• L3
  • Email :
  • Search :

3 Juni 2007

FAHAD, Filter Hasil Mimpi

Berikut ini adalah kisah seorang kakek yang awam dalam hal teknologi tetapi berhasil menemukan filter air yang khas, lain daripada yang lain. Majalah Air Minum edisi 139, April 2007, telah memuatnya.*

Semua orang pasti pernah mimpi, baik ketika tidur malam maupun siang. Mimpi ada yang menyenangkan, ada yang menakutkan jika dimaknai secara harfiah. Dalam arti konotatif, mimpi bermakna suatu cita-cita yang diidam-idamkan. Contoh populernya ialah “mimpi” Thomas Alva Edison, sang penemu bolam. Lewat “mimpinya” itu, lelaki drop out sekolah ini lantas mengadakan 5.000 kali percobaan. Ada yang mengatakan 10.000 kali trial-error. Terlepas dari mana yang betul, yang pasti Edison melakukan percobaan berkali-kali untuk mewujudkan mimpinya itu.

Lain “mimpi” Edison, lain pula mimpi orang lain. Apalagi kalau mimpi ini akhirnya menghasilkan karya yang bermanfaat bagi banyak orang. Namun dapat dimaklumi, pada masa sekarang orang sudah tak percaya lagi pada hal-hal yang berbau mimpi. Apalagi bagi orang yang akademiknya terdidik apik, terutama kalangan berpendidikan tinggi. Tetapi mimpi yang menjadi kenyataan ini patut diapresiasi. Lewat mimpilah akhirnya muncul filter air yang lain daripada yang lain dan dinamai Filter ala H. Ali Dinar (FAHAD), sesuai nama penemunya.

Suatu malam, tutur H. Ali Dinar, istrinya bermimpi disuruh membuat filter air dari bahan ijuk, pasir dan abu. Kebetulan waktu itu mereka sedang kesulitan air dan sudah tiga kali membeli filter air tetapi rusak semua. Konon, menurut pria berusia 59 tahun ini, mereka sempat pisah ranjang. Berbekal “wangsit” lewat mimpi istrinya itulah H. Ali Dinar lantas mulai membuat filter. Semua media filternya diambil dari sekitar rumahnya, di tepi Sungai Cipamokolan Bandung. Setelah berkali-kali dicoba dan gagal, akhirnya ia temukan model filter baru. Air olahannya jernih meskipun pada awalnya keruh dan abunya ikut terbawa air. Setelah dicoba terus muncullah filter air seperti yang dikenal sekarang.

Setelah berlangsung setahun, FAHAD ini sempat mengolah air banjir Jakarta dan Tangerang pada Februari lalu. Berduyun-duyunlah warga korban banjir antri untuk memperoleh air olahan FAHAD. Sebelumnya tim relawan juga sudah ke Porong, Sidoarjo untuk mengolah air di sana, di lumpur Lapindo.

Satu apresiasi patut diberikan kepada orang yang SD pun tidak tamat. Hanya berbekal mimpi dan coba-coba akhirnya muncullah filter yang sudah membantu memberikan opsi solusi air minum, khususnya masyarakat yang tidak memiliki akses air PDAM dan air tanahnya berbau lantaran ratusan tahu berupa rawa (ranca). 

Konfigurasi
Apakah perbedaan signifikan antara filter yang biasa digunakan PDAM dengan FAHAD? Apa pula bedanya dengan filter di perusahaan air minum kemasan dan depot air minum isi ulang? Kalau ditinjau dari sisi mekanisme prosesnya, setiap filter memiliki pola olah yang sama, yaitu mekanisme filtrasi dan sedimentasi yang terjadi di ruang antarbutirnya atau porositas. Sebagian kecil terjadi proses adsorpsi terutama pada media yang memiliki kemampuan sebagai adsorban seperti arang dan abu. Namun yang pasti, FAHAD pun berisi pasir, kerikil, ijuk dan abu. Ijuk dan abu nyaris tidak pernah digunakan di PDAM, di instalasi konvensional. Material ini biasa diterapkan pada filter kecil ukuran rumah tangga di perdesaan dan perkotaan.

Sebetulnya susunan media pasir, ijuk, dan abu sekam serupa dengan filter tradisional yang sudah lama dikenal masyarakat. LIPI pada awal 1980-an sering meneliti material yang berlimpah jumlahnya di desa-desa seperti sekam dan abu sekam. Telah banyak pula rekomendasi untuk menggunakan material tersebut sebagai media filter. Hanya saja, orang lebih cenderung memilih pasir dan zeolit. Konfigurasi inilah yang lumrah sekarang. Kita pun tahu, media pasir (kwarsa) banyak digunakan sebagai pengisi filter pasir cepat (rapid sand filter) dan filter pasir lambat (slow sand filter) milik PDAM.

Berikut ini adalah konfigurasi garis besar (general configuration) FAHAD. Bagian pertama, yaitu ruang yang berisi susunan pasir (bukan kwarsa), ijuk, dan kerikil disebut Confilter Zone dan serupa dengan filter yang banyak digunakan masyarakat. Bagian kedua, yaitu bagian “tabungnya” disebut Tubfilter Zone. Inilah keunikan atau ciri khas FAHAD yang berbeda dengan filter lainnya. Dengan bentuk tabung, seluruh permukaannya berfungsi menjadi filter, baik di bagian sisi atau selimut tabung maupun tutup tabungnya. Agar airnya lancar mengalir, bagian luar tabung ini dihubungkan dengan udara luar bertekanan atmosfer yang bisa dibuka-tutup. Di unit inilah terbentuk mikroporus sehingga memungkinkan terjadinya mikrofiltrasi. Selain itu, dengan adanya media abu di dalamnya yang diadonkan dengan perekat (lem) dan bubuk bata merah maka fungsinya pun bertambah, yaitu adsorbsi.

Konfigurasinya sbb:
1. Inlet Zone, yaitu bagian atas tempat umpan air baku yang keruh dan tercemar.
2. Confilter Zone, terdiri atas ijuk, kerikil, pasir (bukan kwarsa).
3. Tubfilter Zone, berbentuk tabung, terbuat dari adonan abu, lem kayu, bata merah, dll.
4. Outlet Zone, yaitu bagian keluaran berupa pipa dan kran menuju tangki air minum.

Apa saja bahan wadahnya? Wadahnya bisa berupa tangki plastik atau torn. Drum pun bisa digunakan. Namun demikian, untuk pemakaian lama, misalnya sampai tiga-lima tahun ke depan akan cepat berkarat dan bocor. Dari beton pun bisa kalau langsung dibuat di lokasi yang sudah ditetapkan dan tidak akan dipindah-pindahkan. Dengan kata lain, untuk suplai ribuan penduduk seperti dilakukan PDAM, tangkinya sebaiknya dibuat dari beton dengan ukuran besar untuk mengolah ratusan meter kubik per hari. Tentu saja Tubfilter-nya dibuat banyak, berjejer di dasar tangki, serupa dengan pola underdrain system di filter pasir cepat jenis false bottom atau false floor

Kinerja dan Unik
Mengapa filter tradisional yang dibuat masyarakat di perdesaan dan perkotaan sering gagal atau cepat mampet? Jawabannya terletak pada bagian Confilter zone-nya. Yang lebih khas lagi ialah Tubfilter Zone-nya. Zone inilah kunci utama keberhasilan FAHAD dalam mengolah air baku yang keruh dan kotor menjadi air jernih yang bersih. Berbahan campuran abu, bubuk bata merah, lem kayu dan diperkuat ijuk, adonan lantas dibentuk menjadi tabung atau tungku. Formulasi adonan inilah kekhasan FAHAD. 

Ada satu lagi keunikan FAHAD, yaitu tidak perlu penambahan zat kimia. Unit filter ini tak perlu dibubuhi tawas (alum sulfat, Al2(SO4)3.14H2O) untuk meng- gumpalkan koloid sehingga tidak perlu bak koagulasi, flokulasi dan sedimentasi. Artinya, ada efisiensi dalam pendanaannya, baik berupa biaya konstruksi maupun operasi-rawatnya. FAHAD juga tak perlu penambahan kaporit untuk disinfeksi karena proses pembasmian kuman atau bakteri berlangsung secara mekanis di dalam Tubfilter Zone-nya. Akibatnya, semua kuman itu tersaring dan disisihkan. 

Tinggal sekarang, adakah PDAM dan Dinas Kesehatan yang berupaya memanfaatkan teknologi tepat guna nan murah ini untuk meluaskan distribusi air bersih di masyarakat kumuh perkotaan dan perdesaan? Patut diingat, masa tenggat MDGs semakin dekat, bergulir setiap detik, setiap hari. Tak terasa, masa itu akan sampai juga pada saatnya nanti. *

Gede H. Cahyana



Metode filter ini bisa dijadikan tema Tugas Akhir dengan beberapa modifikasi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar