• L3
  • Email :
  • Search :

27 Agustus 2008

Demineralisasi

Dimuat di MAM edisi 152, Mei 2008.
Variasi zat padat terlarut seperti ditulis pada MAM edisi 150, Maret 2008 dimulai dari molekul, atom dan ion dengan diameter 10 nm, 1 nm, dan 1 Angstrom. Salah satu cara untuk menghilangkannya ialah teknologi demineralisasi atau desalinasi. Demineralisasi yang bersinonim dengan desalinasi ini dilaksanakan dengan ion exchange dan/atau membran semipermeabel. Hanya saja, kedua unit tersebut perlu air yang bebas koloid, bebas suspended solid, apalagi coarse solid.


Seperti tersurat pada namanya, demineralisasi dengan ion exchanger (resin) ini bertujuan menghilangkan zat padat terlarut (ionic) di dalam air (dan zat cair lainnya) sehingga banyak diterapkan untuk memurnikan air (purification), tidak sekadar penjernihan (clarification). Purifikasi hanya diterapkan untuk kalangan industri demi memperoleh air bebas mineral sebagai air proses, boiler, atau yang lainnya. 

Bisa dikatakan, aplikasi utama demineralisasi ialah menyiapkan air berkualitas tinggi untuk umpan (feed water) boiler. Guna lainnya ialah dalam pabrik serat sintetis seperti nylon, rayon, dan kain pada umumnya. Begitu pula pabrik komponen elektronika seperti televisi, komputer, dan farmasi perlu air ultramurni. Bahkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dan yang berbahan bakar batubara pun perlu proses demineralisasi atas air umpannya.

Khusus untuk air boiler, demineralisasinya dilaksanakan dengan ion exchanger yang terdiri atas cation exchanger (catex, penukar kation) dan anion exchanger (anex, penukar anion). Dua jenis atau dua tahap penukar ion inilah yang biasanya dipasang seri dalam dua kolom terpisah. Air bakunya melewati penukar kation dulu, baru kemudian dilalukan di penukar anion. Tetapi urutan ini bisa saja dibalik, bahkan bisa juga dicampur dalam satu kolom yang disebut mixed bed atau monobed. Artinya, semua susunan resin tersebut memiliki kelebihan sekaligus kekurangan, bergantung pada tahap prosesnya, kualitas media resinnya dan kualitas air baku yang diolahnya.

Ion exchanger tersebut serupa prinsipnya dengan pelunakan air di PDAM. Ion natrium ditukar oleh ion kalsium dan magnesium dalam jumlah yang ekivalen (setara) sehingga hakikatnya tidak terjadi pengurangan jumlah zat padat terlarut (dissolved solid) di dalam air olahan. Oleh sebab itu, kalau air hendak digunakan untuk keperluan boiler atau farmasi, dll maka ion natrium itu tidak boleh lolos ke kompartemen air olahannya.

Sebab, baik ion kalsium, magnesium maupun ion natrium memberikan kontribusi yang sama pada pembentukan zat padat terlarut (dissolved solid). Untuk maksud ini, kationnya lantas diganti dengan ion hidrogen dan ion hidroksida sebagai pengganti anionnya. Ion hidrogen dan hidroksida ini akan bergabung menjadi air (H2O) sehingga tidak ada tambahan padatan terlarut dan tidak mempengaruhi pH.

Satu hal penting, kalau menggunakan air permukaan, maka tahap pengolahan air seperti yang biasa diterapkan di PDAM wajib disertakan untuk melindungi unit ion exchanger dari sumbatan koloid, SS, coarse solid, dan zat organik. Baru selanjutnya dipasang sistem demineralisasi. Sistem ini bisa bermacam-macam urutannya. Opsi yang bisa dan biasa dipasang ialah strong dan weak acid cation exchanger, strong dan weak base anion exchanger, mixed bed, decarbonator atau vacuum deaerator.

Sebagai contoh, (1) strong acid catex, decarbonator, strong base anex; (2) strong acid catex, weak base anex, decarbonator, strong base anex. Variasi sistem ini dapat dilanjutkan hingga mencapai minimal sepuluh sistem. Kalau digabung dengan jenis unit pengolah lainnya untuk meningkatkan kualitas air olahannya maka jumlahnya akan terus bertambah. Beda urutan dan beda unit yang dipasang akan mempengaruhi kualitas air olahan.

Pengolahan dengan ion exchanger ini minimal dilaksanakan dalam dua tahap. Biasanya kation disisihkan dulu lalu diikuti penyisihan anion. Ion exchange yang mempertukarkan ion di dalam air (larutan) dengan ion lain di dalam media resin banyak diterapkan untuk menurunkan kesadahan dan penyiapan air umpan ketel. Di dalam teknologi pengolahan air limbah, pertukaran ion digunakan untuk menyisihkan logam-logam toksik atau untuk recovery metal.

Bahan resin bisa berupa media alami, bisa juga media sintetis. Yang paling banyak diterapkan ialah resin sintetis karena bagus kinerjanya. Resin ialah senyawa hidrokarbon tiga dimensi yang berisi gugus fungsional (contoh gugus fungsi: alkohol, karboksilat, karbonil). Gugus fungsi ini mempengaruhi karakteristik senyawa (campuran) organik dan di sinilah tertambat ion yang dapat ditukar serta larut di dalam air.

Sebagai media porus, resin mudah tersumbat (fouling). Ion besi dan mangan, juga koloid, suspended solid dapat menyumbat resin. Apalagi resin dapat dimasukkan sebagai koagulan yang baik bagi zat padat. Oleh sebab itu, konsentrasi padatan sebaiknya kurang dari 2 NTU. Mengacu pada angka ini, maka air yang masuk ke resin akan tampak sangat jernih.

Umpan Ketel
Air umpan ketel yang tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan masalah seperti terjadinya kerak (scale), korosi, dan busa. Kerak dapat terjadi akibat presipitasi padatan dalam air lalu melekat di permukaan dinding ketel. Ini berakibat pada pemanasan lanjut lokal (local overheating) sehingga fungsi logam ketel sebagai konduktor berkurang atau bahkan gagal. Beberapa kerak yang sering terbentuk antara lain: kalsium karbonat (kalsit), kalsium sulfat, magnesium hidroksida, besi oksida, kalsium silikat, magnesium silikat.

Berkenaan dengan korosi, fenomena ini disebabkan oleh pH airnya terlampau rendah, ada gas oksigen di dalam air, karbondioksida, klor, hidrogen sulfida, dll. Juga adanya garam-garam dan zat padat tersuspensi. Oksigen di dalam air, apalagi didukung oleh pH yang rendah justru dapat menambah proses korosi sehingga logam berubah menjadi bentuk bijih logam dalam proses elektrokimia yang kompleks.

Secara umum reaksi korosi bisa ditulis sebagai berikut: Fe + 2H2O ↔ Fe(OH)2 + H2. Jika diperhatikan dengan seksama, tampak tanda panahnya bermata dua sehingga reaksi ini dinamai reaksi kesetimbangan. Pada suatu saat reaksi tersebut akan “berhenti” karena mencapai titik setimbang sehingga proses korosi pun berhenti. (Sesungguhnya reaksinya tidak pernah berhenti, tetapi terus berlanjut. Hanya saja, konsentrasi ekivalennya tidak berubah, atau konsentrasi yang bereaksi setara dengan yang terbentuk).

Namun demikian, kehadiran gas oksigen di dalam air dan rendah pH-nya menyebabkan gangguan pada reaksi kesetimbangan lalu bergeser ke kanan. Pergeseran ini lantas terus melanjutkan proses korosi pada permukaan ketel. Akibat oksigen dan pH air yang rendah ialah:
Fe(OH)2 + O2 + 2H2O → Fe(OH)3.
2H2 + O2 ↔ 2H2O
Fe(OH)2 + 2H+ ↔ Fe2+ + 2H2O.

Berkaitan dengan penyisihan gas, banyak ragam caranya. Karbondioksida misalnya, bisa dihilangkan dengan cara aerasi (open aerator, degasifier). Adapun oksigen biasanya dihilangkan dengan vacuum deaerator, heater deaerator untuk umpan ketel, penambahan sodium sulfit atau hydrazine. Gas lainnya seperti H2S, NH3, CH4 bisa dihilangkan dengan aerasi seperti banyak diterapkan di IPAM milik PDAM.

Tahap Operasi
Dalam paparan ringkas di bawah ini disampaikan empat tahap proses demineralisasi.

1. Tahap operasi (service, layanan)
Pada tahap ini terjadi reaksi-reaksi seperti ditulis pada Surat Pembaca MAM edisi 150, Maret 2008. Pada artikel ini reaksi tersebut tidak ditulis kembali. Pembaca dipersilakan merujuk ke MAM edisi Maret 2008. Umumnya air baku mengalir dari atas ke bawah (downflow). Pada artikel ini disisipkan juga sebuah unit tipikal demineralisasi dengan dua media (two bed demineralizer).

2. Tahap cuci (backwash)
Kalau kemampuan resin berkurang banyak atau habis maka tahap pencucian perlu dilaksanakan. Air bersih dialirkan dari bawah ke atas (upflow) agar memecah sumbatan pada resin, melepaskan padatan halus yang terperangkap di dalamnya lalu melepaskan jebakan gas di dalam resin dan pelapisan ulang resin.

3. Tahap regenerasi
Tujuan tahap ini adalah mengganti ion yang terjerat resin dengan ion yang semula ada di dalam media resin dan mengembalikan kapasitas tukar resin ke tingkat awal atau ke tingkat yang diinginkan. Operasi regenerasi dilaksanakan dengan mengalirkan larutan regeneran dari atas resin. 

Ada empat tahap dalam regenerasi, yaitu backwahing untuk membersihkan media resin (tahap dua di atas), memasukkan regeneran, slow rinse untuk mendorong regeneran ke media resin, fast rinse untuk menghilangkan sisa regeneran dari resin dan ion yang tak diinginkan ke saluran pembuangan (disposal point).

4. Tahap bilas (fast rinse).
Air berkecepatan tinggi membilas partikulat di dalam media resin, juga ion kalsium dan magnesium ke pembuangan dan untuk menghilangkan sisa-sisa larutan regenerasi yang terperangkap di dalam resin. Pembilasan dilakukan dengan air bersih aliran ke bawah. Setelah tahap ini, proses kembali ke awal (tahap service).

Sesungguhnya konfigurasi instalasi dan proses demineralisasi sangat kompleks, tidak sesederhana seperti yang ditulis di atas dan jauh lebih rumit daripada IPAM yang dimiliki PDAM. Pada kesempatan lain akan diupayakan untuk menghadirkan artikel yang mengupas variasi unit demineralisasi ini dari sudut pandang satu proses saja secara lebih lengkap.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar