• L3
  • Email :
  • Search :

27 Agustus 2008

IPAM Filtrasi Multitahap

Dimuat di MAM edisi 155, Agustus 2008.

Tanpa bermaksud menghakimi, sampai tahun 2008 ini belum ada Filtrasi Multitahap (Multistage Filtration) yang diterapkan oleh PDAM di Indonesia. Filter Multitahap (FM) mulai intensif diteliti pada satu dekade terakhir ini di Amerika Latin oleh IRC-CINARA (International Water and Sanitation Centre - Instituto de Investigacion y Desarollo en Abastecimiento de Agua) di Colombia.

Pada risetnya, CINARA membuat pilot plant dengan variasi beberapa unit operasi di Puerto Mallarino. Air bakunya berasal dari sungai dengan kekeruhan antara 80 s.d 3.600 NTU. Airnya sangat tercemar dengan rerata kandungan bakteri coliform 63.000 Colony Forming Unit (CFU) dan maksimumnya 500.000 CFU. Hasil pengolahan dengan IPAM FM ini bahkan mencapai 3 – 24 NTU dari air yang sangat keruh tanpa perlu zat kimia (koagulan). Bagaimana ini bisa terjadi? Ternyata ini terjadi karena teknologi yang mereka sebut Multistage Filtration (Filtrasi Multitahap). Variasi dan susunannya cukup banyak, dimulai dari intake, dynamic gravel filter, upflow gravel filter in layers and series, downflow gravel filter in layers and series, horizontal gravel filter, dan slow sand filter.

Kalau dilihat sejarahnya, sebetulnya unit ini sudah tua. Gravel filtration telah digunakan dalam pengolahan air tahun 1800-an di Scotlandia. Kemudian Gravel Filtration sempat lama menghilang karena kehadiran pengolahan air secara kimia dan mekanik seperti yang banyak diterapkan di PDAM berupa rapid sand filter. Namun unit gravel filter muncul kembali tahun 1980 terutama di negara-negara berkembang sebagai pengolahan awal untuk air sungai yang tinggi kekeruhannya sebelum menuju SSF. Karena gravel filter tidak perlu peralatan mekanik dan tak perlu koagulan maka gravel filter merupakan metoda pengolahan awal yang cocok karena murah.

Gravel filter terdiri atas lapisan media kerikil berukuran 4 - 20 mm dalam arah aliran air. Ada sejumlah tipenya seperti diperlihatkan pada gambar terlampir. Tipenya dikelompokkan berdasarkan arah aliran airnya (ke atas, ke bawah, horisontal) dan berdasarkan kedalaman lapisan medianya. Pemilihan gravel filter bergantung pada karakteristik air bakunya dan bergantung pada persyaratan operasi dan perawatan yang diinginkan. Fungsi utama gravel filter ialah menurunkan kekeruhan influen dan suspended solid sehingga memadai sebagai input bagi SSF. Juga dapat mereduksi penyumbatan oleh algae dan mampu mereduksi suspensi dan koloid tanpa penambahan koagulan. Secara umum, pengolahan dengan unit ini direkomendasikan bagi kekeruhan air baku yang lebih dari 10 NTU terutama ketika musim hujan.

Fungsi utamanya adalah pelindung SSF dari penumpukan partikulat sehingga membantu SSF bekerja lebih baik dan lebih lama. Ditemukan oleh pakar air minum dari Belanda yang bernama Wegelin pada 1998 bahwa dengan gravel filter ini, SSF dapat beroperasi lima (5) kali lebih lama daripada tanpanya. Unit ini dapat beroperasi sampai dengan satu tahun dengan air baku yang secara periodik sangat keruh. Ini terjadi karena ia dirancang untuk penetrasi yang dalam bagi kekeruhan dan headloss-nya rendah lantaran besar parasitasnya. Artinya, air sekeruh apapun, kalau diolah dengan unit ini maka akan menjadi jauh lebih jernih dan secara teknis dapat membantu SSF sehingga beroperasi lebih lama pada beban hidrolis yang lebih tinggi, juga mengurangi luas bak filternya sehingga menurunkan biaya konstruksinya.

Variasi Gravel Filter
DyGF (Dynamic Gravel Filter) terdiri atas 3 atau 4 bak filter. Setiap bak diisi gravel, dengan media kasar di kompartemen pertama dan berturut-turut media yang kecil atau halus di kompartemen terakhir. Air mengalir turun melewati setiap kompartemen. Ada juga Upflow Roughing Filter Seri (URFS). Karena kebanyakan akumulasi padatan terjadi di dasar filter dekat pipa pengurasnya, maka URFS ini lebih mudah dibersihkan. Fakta di lapangan, upflow dan downflow roughing filter nyaris sama kinerjanya, tetapi upflow direkomendasikan lantaran mudah dibersihkan.

URFL (Lapis) terdiri atas bak filter yang berisi multilapis media mulai dari yang media kasar di dasar bak hingga media halus di lapisan atas. Keuntungan URF Lapis ini ialah persyaratan ruangnya kecil dan biayanya rendah dibandingkan dengan HRF maupun URF Seri. URF Lapis sangat efektif untuk air yang rendah sampai medium kekeruhannya (<150 br="" ntu="">
HRF (Horizontal Roughing Filtration) terdiri atas bak horisontal dengan 3 atau 4 ruang yang panjangnya bervariasi dan dipisahkan oleh sekat (baffle) dengan aliran horisontal. Setiap kompartemen diisi gravel, media kasar di kompartemen pertama dan berturut-turut media halus di kompartemen akhir. Keuntungan HRF karena panjang medianya besar dan kapasitas penyimpanan solid juga besar maka frekuensi pembersihannya menjadi jarang. HRF ini sangat cocok untuk mengolah air yang kekeruhannya sangat tinggi. Tetapi HRF perlu lahan yang relatif lebih luas daripada URF.

Hidrolika & Kendali Debit
Apa resep yang perlu diikuti agar kinerja IPAM FM ini berhasil dalam mengolah air baku seperti hasil di atas? Salah satu yang perlu diperhatikan ialah hidrolika aliran air. Debit air yang masuk ke URF dan SSF harus diatur agar tidak berlebih sehingga merusak proses pengolahan atau terlalu kecil sehingga tidak diperoleh kapasitas produksi yang diharapkan atau malah merusak proses pengolahan unit yang lain. Kontrol debit pada SSF dapat dilaksanakan di bagian inlet, outlet atau di kedua lokasi itu. Kontrol inlet flow bisa secara filtrasi laju konstan (constant rate), bisa juga filtrasi laju menurun (declining rate).

A. Inlet Control.
a. Inlet kontrol – laju konstan.
Kontrol inlet flow agar laju filtrasinya konstan terdiri atas sebuah valve dan flow meter di aliran air baku sebelum masuk ke filter. Operator menggunakan valve kontrol aliran ini untuk mengatur laju filtrasi. Seiring dengan akumulasi headloss melewati media filter, taraf muka air di filter pun ikut naik. Keuntungan utama jenis kontrol ini adalah operator dapat dengan mudah mengontrol laju aliran dan secara fisik akumulasi headloss mudah diamati dengan melihat permukaan air di filter.

b. Inlet kontrol – laju menurun.
Kontrol inlet flow dengan laju menurun terdiri atas sebuah valve kontrol hidrolis di aliran air baku sebelum masuk ke setiap filter. Kontrol ini mengatur aliran air sambil menjaga agar elevasi permukaan air di atas filternya konstan. Selama operasi filter, taraf muka air di filter konstan tetapi debit air yang melewati filter terus menurun (mengecil). Tipe alat kontrol ini sederhana dan terjadi perubahan yang relatif kecil (smooth) dalam debit tetapi tak mudah bagi operator untuk mengontrol flow-nya. Piezometer juga diperlukan untuk menentukan headloss melewati filter karena taraf muka air tidak bisa dijadikan indikator headloss melewati filter.

B. Outlet Control.
Kontrol outlet flow terdiri atas sebuah valve dan flowmeter di pipa outlet di setiap filter. Dengan alat ini taraf muka air di atas filter dapat dikontrol dengan menggunakan valve. Outlet flow control ini adalah metode kendali sederhana yang memudahkan operator mengontrol aliran air melewati filter.

Agar operasinya mudah dan optimal, yang juga penting di dalam SSF ialah pemipaan filternya. Ada sejumlah pemipaan yang berkaitan dengan SSF, yaitu:

1. Filter- to-waste
Karena SSF adalah proses biologi, maka perlu waktu untuk ”mematangkan” (ripen) biolapisnya pada awal operasi (initial start) dan setelah disekop (scraped off). Selama masa pematangan ini air baku tetap dialirkan melewati media filter tetapi tidak dialirkan ke reservoir tetapi dialirkan ke pembuangan. Oleh sebab itu, perlu disediakan pipa dan valve yang mengarahkan air menuju pembuangan (drain valve). Pemipaan filter-to-waste harus dipasang sedemikian rupa sehingga semua filter dapat dibuang airnya sementara filter lainnya tetap beroperasi. Ini dilaksanakan dengan gate valve.

2. Overflow
Seiring dengan akumulasi headloss, permukaan airnya akan naik di filter yang alirannya dikontrol di inlet (inlet flow control). Kalau taraf muka airnya terlalu tinggi, airnya akan melimpah ke luar bak. Agar tidak terjadi kerusakan akibat limpahan air dari bak ini maka perlu dipasang pipa overflow di dalam filter. Overflow ini pun berfungsi sebagai penyisih buih (scum) dan benda-benda terapung, sampah, dll. Sebetulnya overflow di SSF ini tidak harus ada. Kalau operator setiap hari bertugas dan memantau tinggi muka air di atas media pasir maka overflow tidak perlu dipasang. Tetapi demi upaya preventif, maka bisa saja dipasang overflow di SSF, meskipun menambah biaya investasinya.

3. Supernatant drain
Pemipaan yang tepat dan pemasangan katup (valve) dapat memperlancar penyekopan pasir dan proses pembuangannya. SSF harus dilengkapi dengan supernatan drain untuk mempercepat pembuangan air yang terkumpul di atas filter sebelum filter disekop. Posisi supernatant drain ini tepat di atas permukaan pasir yang dikeringkan. Supernatant drain dibuat sehingga memudahkan air mengalir melewati bak untuk mengaduk-aduk biolapis di permukaan pasir.

4. Drain
Drain filter yang terpisah harus disiapkan di dasar setiap filter agar air supernatan dapat diturunkan sampai di bawah permukaan pasir selama proses pengerikan biolapis. Drain ini dapat dihubungkan dengan sistem underdrain dan diletakkan sebelum alat kontrol level air.

5. Backfill
Pipa-pipa outlet di setiap filter hendaklah dihubungkan dengan pipa di filter yang ada di sebelahnya. Filter yang di sebelahnya ini dapat memberikan air filtratnya yang belum diklorinasi ke filter yang didrain lewat sistem underdrainnya. Ini biasa disebut backfilling. Proses ini perlu dilakukan setelah pengerikan (penyekopan) pasir filter untuk mencegah pemerangkapan udara (air-locking) di dalam media filter. Air untuk proses ini tidak boleh berisi klor karena dapat membasmi mikroorganisme di dalam biolapis.

6. Distribusi inflow.
Air baku yang masuk ke filter tak boleh di satu lokasi saja karena dapat merusak lapisan pasir (scouring atau erosi). Air baku hendaklah disalurkan secara merata di sepanjang sisi filter, minimal di satu sisi. Ini bisa dilaksanakan dengan pipa header berlubang-lubang. Dari lubang orifices inilah air terdistribusi ke semua bagian permukaan filter. Bisa juga dengan cara melimpahkan air influen di sepanjang salah satu sisi filternya..

7. Koleksi filtrat.
Air dikumpulkan di bagian bawah filter dengan sistem underdrain. Sistem ini terdiri atas pipa manifold dan lateral untuk meratakan headloss di semua bagian underdrain. Pipa-pipa ini berbahan PVC yang berisi lubang-lubang orifices berdiameter 1 cm.

Apabila kriteria desain diterapkan dengan betul dan operasinya mengikuti kaidah dalam hidrolika aliran airnya maka kinerja yang diharapkan akan dapat dicapai. Yang juga besar pengaruhnya pada kinerja IPAM FM ini adalah operatornya. Mereka hendaklah diberi pelatihan agar dapat mengoperasikan dan memelihara instalasi ini dengan baik.*
ReadMore »

Elektroflotasi, Si Pengolah Limbah

Dimuat di MAM edisi 154, Juli 2008.

Air baku bisa dikatakan sebagai masalah terbesar di PDAM, selain masalah lainnya. Tak hanya kuantitasnya yang terus menyusut, tetapi kualitasnya pun memburuk. Yang banyak bermasalah secara kualitas tak lain daripada air permukaan seperti sungai, danau, dan waduk. Salah satu masalah kualitas itu ialah pertumbuhan algae yang begitu cepat, biasa disebut blooming. Akibatnya, badan air potensial mendangkal dan yang pasti, kualitas airnya memburuk, berbau busuk seperti aroma septic tank pada musim kemarau. Kejadian ini bisa disaksikan di triwaduk Citarum, yaitu Saguling, Cirata, Jatiluhur. Kalau sudah demikian, maka beban pengolahan yang ditanggung PDAM ikut-ikutan naik.

Apa pasal hal di atas dapat terjadi? Salah satu sebabnya ialah unsur hara yang ada di dalam air limbah, khususnya limbah yang kaya nitrogen dan fosfat. Yang banyak mengandung unsur ini adalah deterjen, senyawa kimia yang nyaris ada di setiap rumah, juga digunakan di londri (laundry) dan rumah sakit. Pun pabrik makanan yang berbasis susu sapi, kambing, dan unta. Dengan demikian, nitrogen (N) dan fosfat (P: phosphate) bisa dikatakan sebagai “musuh” PDAM. Oleh sebab itu, semua institusi yang menjadi sumber N dan P, termasuk rumah tangga dan usaha kecil-menengah (UKM) dianjurkan mengolah air limbahnya. Namun faktanya, kewajiban ini sulit dilaksanakan meskipun ada undang-undang, peraturan menteri, peraturan daerah, dll yang dirilis sejak awal 1980-an.

Satu di antara sekian kewajiban pembuang air limbah khususnya kalangan industri yang mesti dilaksanakan ialah mengolah air limbah yang kaya unsur hara itu dengan beragam teknologi yang tersedia. Wujud teknologinya bisa berupa terapan fenomena fisika, biologi, kimia, atau gabungan dua atau tiga fenomena itu. Satu di antaranya dan ini terus berkembang ialah elektroflotasi. Sebelum masuk ke mekanisme proses unit ini, dibahas dulu karakteristik sumber pencemarnya, yaitu deterjen.

Deterjen termasuk kelompok zat pembersih seperti sabun dan di dalamnya berisi senyawa seperti berikut. Kesatu, senyawa surfaktan, fungsinya sebagai zat aktif permukaan dan ujung-ujung rantai molekulnya bersifat hidrofil (hydrophile, suka air) dan hidrofob (hydrophobe, takut air tapi suka minyak, lemak). Zat inilah yang dapat menurunkan tegangan permukaan air sehingga kotoran di serat-serat kain terlepas. Zat kedua disebut builder, fungsinya sebagai penambah efisiensi pencucian dengan cara menetralkan kation penyebab kesadahan (materi kesadahan/hardness sudah dibahas di MAM sebelumnya). Zat inilah yang banyak mengandung fosfat, seperti sodium tri polifosfat. Yang ketiga ialah filler atau pengisi berupa zat yang tidak berkemampuan meningkatkan daya cuci tetapi hanya menambah kuantitas seperti sodium sulfat. Yang keempat, zat aditif, sebagai penambah semata dan tidak berkaitan dengan kemampuan daya cuci. Misalnya, pewangi, pemutih, pewarna, dll.



Jenis Flotasi
Flotasi dalam bahasa Inggris sering ditulis floatation, berasal dari kata dasar float yang berarti apung atau kambang. Flotasi bisa diartikan sebagai fenomena pengapungan atau pengambangan suatu zat yang berada di dalam medium fluida (zat alir), baik cair maupun gas. Apungan ini terjadi karena zat pencemar di dalam fluida (misalnya air) seolah-olah diusung atau disunggi oleh gelembung udara yang sengaja “dibuat” (dimasukkan) lewat berbagai cara. Ada yang menggunakan blower, kompresor, ada juga yang memanfaatkan energi listrik untuk mengubah air menjadi gas yang lepas di dalam air. Yang disebut terakhir adalah topik artikel ini.

Metode yang memanfaatkan udara luar untuk sumber gaya apung sudah sering diterapkan di IPAM di berbagai negara maju namun agak kurang diterapkan di Indonesia. Mungkin saja belum ada PDAM yang menerapkannya lantaran kurang populer dan kalah bersaing dengan unit koagulasi-flokulasi, klarifikasi, sedimentasi. Tetapi mudah-mudahan PDAM ada yang mau menginformasikan apabila di IPAM-nya sudah diterapkan flotasi, baik yang optimal kinerjanya maupun yang belum. Memang faktanya, flotasi lebih banyak digunakan di IPAL pabrik yang air limbahnya kaya minyak dan lemak.

Flotasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Dispersed Air Floatation dan Dissolved Air Floatation. Pembeda utama dua unit flotasi tersebut ialah pada ukuran atau diameter gelembung udara yang terbentuk. Kalau ukurannya 1 mm, maka disebut Flotasi Dispersi (Dispersed Air Floatation). Kemudian yang jenis kedua ialah Flotasi Larut (Dissolved Air Floatation) dengan ukuran gelembung jauh lebih kecil daripada unit sebelumnya, yaitu antara 70 dan 90 mikron.


Elektroflotasi
Per definisi, elektroflotasi ialah flotasi yang melibatkan elektron. Dalam hal ini diartikan sebagai aliran elektron di dalam sirkuit listrik. Sebab, hakikatnya listrik merupakan aliran elektron dari kutub negatif ke kutub positif. Proses ini juga melibatkan reaksi kimia di dalam aliran listrik, yaitu elektrokimia. Artinya, fenomena yang terjadi adalah fisika dan kimia. Apungan merujuk pada fenomena fisika, berkaitan dengan hukum Archimedes dan pembentukan gas terjadi lewat reaksi kimia yang dipicu oleh aliran elektron (listrik) dan lumrah dikenal dengan sebutan elektrolisa air. Dengan bantuan elektroda, unit ini mampu mengubah air menjadi gas hidrogen dan oksigen (dianalogikan sebagai “blower” atau “kompresor” pada unit flotasi).

Reaksi yang terjadi pada elektroflotasi dikenal dengan istilah reaksi redoks atau reduksi oksidasi. Reduksi terjadi di katoda dengan reaksi: 2H2O + 2e → 2(OH-) + H2. Reaksi oksidasi terjadi di anoda dengan reaksi: 2H2O → 4H+ + O2 + 4e. Agar mudah diingat, “jembatan keledai” yang dapat digunakan ialah KRAO. K = katoda, reaksinya reduksi. A = anoda, reaksinya oksidasi. Berikutnya adalah KNAP: katoda = negatif, anoda = positif.

Bagaimana dengan arus listriknya? Jenis arus listrik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu arus DC (Direct Current) dan AC (Alternating Current). Arus DC diterjemahkan menjadi arus searah. Ini terjadi karena ada aliran elektron dari titik yang tinggi energi potensialnya ke titik yang rendah energi potensialnya. Arus ini dihasilkan oleh sumber listrik yang kutubnya tetap, seperti batere dan aki. Di sumber listrik ini terjadi reaksi kimia lalu hasilnya berupa beda potensial antara kutub positif dan kutub negatif. Kutub positif dan negatif tidak berubah (tetap) selamanya. Kejadian berlawanan terjadi pada arus AC. Di sini terjadi perubahan menerus pada arah arusnya sehingga sering disebut arus bolak-balik, seperti listrik yang dipasok oleh PLN atau genset.

Lantas, bagaimana mekanisme pemisahan (removal) deterjen dari air limbah? Sejumlah cara telah diprediksi, dicoba dan ditelaah di berbagai negara, termasuk Indonesia. Cara yang dianggap mewakili pelekatan (attachment) dan endapan (deposition) deterjen di permukaan anoda ialah beda potensial listrik. Mekanismenya sbb: (1) migrasi, yaitu perpindahan ion-ion deterjen yang bermuatan negatif menuju anoda yang positif muatannya; (2) difusi, yaitu perpindahan ion menuju anoda. Deterjen yang bermuatan negatif akan menempel di anoda sehingga terbentuk lapisan (endapan) di permukaan anoda. Penebalan oksida aluminum ini disebut anodisasi, terjadi karena berada di dalam larutan elektrolit dan dihubungkan dengan kutub positif yang berujung pada pelapisan logam oleh alumina (Al2O3). Reaksinya sbb: Anoda 2Al + 3H2O → Al2O3 + 6H+ + 6e. Di katoda terjadi reaksi: 6e + 6H+ → 3H2.

Bagaimana konfigurasi elektroflotasi? Artikel ini dilengkapi dengan foto elektroflotasi dalam skala laboratorium. Dengan unit ini, penelitian elektroflotasi dilaksanakan di laboratorium jurusan Teknik Lingkungan Universitas Kebangsaan Bandung. Jika diacu pada parameter efisiensi, maka hasil penelitian elektroflotasi ini masih dalam lingkup cukup memuaskan. Taraf efisiensinya berada di bawah kemampuan teknologi adsorbsi yang banyak diterapkan di rumah sakit dan juga di bawah efisiensi unit pengolahan biologi dengan advanced treatment. Oleh sebab itu, peluang untuk menerapkan unit elektroflotasi ini masih menghadapi banyak kendala.

Bagi PDAM, masih ada peluang untuk menggunakan unit ini terutama untuk mereduksi kekeruhan air baku yang mayoritas disebabkan oleh koloid dan suprakoloid. Hanya saja, pasokan energinya relatif tinggi dan perlu operator yang terlatih dengan baik serta perlu dipantau terus menerus. Masalah lainnya, belum banyak ada literatur dan jurnal mutakhir yang melaporkan penerapan elektroflotasi dalam mereduksi koloid dan suprakoloid di dalam air baku untuk keperluan air minum dan juga (mungkin) belum ada aplikasinya dalam skala lapangan. Di sinilah salah satu peran penting lembaga Litbang di PDAM untuk mencoba dalam skala laboratorium dan/atau pilot scale dan bekerja sama dengan institusi lain, misalnya lembaga penelitian atau perguruan tinggi. Lantas, kalau bagus hasilnya, maka hasil penelitian skala laboratorium dan pilot ini dapat dicobaterapkan dalam skala lapangan, sekaligus memelopori teknologi ini di PDAM. *
ReadMore »

Demineralisasi

Dimuat di MAM edisi 152, Mei 2008.
Variasi zat padat terlarut seperti ditulis pada MAM edisi 150, Maret 2008 dimulai dari molekul, atom dan ion dengan diameter 10 nm, 1 nm, dan 1 Angstrom. Salah satu cara untuk menghilangkannya ialah teknologi demineralisasi atau desalinasi. Demineralisasi yang bersinonim dengan desalinasi ini dilaksanakan dengan ion exchange dan/atau membran semipermeabel. Hanya saja, kedua unit tersebut perlu air yang bebas koloid, bebas suspended solid, apalagi coarse solid.


Seperti tersurat pada namanya, demineralisasi dengan ion exchanger (resin) ini bertujuan menghilangkan zat padat terlarut (ionic) di dalam air (dan zat cair lainnya) sehingga banyak diterapkan untuk memurnikan air (purification), tidak sekadar penjernihan (clarification). Purifikasi hanya diterapkan untuk kalangan industri demi memperoleh air bebas mineral sebagai air proses, boiler, atau yang lainnya. 

Bisa dikatakan, aplikasi utama demineralisasi ialah menyiapkan air berkualitas tinggi untuk umpan (feed water) boiler. Guna lainnya ialah dalam pabrik serat sintetis seperti nylon, rayon, dan kain pada umumnya. Begitu pula pabrik komponen elektronika seperti televisi, komputer, dan farmasi perlu air ultramurni. Bahkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dan yang berbahan bakar batubara pun perlu proses demineralisasi atas air umpannya.

Khusus untuk air boiler, demineralisasinya dilaksanakan dengan ion exchanger yang terdiri atas cation exchanger (catex, penukar kation) dan anion exchanger (anex, penukar anion). Dua jenis atau dua tahap penukar ion inilah yang biasanya dipasang seri dalam dua kolom terpisah. Air bakunya melewati penukar kation dulu, baru kemudian dilalukan di penukar anion. Tetapi urutan ini bisa saja dibalik, bahkan bisa juga dicampur dalam satu kolom yang disebut mixed bed atau monobed. Artinya, semua susunan resin tersebut memiliki kelebihan sekaligus kekurangan, bergantung pada tahap prosesnya, kualitas media resinnya dan kualitas air baku yang diolahnya.

Ion exchanger tersebut serupa prinsipnya dengan pelunakan air di PDAM. Ion natrium ditukar oleh ion kalsium dan magnesium dalam jumlah yang ekivalen (setara) sehingga hakikatnya tidak terjadi pengurangan jumlah zat padat terlarut (dissolved solid) di dalam air olahan. Oleh sebab itu, kalau air hendak digunakan untuk keperluan boiler atau farmasi, dll maka ion natrium itu tidak boleh lolos ke kompartemen air olahannya.

Sebab, baik ion kalsium, magnesium maupun ion natrium memberikan kontribusi yang sama pada pembentukan zat padat terlarut (dissolved solid). Untuk maksud ini, kationnya lantas diganti dengan ion hidrogen dan ion hidroksida sebagai pengganti anionnya. Ion hidrogen dan hidroksida ini akan bergabung menjadi air (H2O) sehingga tidak ada tambahan padatan terlarut dan tidak mempengaruhi pH.

Satu hal penting, kalau menggunakan air permukaan, maka tahap pengolahan air seperti yang biasa diterapkan di PDAM wajib disertakan untuk melindungi unit ion exchanger dari sumbatan koloid, SS, coarse solid, dan zat organik. Baru selanjutnya dipasang sistem demineralisasi. Sistem ini bisa bermacam-macam urutannya. Opsi yang bisa dan biasa dipasang ialah strong dan weak acid cation exchanger, strong dan weak base anion exchanger, mixed bed, decarbonator atau vacuum deaerator.

Sebagai contoh, (1) strong acid catex, decarbonator, strong base anex; (2) strong acid catex, weak base anex, decarbonator, strong base anex. Variasi sistem ini dapat dilanjutkan hingga mencapai minimal sepuluh sistem. Kalau digabung dengan jenis unit pengolah lainnya untuk meningkatkan kualitas air olahannya maka jumlahnya akan terus bertambah. Beda urutan dan beda unit yang dipasang akan mempengaruhi kualitas air olahan.

Pengolahan dengan ion exchanger ini minimal dilaksanakan dalam dua tahap. Biasanya kation disisihkan dulu lalu diikuti penyisihan anion. Ion exchange yang mempertukarkan ion di dalam air (larutan) dengan ion lain di dalam media resin banyak diterapkan untuk menurunkan kesadahan dan penyiapan air umpan ketel. Di dalam teknologi pengolahan air limbah, pertukaran ion digunakan untuk menyisihkan logam-logam toksik atau untuk recovery metal.

Bahan resin bisa berupa media alami, bisa juga media sintetis. Yang paling banyak diterapkan ialah resin sintetis karena bagus kinerjanya. Resin ialah senyawa hidrokarbon tiga dimensi yang berisi gugus fungsional (contoh gugus fungsi: alkohol, karboksilat, karbonil). Gugus fungsi ini mempengaruhi karakteristik senyawa (campuran) organik dan di sinilah tertambat ion yang dapat ditukar serta larut di dalam air.

Sebagai media porus, resin mudah tersumbat (fouling). Ion besi dan mangan, juga koloid, suspended solid dapat menyumbat resin. Apalagi resin dapat dimasukkan sebagai koagulan yang baik bagi zat padat. Oleh sebab itu, konsentrasi padatan sebaiknya kurang dari 2 NTU. Mengacu pada angka ini, maka air yang masuk ke resin akan tampak sangat jernih.

Umpan Ketel
Air umpan ketel yang tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan masalah seperti terjadinya kerak (scale), korosi, dan busa. Kerak dapat terjadi akibat presipitasi padatan dalam air lalu melekat di permukaan dinding ketel. Ini berakibat pada pemanasan lanjut lokal (local overheating) sehingga fungsi logam ketel sebagai konduktor berkurang atau bahkan gagal. Beberapa kerak yang sering terbentuk antara lain: kalsium karbonat (kalsit), kalsium sulfat, magnesium hidroksida, besi oksida, kalsium silikat, magnesium silikat.

Berkenaan dengan korosi, fenomena ini disebabkan oleh pH airnya terlampau rendah, ada gas oksigen di dalam air, karbondioksida, klor, hidrogen sulfida, dll. Juga adanya garam-garam dan zat padat tersuspensi. Oksigen di dalam air, apalagi didukung oleh pH yang rendah justru dapat menambah proses korosi sehingga logam berubah menjadi bentuk bijih logam dalam proses elektrokimia yang kompleks.

Secara umum reaksi korosi bisa ditulis sebagai berikut: Fe + 2H2O ↔ Fe(OH)2 + H2. Jika diperhatikan dengan seksama, tampak tanda panahnya bermata dua sehingga reaksi ini dinamai reaksi kesetimbangan. Pada suatu saat reaksi tersebut akan “berhenti” karena mencapai titik setimbang sehingga proses korosi pun berhenti. (Sesungguhnya reaksinya tidak pernah berhenti, tetapi terus berlanjut. Hanya saja, konsentrasi ekivalennya tidak berubah, atau konsentrasi yang bereaksi setara dengan yang terbentuk).

Namun demikian, kehadiran gas oksigen di dalam air dan rendah pH-nya menyebabkan gangguan pada reaksi kesetimbangan lalu bergeser ke kanan. Pergeseran ini lantas terus melanjutkan proses korosi pada permukaan ketel. Akibat oksigen dan pH air yang rendah ialah:
Fe(OH)2 + O2 + 2H2O → Fe(OH)3.
2H2 + O2 ↔ 2H2O
Fe(OH)2 + 2H+ ↔ Fe2+ + 2H2O.

Berkaitan dengan penyisihan gas, banyak ragam caranya. Karbondioksida misalnya, bisa dihilangkan dengan cara aerasi (open aerator, degasifier). Adapun oksigen biasanya dihilangkan dengan vacuum deaerator, heater deaerator untuk umpan ketel, penambahan sodium sulfit atau hydrazine. Gas lainnya seperti H2S, NH3, CH4 bisa dihilangkan dengan aerasi seperti banyak diterapkan di IPAM milik PDAM.

Tahap Operasi
Dalam paparan ringkas di bawah ini disampaikan empat tahap proses demineralisasi.

1. Tahap operasi (service, layanan)
Pada tahap ini terjadi reaksi-reaksi seperti ditulis pada Surat Pembaca MAM edisi 150, Maret 2008. Pada artikel ini reaksi tersebut tidak ditulis kembali. Pembaca dipersilakan merujuk ke MAM edisi Maret 2008. Umumnya air baku mengalir dari atas ke bawah (downflow). Pada artikel ini disisipkan juga sebuah unit tipikal demineralisasi dengan dua media (two bed demineralizer).

2. Tahap cuci (backwash)
Kalau kemampuan resin berkurang banyak atau habis maka tahap pencucian perlu dilaksanakan. Air bersih dialirkan dari bawah ke atas (upflow) agar memecah sumbatan pada resin, melepaskan padatan halus yang terperangkap di dalamnya lalu melepaskan jebakan gas di dalam resin dan pelapisan ulang resin.

3. Tahap regenerasi
Tujuan tahap ini adalah mengganti ion yang terjerat resin dengan ion yang semula ada di dalam media resin dan mengembalikan kapasitas tukar resin ke tingkat awal atau ke tingkat yang diinginkan. Operasi regenerasi dilaksanakan dengan mengalirkan larutan regeneran dari atas resin. 

Ada empat tahap dalam regenerasi, yaitu backwahing untuk membersihkan media resin (tahap dua di atas), memasukkan regeneran, slow rinse untuk mendorong regeneran ke media resin, fast rinse untuk menghilangkan sisa regeneran dari resin dan ion yang tak diinginkan ke saluran pembuangan (disposal point).

4. Tahap bilas (fast rinse).
Air berkecepatan tinggi membilas partikulat di dalam media resin, juga ion kalsium dan magnesium ke pembuangan dan untuk menghilangkan sisa-sisa larutan regenerasi yang terperangkap di dalam resin. Pembilasan dilakukan dengan air bersih aliran ke bawah. Setelah tahap ini, proses kembali ke awal (tahap service).

Sesungguhnya konfigurasi instalasi dan proses demineralisasi sangat kompleks, tidak sesederhana seperti yang ditulis di atas dan jauh lebih rumit daripada IPAM yang dimiliki PDAM. Pada kesempatan lain akan diupayakan untuk menghadirkan artikel yang mengupas variasi unit demineralisasi ini dari sudut pandang satu proses saja secara lebih lengkap.*
ReadMore »

23 Agustus 2008

Untuk Walikota "Baru"

Tribun Jabar


Usai sudah hajatan pemilihan langsung walikota Bandung. Pasangan Dada Rosada dan Ayi Vivananda hadir sebagai pemenang. Ucapan selamat sekaligus “wanti-wanti” dan kehati-hatian dalam melaksanakan amanah warga Bandung patutlah diberikan. Apa yang akan terjadi lima tahun ke depan di tatar Bandung, hanya Sang Mahatahu yang paham. Rencana pembangunan lima tahun ke depan memang bisa dikonsepkan oleh walikota “baru” dibantu timnya. Namun demikian, prediksi perubahan sosial, ekonomi, lingkungan, dan politik, termasuk geliat agama bersifat cair dan labil sehingga beragam perubahan kondisi mungkin saja terjadi pada pra dan pasca pemilu 2009.

Lepas dari semua itu, sebagai pasangan yang diberikan kepercayaan lebih banyak oleh warga Bandung ketimbang dua pasangan lainnya, wajarlah diapresiasi. Patut pula dicermati, dari sekian persen pemilihnya, tentu dilatari oleh maksud dan tujuan yang berbeda. Begitu pun pemilih pasangan kedua dan ketiga, pasti bermaksud dan tujuan yang khas masing-masing. Ada yang memilih lantaran keterikatan keluarga, keterkaitan partai politik, kesukuan, agama, ke-PNS-an, keormasan, keolahragaan, ekonomi, bantuan program pemerintah dan banyak lagi alasan lainnya. Bahkan ada yang memilih karena walikota punya program PLTSa, terutama orang yang terkait dengan projek ini seperti pengusaha, tim ahli, desainer, supplier, vendor, calon karyawan, dll.

Berkaitan dengan poin terakhir itu, saya menyarankan walikota untuk mengurungkan niatnya membuat PLTSa. Orang terawam sekalipun pasti tahu bahwa membakar sampah lebih bahaya daripada mengurugnya. Sampah karet, ban, plastik, logam bercat warna-warni dan beracun akan menguap dan mencemari udara Bandung. Tetapi kalau diurug, polusinya tak terjadi. Polusi akibat urugan sampah hanya pada aspek dekomposisi anaerobik yang melepaskan CO2 dan CH4. Namun kalau dibakar, selain timbulan CO2, semua plastik, kaleng, cat, batere, aki, karet, ban, dan logam lainnya berubah menjadi gas dan partikulat kemudian mencemari udara Bandung selama-lamanya.

Kepulan pencemar itu mengancam kesehatan fisik warga Bandung, juga mempengaruhi kondisi sosial, ekonomi, dan kejiwaannya. Polusi memicu sakit kejiwaan dan sosial lantaran ekses lingkungan, perubahan perilaku, pelayanan kesehatan yang belum optimal, dan faktor bawaan (keturunan). Di antara faktor ini, lingkunganlah yang terbesar efeknya pada kesehatan. Relasi lingkungan dan manusia intensif terjadi dan saling mempengaruhi. Kalau tak terkendali, perusakan lingkungan akibat polusi air, tanah, dan udara otomatis menurunkan kesehatan, menghilangkan kenyamanan hidup, memperluas tekanan sosial dan ekonomi.

Satu contoh tekanan ekonomi dan sosial ialah krisis air minum. PLTSa rakus menyedot air dan banyak membuang limbah padat sisa bakaran, lantas merusak stabilitas udara dan mencemarinya dengan SOx, NOx, CO2, dioksin, uap logam, dan gas lainnya. SOx dan NOx melecut hujan asam, merusak bangunan, mengorosi logam, pagar, mobil, ekosistem, pertanian dan hutan. Kepulan asap PLTSa mengandung bahan berbahaya – beracun, kuat toksiknya dan terjadi bioakumulasi di tubuh hewan dan manusia. Sebaran lewat udara cepat meluas akibat tiupan angin, menjangkau seluruh cekungan Bandung. Akibatnya, warga Bandung yang golput dan yang tidak, semuanya menghirup zat beracun, memakan makanan dan meminum air yang terkontaminasi, terpapar lewat pernapasan, mulut dan kulit.

Dampak terburuknya berupa cacat fisik dan kematian, bergantung pada dosis pencemar dan waktu pajanannya. Penyakit non-infeksi yang terjadi ialah cacat organ, kanker, darah tinggi, asma, cacat bayi, lemah mental, gangguan pertumbuhan fisik dan psikis, lemah intelegensi (idiot). Semuanya bisa bersifat permanen, tak dapat disembuhkan seperti sedia kala sehingga muncullah generasi tak produktif, depresi, bertekanan mental. Kepulan asap rokok saja dapat merugikan kesehatan sehingga Komnas HAM pun sampai meminta fatwa haram atas rokok kepada MUI, apalagi asap PLTSa yang jauh lebih bahaya dan beracun, bahkan bisa “dirokok” oleh bayi yang baru lahir lewat hidung mungilnya.

Kalau dikaitkan dengan pilwalkot, bisa diduga sedikit warga yang memilih walikota “baru” karena alasan akan membuat PLTSa. Andaikata pemilih “jenis ini” tahu dampak buruk PLTSa, bisa dipastikan mereka tak bakal memilihnya. Mereka memilih karena ada kepentingan bisnis, projek, supplier, desainer, calon karyawan, dll. Juga patut dicatat, Bandung berbeda dengan Singapura. Di negara pulau ini polusi udara akibat PLTSa tidak mengambang di langit Singapura tetapi menyebar ke Indonesia dan Malaysia akibat hembusan angin. Di Bandung tidak demikian, kepulan gas beracun lepasan PLTSa terus berputar-putar di udara Bandung sambil menebar maut. Hewan liar, ternak, sayur, padi, cabe, cengek, kol, buncis, jambu, pepaya dan semuanya terpolusi lalu polutannya masuk ke tubuh orang Bandung.

Lewat tulisan ini semoga walikota “baru” memperbarui niatnya demi kesehatan fisik, psikis, ekonomi, dan sosial warga Bandung dengan cara mengalihkan rencana PLTSa ke program lainnya, yakni 7R (reduce, reuse, recycle, replace, recovery, relocation, dan responsible) dan pengomposan dengan hati lapang dan sabar. Pembiasaan tak bisa instan. Orang yang biasa merokok dan membuang puntungnya sembarangan tentu butuh waktu agar terbiasa tidak merokok. Kalaupun ia merokok, terbiasa meletakkan puntungnya di asbak setelah baranya dimatikan pun perlu pembiasaan.

Akhir kata, selamat melaksanakan amanah sebagai walikota. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, hendaklah pejabat (pemimpin) menjadi the servant leader, pemimpin (pejabat) pengabdi (pada warganya, khususnya kelompok lemah, miskin, dan marjinal). Ulama sering berkata, pintar-pintarlah meniti buih agar selamat badan sampai ke seberang. Diawali oleh bahagia, semoga diakhiri juga oleh bahagia, meskipun ujungnya, dan ini berlaku bagi semua orang, adalah berkalang tanah. *
ReadMore »

9 Agustus 2008

Wali Kota, Wali Murid, Wali Sanga

Tribun Jabar

Kata wali sudah demikian dekat dengan tubuh dan pikiran orang Bandung. Dua bulan terakhir ini kata itu sudah masuk ke sudut-sudut RT/RW dan menjadi obrolan di pos ronda, warung kopi, terminal, kantor, kampus dan pasar. Spanduk, poster, leaflet, brosur, koran, majalah, tabloid, dan juga internet disarati kata wali(kota). Apa sesungguhnya makna kata wali itu?

Sudah lama sebetulnya orang Indonesia, khususnya yang tinggal di Jawa, mendengar dan membaca kata wali. Yang paling terkenal adalah kata Wali Sanga, sembilan ulama yang sohor karena mengabdikan dirinya demi penyebaran Islam. Yang juga sudah lama dikenal ialah kata wali nikah. Perempuan yang menerima pinangan seorang lelaki perlulah berwali kepada orangtua, saudara lelaki, wali muhakam, ataupun wali hakim. Relasi perwalian di sini erat kaitannya dengan kasih sayang.

Di buku rapor murid SD s.d SMA pun didapati kata wali. Ada wali kelas, ada wali murid di rumah. Keduanya adalah wujud dari tanggung jawab terhadap murid yang diasuhnya. Wali kelas dan wali murid akan dengan senang hati membubuhkan tandatangannya di rapor ketika melihat orang yang diwaliinya berhasil dalam sekolahnya. Rasa bahagia ini adalah cermin dari pengabdian dan tanggung jawab orang tua sebagai wali murid dan guru sebagai wali kelas. Tanggung jawab adalah menanggung semua jawaban untuk orang yang diwaliinya dengan kasih sayang.

Dari deretan kata atau frase yang berisi kata wali tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi utama wali dalam konteks pemerintahan ialah terima tanggung jawab. Seorang wali kota adalah orang yang menanggungkan waktunya, tenaganya, pikirannya, bahkan uangnya untuk yang diwaliinya, yaitu masyarakat. Satu orang saja warganya yang sakit, maka secara normatif wali kota mesti tahu dan menengoknya. Namun demikian, karena massa komunitas kota sudah besar, mencapai 2,5 juta orang, maka fungsi kepedulian ini ditransformasikan dalam bentuk kemudahan untuk berobat. Jumlah dan sebaran puskesmas, posyandu, balai pengobatan berbiaya rendah karena disubsidi, dll menjadi tolokukurnya.

Begitu pun kalau ada anak usia sekolah yang belum sekolah karena tidak berbiaya, maka sebagai walinya, seorang walikota wajib menyantuninya, syahdan dengan uangnya sendiri dari hasil sawah-ladangnya, dari gajinya, bahkan dari warisan orang tuanya. Jika ada yang tidak bisa mencari sepiring nasi, menggelandang di perapatan jalan, dan tidur beratapkan langit berselimutkan desir angin malam, seorang wali kota wajib memberikan makanan, minuman, selimut, dan perangkat lainnya.

Haruskah demikian? Wali adalah pengayom, pelindung dan pemeduli orang yang diwaliinya. Dalam konteks pemerintahan, semua uang yang dikumpulkan dari masyarakat lewat instrumen pajak dan retribusi bisa dikerahkan untuk membiayai tugas kewalian seorang walikota. Kalau ada wali kota yang bergelimang uang sementara rakyatnya menjelata di jalan, belumlah layak ia diamanahi sebagai wali. Oleh sebab itu, wajiblah wali kota meniru Wali Sanga, misalnya Sunan Kalijaga. Beliau setia menjaga kali (sungai) siang malam. Jadi, selayaknyalah walikota terus berjaga (tidak tidur, artinya bekerja serius, tidur sebentar saja, pagi-pagi bangun dan keliling kota untuk incognito) dan menjadi “Kotajaga”.

Tentulah maknanya tidak harfiah. Walikota harus terjaga karena takut ada warganya yang sakit tetapi tidak punya uang untuk berobat, ada yang putus sekolah karena tidak beruang, ada yang kedinginan karena menggelandang tak punya rumah. Sunan Kalijaga rela berdingin-dingin, berpanas-panas sampai tubuhnya menghijau lumut dimakan waktu. Sifat Kalijaga ini serupa dengan walimurid yang setia mengajari muridnya belajar, membiayai sekolahnya, memberinya makanan, minuman bergizi cukup. Walikota pun wajib demikian. Dengan kekuatan uang dalam APBD, tugas kewalian seorang walikota sebetulnya bisa dengan mudah dilaksanakan. Milayaran uang yang dikumpulkan dari masyarakatnya bisa dikembalikan kepada masyarakat juga dalam bentuk kemudahan sekolah, kesehatan, bekerja, dll. Semuanya harus hakiki dan bukan sekedar pemanis bibir (lips service).

Bagaimana di Bandung? Ada seorang wali yang bisa dijadikan rujukan oleh calon wali di Kota Bandung. Namanya Sunan Gunung Djati. Kewalian beliau betul-betul sejati. Cintanya kepada masyarakatnya dengan cinta sejati dan kekuatannya seperti kekuatan kayu jati. Tak pelak lagi, walikota yang layak bagi orang Bandung adalah walikota yang punya fenomena kewalian, senang berbagi kepada masyarakat, bukannya menerima apalagi meminta dari masyarakat.

Akhir kata, tanyailah hati nur aini (mata hati) ketika menjatuhkan pilihan atas calon wali di Kota Bandung. Hati akan condong memilih calon wali yang karakter dan fenomenanya mendekati kewalian Wali Sanga. Hanya saja, nafsu dapat dengan mudah mengalahkan Sang Cahaya Hati dan nasib orang Bandung ke depan ada di hati warganya. *
ReadMore »

2 Agustus 2008

SAMPAH: Dada vs Taufik [PLTSa vs Kompos]




Detik-detik pencoblosan pada Pilwakot Bandung kian mendekati titik panasnya. Dari tiga pasang cawakot Bandung, yang terbanyak disorot dan direspons adalah pasangan dengan nomor urut 1, yaitu Dada Rosada dan Ayi V serta pasangan bernomor 2, Taufikurahman dan Abu Syauqi. Pasangan ketiga, yaitu pasangan mandiri (independen), tidak banyak dibincang-bincangkan oleh warga Bandung.

Yang hendak disorot di sini adalah soal program yang sangat keras gaungnya sejak dua tahun terakhir ini, katakanlah sejak longsornya TPA Leuwigajah, Bandung. Walikota Bandung periode sebelumnya yang sekarang mencalonkan diri lagi kukuh pada niatnya untuk membuat PLTSa, sebuah pembakar sampah yang diembel-embeli raihan energi listrik. Produksi listriknya kecil saja, malah pada faktanya nanti di lapangan, apalagi sampahnya mayoritas sampah basah, akan menjadi tidak efisien (boros).

Di lain pihak, yaitu pasangan Taufikurahman – Abu Syauqi (Trendi) lebih cenderung pada cara konvensional seperti 3R dan komposting. Trendi malah dengan serta merta menandatangani kontrak politik dengan warga Griya Cempaka Arum (calon lokasi PLTSa) untuk tidak akan pernah membuat PLTSa dan lebih fokus ke pemasyarakatan 3R dan pengomposan. Memang, sebagai dosen di Dept. Biologi (Ilmu Hayati) ITB, sejak lama Taufikurahman sudah menaruh perhatian pada masalah lingkungan.

Jadi, “perseteruan” antara pasangan nomor satu dan dua ini betul-betul menjadi pertarungan image dalam pengelolaan lingkungan, khususnya sampah. Bagaimana masalah lainnya seperti air minum, air limbah, udara, penegakan hukum lingkungan, perluasan AMDAL serta Kawasan Bandung Utara, dll, masih samar-samar. Belum tampak konsep segar dan tegas dalam masalah tersebut. Pertentangan keduanya yang frontal hanya dalam masalah sampah, belum ke masalah lainnya. Atau, boleh jadi keduanya memiliki konsep yang serupa untuk masalah lainnya. Entahlah.

Saya hanyalah mengamati fenomena yang terjadi dan tidak memihak siapapun secara politis kecuali pada kebenaran nisbi dalam ranah sainstek lingkungan. Siapa saja yang mengarah pada jalan kebenaran saat menangani lingkungan, itulah pilihan saya. Apabila nanti pilihan saya ini berjabatan walikota, kemudian menyimpang dari kebenaran dalam menangani lingkungan, maka serta merta saya menjadi oposannya. Saya menarik dukungan atas mereka dan sekaligus menjadi penentangnya. Apapun itu, lewat media massa cetak (koran, majalah) dan blog inilah akan saya publikasikan tentangan saya itu. Termasuk juga di sejumlah milis.

Sampai kapanpun saya akan tetap menyebarkan pola 3R yang kemudian saya tambahi menjadi 7R dan dapat dibaca di artikel lainnya di blog ini. Satu foto lainnya di lembar ini adalah pembekalan kepada para orang tua murid di TK Firdaus Percikan Iman, binaan ustadz Aam Amirudin di Ciwaruga, Bandung pada awal Maret dan awal Juli 2008 agar “jangan” lagi “mainbakar-bakaran terhadap sampah. Jauh lebih aman mengurug sampah daripada membakarnya didasarkan pada Hukum Kekekalan Massa dan Energi serta dilihat dari sudut polusi udara dan kesehatan masyarakat di seantero cekungan raya Bandung.*
ReadMore »