• L3
  • Email :
  • Search :

30 September 2012

Teknik Lingkungan dan Ilmu Lingkungan


Teknik Lingkungan dan Ilmu Lingkungan
Oleh Gede H. Cahyana

Oktober adalah bulan kelahiran Teknik Lingkungan di Indonesia kalau diacu pada embrio yang bernama Teknik Penyehatan (TP) di Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada masa itu, TP menjadi “bagian” dari Departemen Teknik Sipil.

Istilahnya departemen, bukan jurusan, bukan program studi seperti sekarang. Bidang yang ditekuni oleh mahasiswa TP berkisar di sektor sanitasi sesuai dengan nama departemen ini, yaitu Sanitary Engineering. Berbagai buku-ajar (textbook) selalu saja mencantumkan frase sanitary engineering seperti Unit Operation for Sanitary Engineering, Unit Process for Sanitary Engineering, Municipal and Rural Sanitation yang ditulis oleh Salvato untuk Sanitary Engineering.

Frase Teknik Penyehatan pun serta merta meluas digunakan oleh pemerintah Orde Baru, bahkan beberapa kantor masih menggunakan istilah ini sampai sekarang. Pada dekade 1970-an, di seluruh Indonesia dimapankan nama Bagian Teknik Penyehatan di Departemen Pekerjaan Umum, di Kantor Wilayah Dinas Pekerjaan Umum provinsi sampai ke kabupaten dan kota madya (dulu ada istilah kota administratif dan kota madya; sekarang istilahnya kota). Maklumlah, pada dasawarsa itu, produsen sarjana atau insinyur Teknik Penyehatan hanya berasal dari ITB sehingga Departemen Pekerjaan Umum pun diisi oleh alumni TP ITB. Tak mengherankan, mayoritas desain IPAM di BPAM atau PDAM pada dekade 1970 s.d 1980 didominasi oleh alumni ITB, lebih khusus lagi adalah dosen-dosen ITB, mulai dari Sabang sampai Merauke, Sangihe hingga Rote.

Namun demikian, eksistensi istilah Sanitary Engineering di Amerika Serikat mulai memudar justru ketika pemerintah Indonesia (Orde Baru) sedang sibuk-sibuknya melaksanakan Pelita (Pembangunan Lima Tahun) di sektor Teknik Penyehatan, Dept. Pekerjaan Umum. American Society of Civil Engineers (ASCE) pada 1977 mengeluarkan istilah Environmental Engineering yang dilengkapi dengan definisinya yang cukup panjang. Di Bandung, dimotori oleh dosen dan alumni TP ITB pada waktu itu, yaitu tahun 1977 didirikan Ikatan Ahli Teknik Penyehatan Indonesia (IATPI). Artinya, ketika asosiasi insinyur sipil di Amerika Serikat merilis definisi untuk Teknik Lingkungan, di Indonesia baru dibentuk asosiasi bidang teknik penyehatan. Istilah Teknik Lingkungan di Indonesia resmi muncul pada tahun 1984 setelah Departemen Teknik Penyehatan ITB diubah menjadi Jurusan Teknik Lingkungan ITB.

Namun sejumlah nama, plank, etiket, label di banyak barang inventaris, termasuk kop kertas surat masih berlabel Teknik Penyehatan. Ini berlangsung hingga akhir dekade 1980-an atau 1990. Perlu waktu kurang lebih lima tahun untuk memapankan istilah Teknik Lingkungan di ITB. Barangkali ini berkaitan dengan ketersediaan dana untuk biaya pengecatan ulang label di kursi, meja, lemari, dll. Di pusat juga, yaitu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ditjend. Pendidikan Tinggi, masih setia mencantumkan kata Teknik Penyehatan pada formulir dan brosur PMDK (Penelusuran Minat Dan Kemampuan) dan di berkas (buku panduan) Sipenmaru (Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru). Oleh sebab itu, saya sempat bertanya-tanya ketika nama saya muncul di Jurusan Teknik Lingkungan, di urutan terakhir, yaitu nomor 12 dengan NRP. 1851312, bukan di Teknik Penyehatan seperti yang tercantum dalam berkas PMDK yang saya hitamkan lingkarannya (buletannya). Dengan kata lain, saya dan teman-teman seangkatan, tanpa disadari alias gak tahu apa-apa, adalah produk konversi dari TP ke TL.

Nomenklatur itu selanjutnya diikuti oleh Jurusan Teknik Lingkungan ITS di Surabaya, STTL (Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan) dan Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta, Teknik Lingkungan di Institut Teknologi Adityawarman (Universitas Kebangsaan), Universitas Pasundan, dan Institut Teknologi Nasional (Itenas). Selepas medio 1990-an ditandai juga dengan kehadiran jurusan Teknik Lingkungan atau masih menjadi bagian dari Jurusan Teknik Sipil seperti di Universitas Indonesia, Universitas Diponegoro dan lain-lain. Bak jamur di musim hujan, jurusan TL akhirnya meluas hingga ke Sumatera dan Kalimantan. Oleh sebab itu, pada tahun 1996 digelarlah lokakarya di ITB untuk “dengar-pendapat” dari berbagai jurusan TL di Indonesia, dihadiri oleh alumni TP/TL, dosen, BAN PT serta konsorsium MIPA dan teknologi.

Ilmu Lingkungan
Ternyata, dunia ini betul-betul jauh lebih luas daripada daun kelor. Tak lama berselang setelah pemapanan Teknik Lingkungan di ITB dan di Indonesia umumnya, muncullah jurusan Ilmu Lingkungan (Environmental Science). Jurusan ini bukan bagian dari biologi atau ekologi seperti yang ada di Universitas Padjadjaran misalnya. Jika dikelompokkan, jurusan Ilmu Lingkungan masuk ke dalam sains tersendiri, berdiri sendiri, sejajar dengan biologi, fisika, kimia, geologi. Dari dulu sampai sekarang, di ITB ada MK Pengetahuan Lingkunganyang dinyatakan sebagai “anak” dari MK Biologi, yang disebut ekologi (ecology). Salah satu buku yang dijadikan rujukan mata kuliah ini ialah Ilmu Lingkungan, tulisan R. E. Soeriaatmadja, guru besar di Prodi Biologi ITB dan mantan Asmen LH. Dengan jelas disebutkan dalam buku ini bahwa ilmu lingkungan bercikal dari ekologi dan ekologi adalah bagian dari biologi.Satu contoh topik bahasannya adalah ekosistem akuatik. Karena basisnya adalah biologi (ekologi) maka porsi subjek seperti air minum, air limbah, persampahan, dll hampir tidak dibahas di buku ini secara khusus.

Tak bisa dimungkiri, makna lingkungan memang luas, seluas eksistensi lingkungan itu, baik lingkungan alami mupun lingkungan buatan. Tentu berat sekali dan menjadi dangkal kalau seorang mahasiswa harus mempelajari semua materi lingkungan dalam arti luas di sebuah jurusan. Apalagi kalau dievaluasi mata pelajaran di SD, SMP, MTs, MA, SMA yang bernama Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH), akan makin tumpang tindih dan sengkarut saja bidang lingkungan ini. Semua guru, seperti guru biologi, kimia, geografi, bahkan PPKn pun ada yang mengajar PLH. Sebab, hanya dengan membaca sejam dua jam saja, guru sudah bisa menjelaskan materi lingkungan dalam makna umum (general) sehingga mata pelajaran ini dipandang sebelah mata alias dianggap gampang. Padahal hakikatnya, pelajaran inilah yang justru sangat mempengaruhi kesehatan jasmani, ruhani (mental) dan sosial manusia. Terapan pelajaran PLH ini sangat vital bagi eksistensi manusia tetapi manusia tidak menyadarinya. Dianggapnya, pelajaran ini sekadar hafalan, masuk telinga kiri, ke luar telinga kanan.

Kembali ke ilmu lingkungan. Perdefinisi, ilmu atau sains (science) dapat dibagi menjadi dua, yaitu ilmu sosial dan ilmu alam. Ilmu sosial mempelajari interaksi manusia dalam kehidupan negara, keluarga, suku, ras, agama, komunitas, kelompok, kantor, dll. Ilmu alam fokus ke materi tentang dunia (Bumi) seperti fisika, biologi, kimia, geologi, dan ilmu lingkungan. Tampaklah bahwa ilmu lingkungan menjadi bagian yang setara dengan biologi dll, bukan cabang atau bagian dari biologi (ekologi). Menurut istilah, ilmu adalah pengetahuan yang disistemkan, memiliki hukum, asas, aksioma, postulat, kaidah, dst., dapat diuji dengan pengumpulan data lewat observasi atau eksperimen. Dengan kata lain, ilmu berbeda dengan pengetahuan (knowledge). Bahkan, ilmu ini pun meliputi ilmu yang kasat mata (scientific) dan ilmu gaib. Hanya saja, ilmu gaib tidak dianggap ilmu oleh kalangan sekuler di Eropa, Amerika, Australia, dll. Bagi ilmuwan sekuler, segala entitas ilmu harus dapat dibuktikan dengan riset lewat metodologi yang dibakukan untuk ilmu an sich.

Ilmu lingkungan (Environmental Science) mempelajari semua bidang yang ada di dalam ilmu alam seperti biologi, kimia, fisika, geologi. Adapun biologi fokus ke bidang biologi, kimia fokus ke kimia, fisika juga ke fisika dengan cabang-cabangnya atau subdisiplin seperti mikrobiologi, kimia organik, fisika nuklir, dll. Singkatnya, bekal keilmuan seorang sarjana ilmu lingkungan meliputi semua subjek ilmu alam (natural science) dan matematika. Historisnya, mahasiswa (alumni) ilmu lingkungan mempelajari lingkungan alami seperti atmosfer, tanah (land), air, dll. Tapi lingkup ilmu ini terus meluas hingga ke lingkungan binaan manusia (built environment).

Lantas, bagaimana dengan sarjana Teknik Lingkungan? Berdasarkan istilah, teknik, rekayasa atau engineering adalah profesi yang menerapkan ilmu (sains) dan matematika untuk memanfaatkan massa dan energi demi kepentingan manusia di bidang struktur, mesin, produk, sistem, proses, dll. Oleh sebab itu, seperti ditulis di atas, ASCE memberikan definisi Teknik Lingkungan sbb: profesi yang menerapkan ilmu (pemikiran) untuk memberikan solusi bagi masalah sanitasi lingkungan seperti air minum yang aman, pengelolaan air limbah, drainase, persampahan, kebisingan, polusi udara, kesehatan masyarakat, pencemaran industri, serta dampak sosial yang terjadi akibat solusi di atas.

Ada kata-kata mutiara: “Scientists discover things and engineers make them work”. Pada masa sekarang, kata-kata hikmah itu bisa dievaluasi lagi, bisa dinyatakan betul dan masih berlaku, bisa juga sudah tak relevan lagi. Zaman dulu, memang, ilmuwan (filosof) sebagai penemu lalu insinyur yang menerapkan temuan itu dalam bentuk benda, barang, atau projek. Tetapi sekarang, tak sedikit insinyur yang menemukan sesuatu lalu diterapkan di lapangan. Lihat saja bidang teknologi pengolahan air minum dan air limbah, juga pembuatan jalan tol, betapa insinyur bisa menemukan teknologi yang memudahkan hidup manusia. Di bidang kendaraan juga begitu, temuan terus dibuat oleh insinyur (engineer) di pabrik-pabrik.

Dari sudut pandang pendidikan, ilmu lingkungan adalah fondasi (dasar) dari teknik lingkungan. Ilmu lingkungan memberikan teori dasar keilmuan yang digunakan oleh teknik lingkungan untuk membuat solusi bagi masalah lingkungan. Kalau merujuk pada keserumpunan ilmu, maka ilmu lingkungan dan teknik lingkungan berkategori serumpun. Bahkan lebih dekat daripada serumpun itu, yaitu kedua bidang kajian ini masuk ke dalam batang ilmu dan teknologi (sainstek) yang sama atau kongruen, sama dan sebangun. 

Di lapangan kerja, dua jenis sarjana ini saling menunjang, saling membutuhkan. Misalkan, dalam desain instalasi pengolah air limbah seperti constructed wetland, sarjana teknik lingkungan bertugas mendesain bak, fenomena hidrolika, slope (kemiringan) pipa-pipa, sementara itu sarjana ilmu lingkungan menentukan jenis tanaman yang cocok untuk mengolah air limbah yang akan dimasukkan ke dalam bak itu. Dalam penetapan media tumbuh tanaman, yaitu berupa kerikil, pasir, atau kayu, kedua jenis sarjana ini bisa saling hitung dan memberikan masukan. Namun faktanya, seperti yang terjadi selama ini, seorang sarjana teknik lingkungan bisa melaksanakan semua tugas desain tersebut secara mandiri. (ghc)

NB.
Gelar lulusan Prodi Teknik Lingkungan: S.T.
Gelar lulusan Prodi Ilmu Lingkungan: S.Si.
Lantas, kalau nama prodinya adalah Ilmu dan Teknologi Lingkungan, apa gelar lulusannya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar