, lalu menelaahnya dan memasukkannya ke dalam buku fisika edisi berikutnya, seperti halnya perombakan buku sejarah versi Orde Baru. Sejarah adalah fakta tetapi penulisan sejarah adalah sudut pandang, interest, atau bahkan vested interest, keilmuan dan kemampuan menulis. 

Warisan Yunani
Patut diakui, peran Yunani dan warisannya sangat besar pada tradisi ilmiah di kalangan saintis muslim. Konsep awal mekanika misalnya, berasal dari Plato (300-an SM), Aristotles (384-322 SM) dan Archimedes (287-212 SM). Bahkan Plato ketika itu sudah punya lembaga pendidikan bernama Academy dan Aristotles punya Lyceum. Sedangkan Archimedes, mendalami mekanika fluida (hidrolika), konsep flotasi (pengapungan) dan berat jenis sehingga digelari The Father of Mechanics (Bapak Mekanika). Kapal laut dan kapal selam adalah pengembangan idenya. Selain itu, di buku De Centro Gravitatus, ia membahas pusat gravitasi (centre of gravity), suatu titik di dalam benda yang diasumsikan menjadi pusat beratnya.

Di antara “ahli waris”-nya, yaitu peneliti bidang mekanika ini ialah Ibnu Malka, Ar-Razi, Ibnu Haitham, Ibnu Sina dan anggota Ikhwan Al-Safa. Ibnu Malka misalnya, mengupas perilaku gerak benda di bawah pengaruh gravitasi dan gaya luar lainnya (external forces). Gaya gravitasi, saat itu disebut gaya alami (natural force) ialah gaya yang mengembalikan benda ke posisi awalnya di bumi dengan rute terpendek berupa garis lurus dan kecepatannya tidak dipengaruhi oleh massanya. Ia pun membedakan antara gaya alami (natural forces atau quwwat tabii’ah) dengan gaya eksternal (compulsory forces atau quwwat qasriia), termasuk gaya perkusi (shock force) yang kini disebut momentum dan impuls. Selain itu, dialah peletak fondasi aerodinamika, ketika menjelaskan fenomena terangkatnya anak panah oleh udara di sekitarnya, setelah dilepaskan dari busunya.

The Father of Motion
Jauh sebelum Newton, Ikhwan al-Safa (al-Safa Brothers) sudah menulis hukum tentang gerak. Di dalam al-Risal tal Rabi’ah wal ‘Ashreen, mereka menyatakan bahwa benda akan tetap diam di posisinya sepanjang tidak ada gaya yang mampu menggerakkannya. Jika dipaksa, benda itu akan “berjuang” agar posisinya tetap seperti semula. Ini yang kemudian dikenal dengan Hukum I Newton bagian kesatu. Teks lengkap dari hukum kesatu itu dipaparkan oleh Ibnu Sina (980-1037) di dalam bukunya Al-Isharat. Abu ‘Ali al-Hussain ibn Sina atau Avicenna (namanya di Eropa) menulis, suatu benda tidak akan bergerak atau sebaliknya berhenti (diam) diluar dari “kemauannya” sendiri. Ia pun mensintesis bagian kedua dari hukum kesatu tadi. Katanya, benda yang bergerak akan tetap bergerak sampai ada upaya untuk menghentikannya. (Sekarang disebut Hukum Kelembaman). 

Ia juga berpendapat bahwa semua benda melawan semua gaya yang ingin mengubahnya dari diam atau bergerak. Artinya, benda itu tidak mau berubah. Tampaklah bahwa Ibnu Sina sudah meletakkan dasar-dasar ilmu inersia (inertia) pada hukum gerak yang menjadi esensi hukum I Newton. Ia juga, masih di buku Al Shifa, mensyaratkan enam elemen yang harus ada agar benda bergerak yaitu benda, gaya, lokasi, titik awal, titik akhir dan waktu.

Sebagai tambahan, konsep Hukum II Newton ternyata pertama kali dibuat oleh Ibnu Malka Al-Baghdadi (1062-1152 M) di dalam risalahnya, Al Mu’tabar.  Katanya, makin kuat gaya pada suatu benda maka kecepatannya akan makin besar. Untuk gerak benda jatuh bebas di ruang vakum, tak bergantung pada bobot, ukuran dan bentuk geometrinya. Fenomena gerak jatuh bebas itulah yang melandasi hukum kedua tentang gerak ini. Sedangkan hukum ketiga tentang gerak, yang isinya kesamaan aksi-reaksi sudah dibahas juga oleh Ibnu Malka, Al-Razi dan Leonardo da Vinci beberapa abad sebelum Newton.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Sir Isaac Newton berjasa dalam merumuskan kejadian alam tersebut (gerak) secara matematis. Itu sebabnya, formulasi Newton juga patut dihargai, diapresiasi dengan tetap mengakui sejarah perkembangan ilmu mekanika ini sejak sebelum Newton lahir. Ini semata-mata demi keadilan dan kebenaran dalam perkembangan ilmu. Tidak lebih. *
ReadMore »

21 April 2015

20 Pertanyaan: Seberapa Kartinikah Anda?

20 Pertanyaan: Seberapa Kartinikah Anda?
Oleh Gede H. Cahyana


1. Di mana beliau lahir? Kec:….., Kab.:….., Provinsi:….?
2. Tahun berapa lahir?
3. Siapa nama ibunya? Nama ayahnya?
4. Siapa saja nama saudaranya?
5. Siapa saja nama sahabat pena beliau?
6. Tahun berapa beliau menikah?
7. Berapa usianya saat menikah?
8. Siapa nama suaminya?
9. Sebagai istri keberapa saat itu?
10. Siapa nama anaknya?
11. Tanggal berapa beliau meninggal?
12. Di mana dimakamkan?
13. Siapa penggubah lagu Kartini?
14. Bisakah Anda menyanyikan lagu tersebut?
15. Siapa pengumpul surat-suratnya menjadi buku?
16. Apa judul buku tersebut?
17. Tahun berapa buku itu terbit kali pertama?
18. Kapan beliau ditetapkan sebagai pahlawan nasional?
19. Kartini berkebaya setiap hari, berapa kali Anda berkebaya dalam setahun?
20. Inspirasi dari spirit busana Kartini, maka Anda lebih suka:
            a. berpakaian a la barat (lebih banyak terbuka, rok mini)
            b. a la Kartini tapi tidak berkain, rok hingga di bawah lutut
            c. celana jeans dan T-shirts
            d.jilbab dan celana jeans
            e. jilbab/hijab.


Seberapa Kartinikah Anda? 

ReadMore »

19 April 2015

Konferensi Asia Afrika: Jangan ke Bandoeng Tanpa Istri

Konferensi Asia Afrika: Jangan ke Bandoeng Tanpa Istri
Oleh Gede H. Cahyana

Geliat peringatan Konferensi Asia Afrika sudah terasa sepekan terakhir ini. Bandung pun sudah bersolek sejak setahun yang lalu, khususnya di bilangan Jln. Asia-Afrika dan Gedung Merdeka. Tak kurang dari 32 orang kepala negara akan hadir dalam gawe besar Kota Bandung ini dan menjadi salah satu tonggak sejarah penting pada masa Walikota Ridwan Kamil. Solekan ini diharapkan mampu mendatangkan wisatawan mancanegara (wisman)  setelah peringatan KAA usai. Sebab, kedatangan wisman di Bandung ini sedikit sekali dibandingkan dengan wisdom (wisatawan domestik). Padahal dulu, pada paruh pertama abad ke-20, Bandung justru menjadi incaran orang-orang Eropa, China dan Arab. Komunitas mereka tersebar di sejumlah area di Bandung dan diabadikan dengan nama-nama kelurahan atau jalan. 

Patok waktu tahun 2015, tahun 1985, tahun 1955, tahun 1945, tahun 1935, dan tahun 1915 memberikan informasi tentang berbagai macam kejadian budaya, sosial, politik, dan pendidikan di Bandung. Setelah dikenal dengan ungkapan Parijs van Java, kota pegunungan ini pun dikenal dengan sebutan Europe in de Tropen. Eropa di Tropis, katanya. Bandung pun pernah menjadi Lautan Api pada masa revolusi fisik dan kini sering juga menjadi lautan air. Ada ungkapan, Bandung sebagai Parit (selokan) van Java. Dulu Haryoto Kunto (alm), seorang Kuncen Bandung, menyebutnya sebagai Venezia van Java. Namun plus minus sebuah kota ini tentu hal yang biasa dan menandakan aktivitas yang terus membesar dan meluas di seantero tatar Priangan.

Alam menjadi daya magnetis kuat di Bandung. Ada Lembang dan Tangkubanparahu di Utara, ada Kawah Putih di Selatan, ada bukit-bukit kapur di Barat dan persawahan di Timur. Juga hamparan perkebunan kina sejak zaman Jung Hun, permadani kebun teh, dan bangunan-bangunan Art Deco di setiap pelosok kota. Selain daya magnetis alam juga lantaran gaya bahasa dan tata tutur orang Bandung buhun (baheula, dahulu) yang lembut. Tentu berbeda dengan sekarang, terutama di sebagian kalangan generasi muda yang lebih akrab berbahasa “kebun binatang”. Magnetis lainnya adalah paras ayu gadis Priangan. Orang Belanda yang menjadi pemilik dan pekerja administratuur di perkebunan, faktanya, banyak yang menurunkan zuriat blasteran yang ganteng dan cantik. Sebelum ini pun, gadis Priangan sudah dikenal paras ayunya dan kelembutan tutur katanya. Itu sebabnya, pada tahun 1937, Majalah Mooi Bandoeng memuat tulisan berjudul “Don’t Come to Bandoeng if You Left a Wife at Home”. Jangan ke Bandung tanpa istri, begitulah kurang-lebih maknanya. Godaan itu demikian kuat dan nyaris tiada pria yang bisa lepas dari senyum dan tatapan mata mojang Priangan pada masa itu, khususnya Noniek-Noniek Indo-Belanda itu. Sekarang, entahlah, saya tidak mau komentar.

Ungkapan tersebut lantas dipopulerkan oleh Bandoeng Vooruit sehingga orang Eropa menamai Bandung sebagai Europe in de Tropen. Eropa di Tropis. Udaranya dingin, tetapi menjadi hangat pada siang hari dan berlangsung selama setahun. Ini tentu berbeda dengan Eropa yang mengalami musim dingin dan musim gugur, selain musim panas dan musim semi. Di Bandung nyaman selama-lamanya, pada awal abad ke-20 dulu. Sekarang, awal abad ke-21 ini tentu berbeda. Tapi, saya tak hendak komentar. No comment.  Mari bicara kondisi Bandung pada masa lalu saja. Seorang warga London, Inggris menulis di majalah Mooi Bandoeng pada Oktober 1937 dengan judul: Our Impressions of Bandoeng. “Bandoeng is specially in favoured in having close at hand and easy of access, many beauty spots of natural marvels rarely to met with anywhere else on the world within so small area.”

Kini, ungkapan Jangan ke Bandung Tanpa Istri tentu tetap berlaku, tetapi dengan konotasi berbeda. Seperti kota-kota besar lainnya, prostitusi seolah-olah tidak bisa diberantas, bahkan ada kepala daerah, gubernur dan bupati atau walikota yang justru membuatkan lokalisasi, menyediakan kamar dan penginapan yang dilengkapi dengan fasilitas ekonomi perdagangan. Juga lantaran zaman kiwari ini pendatang dari berbagai daerah menyesaki Bandung dengan "godaan" masing-masing. Namun, mari lupakan sejenak “bisnis lembut” ini dan fokus pada pelaksanaan KAA dengan cara ikut merayakan secara baik, aman dan tertib. Tertib di jalan, tertib sebagai penonton, tertib berkomentar di media sosial, mengambil yang positif dan meredam yang negatif apabila dapat merusak kekhidmatan peringatan KAA. 

Kelancaran peringatan KAA adalah prestasi warga Bandung yang dikenal memiliki daya magnet dan magis pada masa kolonial dulu dan menjadi tujuan wisata dan domisili kalangan bule Eropa. De Bloem der Indische Bergsteden (Bunganya kota pegunungan di Hindia Belanda)”. (Lihat juga: Asal-Usul Bandung Disebut Kota Kembang). 

Selamat merayakan peringatan Konferensi Asia Afrika. *

ReadMore »

Kartini: Surat Terakhir untuk Njonja Abendanon

Kartini: Surat Terakhir untuk Njonja Abendanon
Oleh Gede H. Cahyana

Kartini mengirim surat kepada Njonja Abendanon sebelum melahirkan anak lelaki pada 13 September 1904. Empat hari kemudian, Kartini meninggal sehingga surat itu menjadi surat terakhir korespondensinya dengan nyonya Belanda ini.  Dipetik dari buku Habis Gelap Terbitlah Terang, tertera pada halaman 187, lembar terakhir buku terbitan Balai Pustaka, Djakarta 1951, surat ini ditafsirkan sebagai masa bahagia dalam penantian akan melahirkan.
------*-----


Terima kasih ibuku atas nasihat supaja aku meriang-riangkan hatiku. Aku mendjadi kuat, mendjadi segar, memikirkan djauh daripadaku, ada djiwa mengharap dan mendoa bagi keselamatan diriku, djiwa jang ada berdjiwa pada djiwaku.

Orang jang ada melihat aku pada beberapa hari ini, mengatakan aku luar biasa girangnja.

Betapakah saia tiada girang, mengetahui ada akan tiba bahagia jang demikian besarnja itu?

Apakah salahnja lama waktu merasa kesakitan, bila bahagia jang demikian senangnja itu ada djadi pahalanja? Saia telah rindu benar menanti bidji mataku itu. Sungguhlah senang benar hati, djika mengetahui, sekian banjaknja orang turut merasa seperti saia pada beberapa hari ini.

Tuhan tiada akan tuli, mendengar sekian banjaknja hati sama-sama mendoa. Ibuku, saia jakin sejakin-jakinnja, bahwa anak ibu ini tiada akan ada alangan suatu apa. Sudah tentu ibu akan mendapat kabar dengan segera, bila kedjadian besar itu telah tiba.

Selamat malam, Ibuku sajang, terimalah sekali lagi terima kasih kami berdua banjak-banjak. Sampaikanlah salam kami berdua, dan terimalah sendiri tjiuman anak kandung Ibu.
-----*-----

Selamat merayakan Hari Kartini, 21 April 2015.

ReadMore »

17 April 2015

Santai Tetapi Serius

Santai Tetapi Serius

1. Haiti, dii mana adanya? B. Haiti, sebagai Kapolri. Siapa wakilnya?

2. Berapakah pH dari 0,1 M NaOH?

3. Tulislah satu reaksi asam basa lalu lengkapi koefisein dan materinya.

4. Jumlahkanlah bilangan ini. Coba pikirkan caranya, tanpa harus menjumlahkan satu demi satu karena akan butuh banyak waktu. 1 + 2 + 3 + 4 + 5 + ... + 1998 + 1999 + 2000.

5. Dalam kelompok benda ini, manakah yang tidak sesuai?
            a. pensil           b. pena             c. crayon          d. batang         e. kuas

6. Bilangan berapakah selanjutnya?
            4, 14, 23, 31, 38, …


7. Huruf apa selanjutnya?
            A, E, F, H, I, …

8. Huruf manakah yang tidak sesuai di dalam deretan huruf ini?
            Z, Y, X, W, V, U

9. PRIA ke JEJAKA sama dengan WANITA ke …
            a. Lelaki          b. Gadis           c. Perempuan   d. Nona

10. Karanglah sebuah paragraf yang terdiri atas 4 kalimat. Temanya bebas, tak perlu diberi judul. Boleh berupa kalimat sederhana, boleh juga kalimat campuran, juga boleh kalimat kompleks. *



ReadMore »

Kado Istimewa Hari Air Dunia 2015

Kado Istimewa Hari Air Dunia 2015
Oleh Gede H. Cahyana

Kado istimewa dunia air minum Indonesia diberikan setelah sepuluh tahun pemberlakuan Undang-Undang No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air (SDA). Pada Februari 2015 lalu, sebulan sebelum peringatan Hari Air Dunia, Mahkamah Konstitusi membatalkan UU SDA dan memberlakukan kembali Undang-Undang No. 11/1974 tentang Pengairan. UU Pengairan ini tentu tidak memadai kalau dikaitkan dengan air minum. Oleh sebab itu, situasi – kondisi sekarang menjadi status quo bagi projek air minum di Indonesia, Padahal tahun 2015 ini adalah tahun terakhir program MDG’s sektor air minum dengan target minimal 68.87%. Bahkan diharapkan 70%. Capaian saat ini sekitar 64,3%. Data validnya tentu masih dapat didiskusikan, menurut standar dan parameter apa angka tersebut dihitung dan pengecekan faktanya di lapangan untuk menghindari laporan ABS.

Kado putusan Mahkamah Konstitusi serta-merta membatalkan juga peraturan turunannya, seperti Peraturan Pemerintah no 16/2005 tentang Pengembangan Sistem PAM. Artinya, projek Rencana Induk SPAM (RISPAM) yang sedang diproses dalam lelang, baik di pemerintah pusat maupun daerah di seluruh Indonesia menjadi batal demi hukum. Namun bisa diketahui bahwa rencana lelang projek yang dilandaskan pada UU SDA, PP SPAM itu ada yang tetap berlangsung tanpa dasar perundang-undangan. Sahkah secara hukum dan konstitusi? Lantas, kalau projek dihentikan, berarti target MDG’s tidak tercapai dan melawan arus Hari Air Dunia 2015 yang bertema pembangunan (sektor air minum) berkelanjutan.

Hari Air Dunia
Tema peringatan HAD 2015 adalah Water and Sustainable Development, Air dan Pembangunan Berkelanjutan. Kekosongan undang-undang tentang air minum menjadi kendala dalam akselerasi sustainable development. Akankah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) muncul dalam waktu dekat ini? Bagaimana dengan pasal-pasal yang dinyatakan sebagai proswasta dan proasing? Perppu ini pun boleh jadi memberikan peluang pada privatisasi kalau tidak hati-hati dalam penyusunannya.

Lewat tema World Water Day tahun 2015 ini Perserikatan Bangsa-Bangsa menegaskan kembali tentang kewajiban negara untuk terus peduli pada ketersediaan air bersih dan terus-menerus membangun fasilitasnya mulai dari sumber air, pengolahan, dan distribusinya. Hingga tahun 2019, nilai projek sektor air minum ini mencapai 254 triliun rupiah sedangkan APBN hanya mampu membiayai 28%. Sisanya tentu dari swasta. Di mana peran swasta setelah dasar hukumnya tidak berlaku lagi?

Patut diakui bahwa tidak semua fasilitas air minum yang ada sudah dinikmati masyarakat. Menurut Kementerian Pekerjaan Umum, hampir 40.000 liter/detik atau sekitar 24% air olahan belum bisa dinikmati oleh masyarakat dari 168.000 liter per detik yang tersedia saat ini. Asumsi kebutuhan air adalah 150 liter per orang per hari, maka kapasitas tersebut bisa untuk melayani 97 juta orang di Indonesia. Ssisanya 140 juta orang Indonesia memperoleh air dari mata air, sumur dangkal, air sungai, atau air hujan yang boleh jadi tidak memenuhi persyaratan kualitas air minum. Akankah pembangunan bisa berlanjut tanpa kesehatan masyarakat?

Layaklah tema Hari Air Dunia 2015 ini, Air dan Pembangunan Berkelanjutan direnungkan dan ditindaklanjuti segera agar projek air minum dan sanitasi dapat bergairah kembali dengan tetap taat pada pasal 33 UUD 1945. Selamat merayakan Hari Air Dunia 2015. *

ReadMore »