• L3
  • Email :
  • Search :

27 Maret 2020

Dokter dan Perawat

Dokter dan Perawat

Perang melawan musuh berwujud orang atau tentara negara asing seperti Belanda dan Jepang sudah dilakukan oleh tentara Indonesia. Perang melawan musuh yang tidak tampak, seperti bakteri dan virus, memerlukan jenis senjata lain. Patriotnya adalah dokter dan perawat. Kini dokter dan perawat berada di garis depan, melawan Corona. Berjibaku. Sudah berhasil menyembuhkan pasien Covid-19. Tetapi ada sejumlah dokter dan perawat yang meninggal. Masalah yang muncul adalah kurang APD. APD ini semacam benteng bagi tentara. Dokter dan perawat tanpa APD serupa dengan tentara yang berdiri di tengah medan tempur yang dikelilingi oleh tentara musuh.


Kisah dokter yang menjadi tentara betulan juga ada. Dokter ini betul-betul ikut ke medan tempur. Ikut terjun payung di Timor Timur. Musuhnya adalah Fretilin. Pimpinan Xanana Gusmao.  Tugasnya adalah memberikan bantuan logistik kesehatan. Luka kena peluru, jatuh, patah tulang, dll menjadi tugasnya untuk mengobati korban. Sejak bertugas di Timor Timur itu, menjadi dokter yang akrab dengan Pak Prabowo Subianto (sekarang Menteri Pertahanan). Beliau adalah dr. Boyke Setiawan, M.M. yang meninggal pada Januari 2020 lalu. Meskipun tentara, jiwa dokternya itu terbawa sampai akhir hayatnya. Selama menjadi rektor Universitas Kebangsaan, kerapkali mengadakan “dokling”: dokter keliling ke ratusan desa di Jawa Barat. 

Saya juga teringat pada seorang dokter di Bali. Tepatnya di Kab. Jembrana. Namanya dr. Faisal Baraas. Beliau dulu rutin menulis di koran Republika. Artikelnya sudah dibukukan dengan judul Catatan Harian Seorang Dokter. Banyak kisah penyakit (termasuk yang menular (mewabah), terutama disentri, kolera) yang ditulis dengan bernas. Beliau memaparkan fakta kesehatan masyarakat dan pengaruh mistik yang waktu itu, medio tahun 1970-an sering menyulitkan dalam memberikan pemahaman kesehatan kepada masyarakat. Waktu itu baru saja mulai Pelita (Pembangunan Lima Tahun) Orde Baru. Baru saja mulai penggunaan kloset leher angsa di desa. Paparan yang lincah dan trengginas itu membawa pembaca seolah-olah berada di hadapan pasien di Puskesmas.

Yang terakhir, ini saya baca dari novel karya Boris Pasternak: Doctor Zhivago. Kisah seorang dokter pada masa perang di Rusia. Waktu itu pun di dunia, faktanya, sedang berkecamuk wabah atau Pandemi Flu Spanyol. Meskipun namanya Spanyol, ternyata asalnya dari China juga. Yang meninggal di Indonesia kurang lebih 1,5 juta orang. Sekitar 50 juta orang meninggal (2,9%) di seluruh dunia. Yang sakit sekitar 500 juta orang (29%) . Waktu itu Bumi dihuni oleh sekitar 1,71 miliar orang. Itulah kisah suka duka dokter pada masa perang, kisah cintanya (karena dokter juga manusia biasa), dan intrik politik ekonomi dalam setiap perang dan wabah penyakit. Seperti sekarang ini, di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Dilema antara lockdown dan tidak. Lockdown, tidak. Lockdown, tidak.

Selamat berjuang di garis depan para dokter dan perawat. Semoga selalu sehat walafiat. Menang melawan Corona. Terima kasih kepada Gubernur DKI Jakarta, Pak Anies Baswedan atas perhatian dan empati kepada dokter, perawat, sanitarian, ahli gizi, pegawai administrasi, hingga pasukan cleaning services. Adakah pejabat lain yang akan mengikuti jejak langkahnya untuk kesehatan semua orang Indonesia? *
ReadMore »

26 Maret 2020

Corona dan Pekerja Informal Sanitasi

Corona dan Pekerja Informal Sanitasi

Pasien Covid-19 terus bertambah. Tidak ada lagi pengumuman pasien nomor sekian sembuh, pasien nomor sekian meninggal, dan yang di Solo adalah pasien nomor sekian. Mengawali kasus ini dengan senda gurau, canda tawa, dan senyum sumringah para menteri ketika ditanya wartawan, kini tidak ada lagi. Yang muncul adalah wajah-wajah kaku para juru bicara (jubir) yang nyaris always ingin menang sendiri, menggunakan diksi represif, baik di TV maupun medsos mereka.

“Ini seperti puncak gunung es. Yang terdeteksi hanya 10%,” begitulah ujaran yang beredar. Yang sudah sakit tetapi tidak tercatat jauh lebih banyak. Orang sakit yang kelihatan sehat inilah yang bahaya. Mereka bisa menjadi pengedar (bukan narkoba). Pengedar virus Corona. Siapakah mereka? Komunitas studi sosial menyebutnya orang-orang marjinal. Hampir tanpa hak asasi manusia. Mereka bekerja harian dan malaman. Siang dan malam. Ketika orang lain belajar, bekerja, beribadah di rumah sembari tetap dapat gaji, mereka tetap bekerja di luar. Ketika orang beli-rusuh (panic buying), mereka tidak beli apa-apa. Bukan karena tidak ingin, tapi tak ada uang. Ketika orang memborong sanitangan (hand sanitizer), sepotong sabun pun mereka tak punya.


Mereka adalah pekerja sanitasi. Pekerja di tingkat bawah. Mereka pembersih selokan (sewer atau sewerage). Penyedot tinja (septic tank). Pengais sampah. Mereka bekerja tanpa sarung tangan. Tanpa masker. Tanpa sabun. Tanpa APD. Tak pernah tahu sanitangan. Sampah masker, sarung tangan, sisa makanan yang bertumpuk di bak sampah menjadi “harta-karun” untuk hari itu. Kompilasi penelitian yang ditulis ringkas di The New England Journal of Medicine menyatakan bahwa virus Corona bisa bertahan beberapa hari di benda-benda berbahan tertentu. Benda itu banyak ada di bak sampah. Di TPS dan TPA. Adakah uji-cepat (rapid test) diadakan di TPA sampah? 

Kalau hanya fokus pada “orang-orang kota”, lupa atau melupakan test pada orang-orang marjinal (pinggiran) ini, bukankah Corona tidak akan bisa lenyap, tidak akan bisa “diputus” sebarannya? Artinya, virus Corona akan sulit dibasmi apabila sampah-sampah masker, sarung tangan, dll terus berserakan di mana-mana dan menularkannya ke pekerja informal sanitasi tersebut. Ini luput dari perhatian pemerintah pusat dan daerah. Apabila pemerintah alergi atas aksi “lock down”, mbok ya jangan menatap mereka “look down” terhadap pekerja informal sanitasi itu. Jangan melihat dengan sebelah mata, jangan meremehkan. Mereka manusia Indonesia juga. Negeri indah dengan nyiur melambai.

Masihkah indah negeri ini? Adakah exploitation de l'homme par l'homme di negeri ini? Kisruh pendapat perihal prioritas rapid test dan beli-rusuh, penolakan warga sekitar terhadap perawat pasien Covid-19 adalah ciri-cirinya. Masih adakah asas kekeluargaan, gotong-royong? Janganlah bertanya kepada rumput yang bergoyang. Tidak akan mendapatkan jawaban. Tanyakan kepada hati masing-masing, khususnya hati para pemimpin di pemerintahan pusat dan daerah. *
ReadMore »

24 Maret 2020

Air PDAM Melawan Corona

Air PDAM Melawan Corona
Oleh Gede H. Cahyana
Pengamat Sanitasi Lingkungan Universitas Kebangsaan

Tanggal 22 Maret 2020 adalah peringatan Hari Air Dunia yang paling sepi sejak digelar pertama kali pada tahun 1993. Tidak ada seremonial. Dengan tema Water and Climate Change, Air dan Perubahan Iklim, peringatan ini sesungguhnya berkaitan dengan wabah penyakit menular, selain curah hujan abnormal sehingga banjir atau kekeringan, gagal panen, dan kenaikan muka air laut. Di dalam buku Bioteknologi dan Lingkungan yang terbit tahun 1994 Vandana Shiva menulis dampak perubahan iklim terhadap hal tersebut, termasuk indikasi terjadinya mutasi virus.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa virus Corona baru (novel Coronavirus) berkaitan dengan virus sebelumnya. Virus yang dinamai SARS-CoV-2 ini masih satu keluarga dengan Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus (SARS-CoV atau SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV atau MERS). Artinya, virus-virus tersebut memiliki kesamaan sifat fisika dan biokimia. Tetapi yang paling bahaya adalah virus hasil mutasi terakhir seperti Corona ini. Penyakit akibat virus baru ini dinamai CoViD-19, Coronavirus Disease-19, penyakit karena Corona yang muncul tahun 2019.

Cara melawan
Tentu ada cara untuk melawan Corona. Yang pertama adalah tindakan preventif dengan cara memperkuat daya tahan tubuh, kekebalan atau imunitas. Orang sehat akan sulit diinfeksi oleh virus. Kesehatan diperoleh dengan makan makanan bergizi cukup: karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air bersih. Termasuk rempah, rimpang, sayur dan buah bervitamin C.

Yang kedua adalah tindakan kuratif dengan pengobatan dan isolasi. Penderita CoViD-19 dirawat di ruang khusus sehingga virus tidak bisa ke luar ruang dan mati di ruang perawatan pasien. Sebaran virus pun bisa dihentikan. Sementara itu imunitas pasien terus diperkuat sehingga bisa bertahan dan melewati masa kritisnya sampai sehat kembali. Hanya dokter dan perawat saja yang boleh kontak dengan pasien dengan mengikuti prosedur standar protokol penyakit menular.

Yang ketiga adalah tindakan mekanis, yaitu melawan Corona dengan zat kimia. Orang sakit bisa menyebarkan virus dari muncratan air liur pada saat batuk atau bersin. Juga dari cairan hidung yang melekat di benda-benda sekitarnya. New England Journal of Medicine menyatakan bahwa Corona bisa bertahan tiga jam di dalam aerosol. Bertahan empat jam di permukaan tembaga, bertahan 24 jam di karton, dan tiga hari di permukaan plastik dan logam stainless. Oleh sebab itu, gagang pintu, finger print, pensil, kertas, rel tangga dan eskalator, kursi di angkot, bis, kereta api, dan semua benda bisa menjadi sumber Corona. Maka mengurangi sentuhan dengan semua benda tersebut di ruang publik menjadi penting dengan cara bekerja, belajar, beribadah di rumah selama masa inkubasinya, sekira14 hari.

Bagaimana praktik cara mekanis tersebut? Caranya adalah mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir. Sabun batangan dibuat dari natrium hidroksida dan sabun cair dari kalium hidroksida. Di pasaran keduanya ada yang ditambah dengan antiseptik seperti triclosan atau triclocarban yang masih diperdebatkan plus-minusnya. Selain sabun juga bisa dengan alkohol 70% atau produk komersial yang berisi alkohol seperti sanitangan (hand sanitizer), baik buatan pabrik, industri rumahan maupun buatan sendiri. Hanya saja, sabun dan sanitangan itu relatif mahal. Harganya terus naik karena banyak yang membutuhkan.

Air PDAM
Yang paling murah adalah air PDAM. Air ini mengandung klor sehingga mampu membunuh bakteri dan virus. Sifat klor yang digunakan oleh PDAM antara lain (1) toksik bagi mikroba pada konsentrasi yang tidak berbahaya bagi manusia dan hewan; (2) cepat bereaksi membunuh bakteri dan virus dengan waktu kontak yang singkat; (3) tahan lama sehingga mampu menanggulangi rekontaminasi di zone distribusi; (4) ekonomis (murah) dan mudah diperoleh; (5) mudah dianalisis di laboratorium; dan (6) mudah dalam menentukan dosisnya.

Menurut EHS Water yang dirilis 5 Maret 2020, yaitu Advice note to EHS on COVID-19 in chlorinated drinking water supplies and chlorinated swimming pools, Version 3, klor adalah oksidator kuat yang mampu merusak DNA bakteri dan RNA virus. Bakteri biasanya menjadi inang bagi virus. Kalau bakterinya mati maka virusnya juga mati. Parameter yang digunakan untuk pembasmian ini adalah hasil kali konsentrasi (C) klor dan lamanya waktu kontak (t) yang ditulis Ct. Rekomendasi WHO dengan mengutip Environmental Protection Agency, Water Treatment Manual Disinfection (2011) adalah nilai rerata minimal Ct = 15 mg.menit/liter, yaitu hasil kali konsentrasi 0,5 mg/l sisa klor dengan waktu kontak selama 30 menit. Dinyatakan bahwa Coxsackievirus, Poliovirus dan Rotavirus adalah virus tidak berselimut (non-enveloped virus) yang bisa dibasmi pada nilai Ct kurang dari 15 mg.menit/liter. Karena Corona termasuk virus berselimut (enveloped virus) maka bisa dibasmi dengan nilai Ct yang lebih rendah.

Bagaimana kalau tidak berlangganan PDAM? Bisa dengan kaporit tablet yang dijual di toko kimia. Cara membuatnya, masukkan sebutir kaporit tablet ke dalam 500 - 1.000 liter air di toren (tangki). Apabila habis, masukkan lagi 1 butir. Akan tercium bau kaporit “seangin” atau sekilas saja, ini sudah cukup. Tetapi hindari menarik napas dalam-dalam di atas air toren tersebut karena klor bersifat korosif, menyebabkan iritasi pada bagian tubuh yang terpapar. Sebaiknya gunakan masker kalau ingin melihat apakah butir kaporit tablet masih ada atau sudah habis.

Dengan demikian, untuk melawan sebaran Corona ini maka masyarakat, pengurus masjid, gereja sekolah bisa memanfaatkan air PDAM atau air berklor buatan sendiri. Disarankan juga agar PDAM menambah dosis klornya sehingga air di lokasi terjauh dari instalasi pengolahan airnya masih memiliki sisa klor bebas. Sisa klor bebas inilah yang akan membasmi bakteri dan virus Corona selama digunakan untuk mencuci tangan, mandi atau berwudhu.*
ReadMore »

Disrupsi Siklus Air

Disrupsi Siklus Air
Oleh Gede H Cahyana
Associate Professor Teknik Lingkungan Universitas Kebangsaan

Dimuat di Majalah Air Minum, Edisi 294, Maret 2020.

Siapakah pemilik air? Apakah air mutlak hak kita? Apakah air selalu tersedia di tempat ia dibutuhkan? Apakah air selalu tersedia ketika ia dibutuhkan? Adakah potensi perang karena air?

Tema peringatan Hari Air Dunia (World Water Day) berbeda dari tahun ke tahun. Tahun 2020 ini bertema Water and Climate Change. Air dan Perubahan Iklim. Sudah banyak fakta bahwa perubahan iklim berpengaruh pada air, baik kuantitas, kualitas, maupun kontinyuitas alirannya. Banjir awal tahun 2020 di Jakarta, Bekasi, Lebak, Tangerang, dan daerah di luar Pulau Jawa adalah dampak dari curah hujan yang melebihi curah hujan rata-rata. Hujan adalah fenomena cuaca (weather) seperti halnya salju, perubahan temperatur udara, angin, awan yang bersifat jangka pendek (short-term). Sedangkan iklim adalah perubahan rerata cuaca dalam jangka panjang (long-term). Iklim dan cuaca mempengaruhi kejadian hujan: di mana, kapan, dan bagaimana terjadinya.  



Rusakkah Siklus Air?
Betulkah kuantitas atau volume air berkurang? Secara teoretis, jumlah air yang terlibat di dalam siklus air (hydrologic atau hydrological cycle) di dunia ini tidak berubah. Tidak bertambah, tidak juga berkurang. Yang terjadi adalah perubahan kuantitas tiga wujud air. Wujud padat, yaitu es, wujud cair, yaitu air, dan wujud gas, yaitu uap. Ketiga wujud ini terbentuk oleh dua proses penting di dalam siklus air, yaitu penguapan (evaporation) dan pengembunan (condensation).  Menurut Enger dan Smith (2016) keduanya dikendalikan oleh transfer energi dari matahari dan temperatur planet Bumi yang dipengaruhi oleh jebakan panas oleh gas-gas rumah kaca (greenhouse gases).

Pada proses penguapan air, energi ini menyebabkan jarak antar-molekul air makin jauh sehingga berubah menjadi gas. Pada proses kondensasi, molekul air melepaskan energinya sehingga jarak antar-molekul makin dekat yang akhirnya menjadi cair. Fenomena jatuhnya zat cair ini disebut hujan. Air hujan yang menyentuh tanah ada yang melimpas di permukaan tanah, sawah, kolam, rawa, lalu masuk ke selokan, sungai, danau, waduk, dan berakhir di laut. Ada juga yang masuk ke dalam tanah menjadi air tanah dangkal dan air tanah dalam. Sisanya tersebar di pohon, daun, bunga, hewan, bebatuan, dan material lainnya yang mampu menampung air. Begitu kejadiannya sepanjang masa.

Jika betul demikian yang terjadi, mengapa banyak daerah yang kesulitan air pada musim kemarau? Karena hanya sedikit air yang masuk ke dalam reservoir alami bernama ruang antarbutir atau parasitas (perviousness) dan ruang di dalam butir tanah atau porositas (porosity). Hanya sedikit yang menjadi air tanah. Mayoritas air pada musim hujan langsung ke sungai menuju laut. Sedikit yang menjadi air tanah dangkal dan makin sedikit lagi yang masuk ke dalam akifer air tanah dalam. Akibatnya terjadi krisis air pada musim kemarau, terutama saat kemarau panjang. Terjadi disrupsi siklus air. Siklusnya tetap, komponen yang menyebabkan terjadinya siklus juga tetap ada, tetapi perubahan iklim menyebabkan kapan, di mana, bagaimana terjadinya hujan mengalami perubahan. Ada daerah yang sering hujan pada lima puluh tahun yang lalu tetapi sekarang kejadian hujannya berkurang. Ada daerah yang sedikit hujan pada masa lalu tetapi sekarang sering kebanjiran.  

Air Baku dari Air Limbah
Meskipun belum ada yang mengukur volume air di laut tetapi bisa diduga berdasarkan disrupsi siklus air tersebut bahwa air laut pasti bertambah. Ada indikasi kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan atmosfer Bumi (global warming).  Sebaliknya air tawar makin sedikit. Jumlah orang makin banyak, kebutuhan air tawar yang layak diminum atau digunakan untuk keperluan lainnya juga makin banyak. Kira-kira 1,1 miliar orang di dunia ini tidak punya akses air bersih. Di zone American West, air sudah menimbulkan perang (Water Wars). Whiskey is for drinking, water is for fighting. Ini ungkapan bergaya cowboy di Wild Wild West. Perang ini pun bisa terjadi antar-negara atau antara dua atau lebih kabupaten, kota, provinsi. Selanjutnya adalah air limbah yang terus bertambah. Begitu juga air asin akibat intrusi air laut yang meluas di kota dekat pantai seperti pantura Jawa. Di kota-kota yang banyak kawasan industri terjadi “tambang air tanah” (groundwater mining).  Inilah disrupsi sumber daya air.

Sejak dulu hingga saat ini sumber air diberdayakan untuk empat kelompok kebutuhan. Yang pertama adalah kebutuhan domestik, dimanfaatkan untuk aktivitas mandi, cuci, kakus, dan dapur. Termasuk untuk makan dan minum dan kebutuhan ibadah. Yang kedua adalah kebutuhan pertanian. Sebelum ada perusahaan air minum, masyarakat memperoleh air dari upaya sendiri dengan membuat sumur gali atau memanfaatkan mata air dan sungai, pada saat itu pertanian sudah memanfaatkan air. Tidak terjadi sengketa air karena kebutuhan air untuk domestik relatif sedikit dibandingkan dengan kebutuhan air untuk pertanian. Ini terjadi karena penduduk setempat masih sedikit. Yang ketiga adalah kebutuhan untuk industri. Makin banyak industri, terutama industri makanan dan minuman, makin banyak dibutuhkan air. Ada juga penggunaan air industri untuk pengisi ketel uap dan pencuci atau pembilas bahan baku.  Penggunaan air yang keempat disebut In-Stream, yaitu air yang digunakan sebagai sarana seperti pembangkit listrik tenaga air, untuk navigasi atau pelayaran sungai, danau, dan laut dan sebagai objek wisata (Enger dan Smith, 2016).

Semua penggunaan air tersebut berujung pada air limbah atau air bekas. Timbullah air limbah domestik, air limbah pertanian, air limbah industri, dan air limbah akibat minyak dan oli dari kapal atau perahu motor. Bisa terjadi juga polusi air tanah dangkal. Sedangkan air tanah dalam hampir tidak terpengaruh oleh semua kegiatan tersebut. Dengan catatan, tidak terjadi retak (fracture) pada lapisan batuan akifernya. Air tercemar inilah yang makin banyak jumlahnya dan menjadi masalah bagi sumber air PDAM. Kalau bukan karena air limbah industri, maka masalahnya adalah cemaran dari air pertanian. Semua pestisida dan pupuk yang digunakan berpotensi ada di dalam air baku PDAM. Sudah saatnya IPAM di PDAM dilengkapi dengan unit operasi dan proses yang mampu menghilangkan pestisida dalam berbagai jenis zat kimia dan menghilangkan nutrien dari pupuk yang digunakan. Siapkah PDAM mengantisipasi air baku yang sudah berkualitas seperti air limbah?

Paradigma Baru
Perubahan iklim adalah keniscayaan. Banyak indikasinya. Sementara itu PDAM harus terus hidup sebagai penyedia air layak guna dan layak minum untuk masyarakat di daerah masing-masing. Tetapi sumber air baku yang bersahabat sudah langka. Banyak air baku yang tidak bersahabat. Tidak mudah diolah. Bahkan kualitasnya sudah setara dengan air limbah. Akankah berhenti berproduksi hanya karena air baku sudah berubah menjadi seperti air limbah? Tentu tidak. Spirit filsafat PDAM adalah P = Pegawai, D = Desain, A = Area servis, M = Manajemen dan aspek AIR: A (aman secara kualitas), I (Isi atau volume air yang dibutuhkan per orang per hari), dan R (Rutin, kontinyu 24 jam sehari) (Cahyana, 2004). Masyarakat tetap setia menunggu inovasi teknologi yang diterapkan di PDAM untuk air minum yang aman, tarif yang bersahabat dan tersedia sepanjang hari dan malam.

Hingga saat ini pelanggan masih percaya kepada PDAM dan ini harus dijadikan pemicu untuk mengolah air limbah menjadi air layak minum. Menggeser paradigma lama bahwa air baku adalah air yang kualitasnya seperti air sungai di hulu di kaki gunung. Masih bersih. Ini betul dan bisa dilakukan dengan uang. Maka ada istilah “water flows uphill toward money”. Air bisa mengalir ke hulu, maksudnya menjadi bersih kembali, dengan uang. Artinya dengan teknologi. Saatnya mengolah air baku berkualitas air limbah dengan smart system. Begitu pula PDAM yang berlokasi di dekat pantai sudah saatnya menggunakan air payau atau air laut sebagai sumber air dengan smart system juga. Tentu ada pertimbangan, apakah mengolah air payau lebih murah daripada mengolah air limbah. Sebagai contoh, Singapura sudah lama mengolah air limbah menjadi air minum. NEWater bahkan menetapkan pada tahun 2060 setengah dari kebutuhan air di Singapura berasal dari air limbah (Cunningham dan Cunningham, 2017).

Apabila PDAM mengadopsi teknologi NEWater tersebut, bagaimana dengan tarif airnya? Bagaimana dengan kelayakan air sebagai sarana ibadah seperti wudhu bagi masyarakat yang beragama Islam? Bukankah sekarang ini air bekas wudhu, bekas cuci yang sudah diresirkulasi tetap menimbulkan “diskusi tanpa akhir”? Biarlah ini menjadi bahasan ulama. Hanya saja perlu diingat bahwa fungsi dan tujuan IPAM di PDAM sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan “IPAM” yang bernama siklus air itu. Apalagi dengan teknologi yang digunakan di NEWater. Kalau air hujan hasil olahan “IPAM” siklus air sah untuk wudhu, bisakah air limbah kamar mandi, WC dan urinal yang diolah dengan teknologi seperti di NEWater itu disetarakan dengan air hujan sehingga suci dan mensucikan juga?

Itulah sejumlah masalah, sederet pertanyaan yang muncul akibat disrupsi siklus air lantaran perubahan iklim. Selamat memperingati Hari Air Dunia, 22 Maret 2020. Senantiasa jayalah PDAM. *

Daftar Pustaka
1. Cahyana, G. H. (2004), PDAM Bangkrut, Awas Perang Air, Sahara Golden Press, Bandung, ISBN. 979-98596-0-3.
2. Cunningham, W. dan M. A. Cunningham  (2017), Principles of Environmental Science: Inquiry and Application, McGraw-Hill Education, New York, ISBN. 978-0-07-803607.
3. Enger E. D. dan B. F. Smith (2016), Environmental Science: a Study of Interrelationships, McGraw-Hill Education, New York, ISBN. 978-1-259-25309-9.
ReadMore »

16 Maret 2020

Belajar Online karena Corona

Belajar Online karena Corona

Kemarin Presiden Joko Widodo menandaskan tiga hal utama. Belajar di rumah. Bekerja di rumah. Beribadah di rumah. Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga seperti itu. Saya ingin menulis perihal belajar di rumah.

Internet membantu banyak kegiatan. Pada awalnya, tahun 2000, sebelum muncul Facebook, Youtube, Twitter, maka website menjadi andalan. Banyak informasi perusahaan dan kampus diperoleh di web ini. Tetapi koneksi internet masih mahal. Rental internet masih jarang. Kemudian muncul modem. Hingga akhirnya, koneksi internet begitu mudah dan lebih murah. Semua ada di tangan. Tinggal ada ponsel dengan Androidnya dan tentu saja kuota internet. Saya tidak bicara e-learning, blended learning dalam makna yang disepakati dan diatur oleh kementerian. Tetapi saya bicara tentang pemanfaatan internet dalam PBM (Proses Belajar Mengajar) yang saya laksanakan selama ini.

Begini. Tidak semua mata kuliah bisa dengan mudah secara online. Mata kuliah berpraktikum dengan zat kimia dan peralatannya dan  perancangan perlu tatap muka dan menunjukkan gambar serta proses desainnya. Tetapi mata kuliah yang lain, bisa lebih mudah. Saya menggunakan blog untuk beberapa subjek mata kuliah. Tidak semua. Sekitar 60%. Agar mahasiswa betul-betul membaca, maka diwajibkan menulis. Menulis berupa ringkasan. Juga bisa rangkuman. Ringkasan adalah hasil kajian untuk sebuah subjek materi kuliah. Rangkuman adalah hasil kajian dari beberapa subjek materi kuliah. Keduanya wajib ditulis ulang dengan kalimat sendiri. Parafrase. Sumbernya adalah materi di blog dan di osf.io. Tetapi, ya begitulah. Sedikit yang melaksanakan parafrase. Mayoritas menyalin saja. Bahkan banyak mahasiswa yang menyalin dari ringkasan temannya.

Namun demikian, saya tetap menghargai tulisan mahasiswa itu. Yang penting mahasiswa belajar menulis. Mengatur tetes pikiran menjadi kata dan kalimat yang logis. Ini sebagai awal sebelum akhirnya mereka menulis ilmiah dalam bentuk makalah di MK Kerja Praktik, Seminar, dan Tugas Akhir. Untungnya sekarang ada software untuk cek kemiripan (similarity). Tulisan mahasiswa bisa dikendalikan dengan ini. Bagaimana memeriksanya? Memang butuh waktu dan menguras tenaga kalau semua diperiksa. Tetapi caranya adalah dengan mengambil secara random tulisan mereka. Kalau ada delapan tugas maka bisa dilihat empat atau lima tugas. Tidak dibaca semua. Sekilas saja sudah bisa diambil kesimpulan, berapa nilainya. Yang utama adalah kelengkapan tugas. Harus masuk semua.

Belajar di rumah dengan bantuan internet memang bisa. Tetapi ini untuk mahasiswa. Saya tidak tahu bagaimana di SMA, SMP, apalagi SD. Semoga ada solusi untuk murid-murid ini. *

ReadMore »

15 Maret 2020

Pikiran Rakyat Edisi Minggu Ditutup

Pikiran Rakyat Edisi Minggu Ditutup

Usia koran Pikiran Rakyat ini 54 tahun. Usia matang untuk ukuran manusia. Dalam usia 54 tahun itu, redaksi dan pemilik koran Pikiran Rakyat berketetapan untuk menghentikan terbitan setiap hari Minggu. Terbitan Senin hingga Sabtu masih akan rutin menemui pembacanya.

Sedih tentu saja. Saya pernah intens membaca harian umum edisi Minggu ini lantaran saya ingin memotivasi anak-anak agar gemar membaca dan menulis. Waktu itu anak-anak masih di SD. Beberapa kali mendapatkan hadiah teka-teki atau mewarnai. Juga menulis cerita sangat pendek di Rubrik Kuncup asuhan Kak Etti R. S. Pe Er Kecil.

Namun, karena semua anak bersekolah di luar kota sejak tamat SD, maka mereka menjadi jarang membaca edisi Minggu. Saya pun jarang membacanya lagi. Lebih cenderung membaca edisi Senin s.d Sabtu. Pernah juga saya begitu sedih ketika kantor Pikiran Rakyat terbakar. Lokasinya di Jln. Soekarno Hatta. Ini link di blog saya.

Edisi Minggu, 15 Maret 2020 ini adalah terbitan terakhir. Namun redaksi akan tetap menghadirkan rubrik di PR Minggu itu di hari Kamis, Jumat, dan Sabtu.  “Tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu,” ujar Heracletos, seorang pemikir di Yunani.

Jayalah selalu koran Pikiran Rakyat. Koran orang yang tinggal di Jawa Barat. *
ReadMore »

4 Maret 2020

Wabah Sampah Masker

Wabah Sampah Masker

Masker yang sudah digunakan seharian, apalagi di ruang terbuka, dikenakan saat naik motor, di kereta api, di bis, di angkot, dll sebaiknya ditaruh di tempat sampah. Esok ganti lagi dengan yang baru. Kalau tidak diganti justru potensi risikonya makin tinggi. Lantaran kotor oleh debu dan jelaga. Juga boleh jadi ada bakteri yang terakumulasi. Flok bakteri ini justru bisa tersedot ke dalam hidung dan masuk ke saluran napas hingga ke paru. Begitu juga virus, bisa masuk dan menimbulkan masalah yang awalnya ingin dihindari.

Kalau banyak orang yang mengenakan masker maka banyak juga sampah masker di tempat sampah. Di TPS hingga TPA. Potensi bahaya pemulung kian tinggi. Terlebih lagi imunitas tubuhnya rendah dan kualitas gizinya buruk. Risiko itu tentu saja ada. Bahkan bisa lebih besar karena berdekatan dengan ratusan atau mungkin ribuan potong masker bekas dari banyak mulut orang dan jenis penyakit. Selain kesehatan pemulung dan kalangan petugas sampah, juga masker memenuhi TPS dan TPA. Karena bahannya adalah polimer seperti polypropylene, polystyrene, polycarbonate, polyester, butuh waktu lama untuk membusukkannya.

Artinya, wabah Corona ini otomatis menimbulkan ledakan jumlah sampah masker dalam waktu singkat di perumahan dan kantor. Biasanya masker hanya di rumah sakit, tetapi kini masker justru lebih banyak digunakan dan dibuang di bak sampah di depan rumah, terkumpul di TPS dan ditimbun di TPA sampah. Siapkah dinas atau perusahaan daerah yang mengurusi sampah dalam antisipasi ledakan volume dan berat sampah masker?

Tentu saja kita berharap dinas, badan, dan perusahaan daerah siap sedia. Tidak hanya membuang masker tetapi juga menihilkan potensinya sebagai agent dan reservoir bakteri dan virus. Yang patut juga dilaksanakan, selain mencuci tangan dan wajah dengan air PDAM karena air ini berklor (chlorine, kaporit) sesering-seringnya, juga mencuci tangan dengan sabun. Boleh juga dengan sanitangan (hand sanitizer). 

Semoga sehat dan kuat untuk kita semua. (Gede H. Cahyana).
ReadMore »

3 Maret 2020

Air PDAM Basmi Corona

Air PDAM Basmi Corona

SERANGAN UMUM 2 MARET 2020. Corona serang Indonesia. Selamat datang virus Corona, kami akan belajar untuk menangkalmu. Berusaha mencegahmu. Membasmi keturunanmu. Apakah kau, hai Corona, diciptakan untuk dibasmi? Atau kaukah yang akan membasmi manusia? Akhirnya kau tersenyum sinis ya Corona, melihat banyak orang yang “panic buying”. Ataukah ini akal-akalan pebisnis saja agar barangnya laku? Entahlah. Kau sukses Corona. Tapi kau wajib dilawan. Tak perlu biaya mahal. Ini yang murah, buat yang tidak mampu ikut-ikutan borong masker, sayur, buah, beras, dan puluhan dus soft-drink. Air PDAM sudah cukup. Kenapa?


PDAM menggunakan klorin di dalam proses disinfeksi, selain kaporit (kalsium hipoklorit, Ca(OCl)2). Nama lainnya ialah bleaching powder atau puyer kelantang atau chlorinated lime. Biasa digunakan untuk membasmi bakteri, algae dan bau. Setelah diinjeksikan atau dibubuhkan ke dalam air di reservoir, kisaran waktu kontaknya antara 15 - 30 menit. Dosis total klor bervariasi antara 0,2 - 40 mg/l. Keuntungan menggunakan zat ini ialah adanya sisa klor, biasanya antara 0,2 – 0,5 mg/l. Sisa klor ini dibutuhkan apabila di ruas pipa distribusi terjadi rekontaminasi bakteri yang masuk ke dalam pipa akibat kebocoran. Sisa klor inilah yang diharapkan mampu membasmi bakteri di dalam air kotor itu.

Karakterisitik klorin sebagai biosida antara lain (1) toksik bagi mikroba pada konsentrasi yang tidak berbahaya bagi manusia - hewan; (2) cepat bereaksi membunuh bakteri dengan waktu kontak yang singkat; (3) tahan lama sehingga mampu menanggulangi rekontaminasi di zone distribusi; (4) ekonomis (murah) dan mudah diperoleh; (5) mudah dianalisis di laboratorium; dan (6) mudah menentukan dosisnya. Tentu saja makna tidak berbahaya bagi manusia tersebut harus tetap mengacu pada upaya keamanan dengan melaksanakan prosedur operasi standar (SOP) yang berlaku. Misalnya, menggunakan tutup hidung dan mulut yang tepat.

Tapi ini kan virus. Bukan bakteri. Ya betul. Klorin mampu merusak DNA virus seperti halnya merusak DNA bakteri dan mikroba lainnya. Bagaimana caranya? Sering-seringlah mencuci tangan dengan air PDAM. Jangan air sumur. Jangan air minum kemasan (Amik). Jangan air minum kemasan ulang (Amiku). Jangan juga air hujan. Apalagi air mata, jangan! Eh mata air. Air yang ke luar langsung dari tanah itu. Biasa disebut spring. Kecuali hot water spring. Ini bagus. Terutama yang berisi belerang. Sulfur. Wah…. rindu Ciater, Cipanas Garut euyy..

Bagusnya lagi, kaum muslimin itu, mereka sering wudhu. Ini cara eksklusif basmi virus. Tidak hanya tangan tapi juga wajah, lipatan telinga, kaki dan kulit yang terpapar udara dibasuh air. Sekali lagi, air PDAM. Air PDAM. Tapiii…, PDAM juga harus membubuhkan klor di dalam air olahannya secara benar. Harus ada sisa klor. Kalau tidak ada… percuma. Akan sama dengan air lainnya. Please ya PDAM, untuk saat ini, karena ada wabah, bahkan Pandemi, air PDAM dikasi klor yang lebih daripada biasanya. Naikkan 10% dosisnya. Tolong cek di lokasi terjauh dari IPAM (instalasi) apakah ada sisa klor ataukah tidak. Please. Mari bantu masyarakat agar sehat, bebas Corona, Si Covid-19, Si renik yang parasit. (Gede H. Cahyana).*
ReadMore »