• L3
  • Email :
  • Search :

24 Mei 2012

Tips Belajar di Perguruan Tinggi

Tips Belajar di Perguruan Tinggi
Oleh Gede H. Cahyana


[Selamat buat yang lulus UN. Untuk yang belum lulus, ikutlah ujian paket atau kesetaraan. Bisa juga ikut tahun depan. Hidup ini rahasia, banyak yang gagal UN tetapi justru sukses finansial dalam wirausahanya. "Siapa saja yang bersungguh-sungguh, akan berhasil"]

Mulai Mei 2012 ini, semua perguruan tinggi, baik sekolah tinggi, institut, akademi, politeknik, maupun universitas melaksanakan penerimaan mahasiswa baru. Calon mahasiswa pun sibuk mendaftarkan diri. Ada yang ingin lulus di PTN (perguruan tinggi negeri), ada juga yang lebih suka langsung mendaftar ke PTS (perguruan tinggi swasta) tanpa ikut ujian SNMPTN. Ada juga yang akhirnya kuliah di PTS karena tidak lulus SNMPTN. 

Namun demikian, di mana pun kuliah, di PTN maupun PTS, hakikatnya sama, yaitu sama-sama menjadi masyarakat akademis. Patut diakui, perguruan tinggi memiliki relung khas di hati mayoritas masyarakat. Buktinya, banyak yang ikut ujian SNMPTN. Juga banyak yang kuliah di PTS. Secara nasional, jumlah perguruan tinggi di Indonesia mencapai 3.070-an unit, 83 unit berupa PTN (3%). Sisanya PTS (97%). Oleh sebab itu, hendaklah pemerintah berupaya mengembangkan PTS karena menjadi salah satu tiang kekuatan pendidikan dan riset di Indonesia. 

Sebagai pusat keunggulan, perguruan tinggi adalah sumber pemikir (think tank). Sejarahnya bisa ditarik jauh ke masa sebelum Masehi, ke zaman Yunani kuno ketika cendekiawannya membagikan ilmu dari rumah ke rumah termasuk ke istana raja. Salah satu filosof dan pakar geometri yang akrab di telinga kita ialah Phytagoras (580 – 500 SM), sang penemu rumus untuk menghitung sisi miring (hypotenuse) segitiga siku-siku. Hanya saja, menurut sejarah, Platolah dianggap penemu perguruan tinggi bernama Academy. Rintisannya ini dilanjutkan Aristoteles dengan mendirikan Lyceum. Lantas kian berkembang pada masa Romawi, pada masa Islam di Timur Tengah dan Asia Barat lalu bergerak ke Eropa pada masa renaissance (renesans, pembaruan) hingga sekarang. 

Faktanya, masyarakat masih memandang prestisius jenjang pendidikan tinggi karena banyak hal baru di dalamnya. Belajar di SMA, SMK, atau Madrasah Aliyah biasanya bersifat monolog. Di perguruan tinggi berbeda. Di kalangan kampus, cara belajarnya lebih mengutamakan dialog. Secara ringkas di bawah ini diberikan tips belajar di perguruan tinggi untuk mahasiswa baru, baik yang kuliah di PTS maupun PTN. Poin-poin di bawah ini bersifat fleksibel, bisa diperluas atau dipersempit. 


Tips Belajar

Inilah tips belajar untuk mahasiswa.

  1. Jadikan belajar sebagai hobi. Sikap ini membantu konsentrasi kamu dan mengurangi stres. Kata pakar pendidikan Gordon Stokes, 80% kesulitan belajar terkait dengan stres.
  2. Jangan bolos. Jika kuliahnya membosankan karena dosennya kurang komunikatif atau materinya sulit, teruslah hadir. Kalau sering absen, kamu akan rugi biaya, tak dapat ilmu dan mungkin tidak lulus. Agar bisa belajar efektif, kata Stockwell, kamu harus melihat, mendengar, dan merasakan. Bolos berarti kehilangan ilmu. Catatan memang bisa dipinjam dari teman, tetapi tidak semua ucapan dosen akan sempat dicatat. Kuliah mutlak perlu untuk menguatkan kesan visual dan melatih alur berpikir.
  3. Buatlah catatan kuliah. Catat yang penting-penting saja. Agar cepat, gunakan singkatan atau kode khas buatan kamu dan mudah diingat. Jangan asal tulis, tapi berpikirlah saat mencatat.
  4. Jika belum mengerti, bertanyalah. Jangan malu bertanya karena teman pun mungkin belum mengerti. Teman kamu pasti berterima kasih karena kamu bertanya tentang sesuatu yang dia pun belum mengerti meskipun tak diucapkannya.
  5. Setiap selesai kuliah, bacalah catatan sekali lagi. Sekilas saja. Lalu cari penjelasan detail di buku teks. Buatlah catatan ringkas dari setiap topik yang dibaca.
  6. Temukan gayamu. Setiap orang punya cara khas dalam belajar. Jika suka musik, putarlah musik favoritmu atau gunakan headset. Jika suka sepi, carilah tempat dan waktu yang pas agar suasananya sunyi.
  7. Buatlah grup belajar agar sering diskusi. Anggotanya cukup lima orang. Temuilah dosen atau asisten jika ada kesulitan dalam memahami kuliah.
  8. Bacalah buku yang disarankan dosen. Garisbawahi atau stabiloi kata, kalimat penting (jika buku milik sendiri). Jika buku pinjaman, foto kopilah bagian yang perlu saja atau catat dengan kalimat sendiri.
  9. Menjelang UTS, UAS segarkan ingatan dengan mengulang (review) bahan kuliah. Jangan lakukan SKS: sistem kebut semalam.
  10. Last but not least, jadikan belajar sebagai ibadah agar semangat. Ingatlah, mahasiswa adalah masyarakat akademis berciri cerdas, egaliter, senang membaca, menulis dan mengembangkan ilmu dan teknologi (iltek) yang berbasis imtak (iman dan takwa).
Karena bebas berpendapat secara lisan dan tulisan, mahasiswa jangan segan apalagi takut bertanya kepada dosen. Dosen yang baik selalu siap memberikan penjelasan kepada mahasiswanya. Sikapnya terbuka, mau menerima pendapat mahasiswanya yang berbeda. Artinya, dosen tidak selalu betul karena ilmu dan teknologi terus berkembang. 

Selamat belajar.*

ReadMore »

18 Mei 2012

Amien Rais, Empat Belas Tahun Lalu

Bulan ini, yaitu Mei, empat belas tahun lalu, Indonesia sedang genting-gentingnya. Pada pekan itu Presiden Soeharto sedang berada di luar negeri. Salah satu negara yang didatanginya adalah Mesir. Sementara itu, di dalam negeri kegawatan terus berubah dari detik ke detik. Percepatannya sangat terasa. Sejumlah aksi demo kian marak. Mahasiswa dari 99,99% perguruan tinggi bergerak. Tak hanya di Jakarta, tapi juga di Bandung, di Yogya, Solo, Semarang, Surabaya, Makasar, Medan, Padang, dll. Semuanya bersatu menyerukan perlawanan terhadap status quo yang dilakoni Orde Baru. 

Bulan ini, yaitu Mei, empat belas tahun lalu, seorang dosen UGM, Amien Rais namanya, diisukan akan ditangkap. Orang Jawa ini memang sedang merancang pertemuan besar di Monas. Itu sebabnya, bala tentara telah disiapkan untuk menggagalkan acara itu dan bila perlu menindaknya secara tegas. Isu ini terus meletus dan sampai juga ke telinga rakyat kecil. Mereka tak rela pemimpinnya dinista seperti itu dan bersama mahasiswa mereka ikut bergerak. Gedung MPR-DPR dijejali ratusan ribu manusia, bahkan sampai sesak hingga radius satu kilometer. Luar-dalam gedung milik rakyat itu sarat rakyat. Mereka menagih miliknya kepada wakil-wakilnya yang tetap bersikukuh atas pilihan mereka.

Bulan ini, yaitu 21 Mei, empat belas tahun lalu, terjadi peristiwa sejarah yang abadi selamanya. Soeharto, presiden yang berkuasa nyaris 32 tahun, akhirnya turun. Lengser keprabon, tanpa mandeg pandhito. Kulihat semua orang yang ada di gedung DPR-MPR itu menangis. Menangis sejadi-jadinya. Kulihat mereka saling berpelukan, berbaur. Tua muda, anggota dewan dan mahasiswa, semuanya kulihat mengusap air mata. Bahagia tak terkira. Satu tahap perjuangannya telah berbuah. Mereka tahu, banyak pengorbanan yang telah keluar. Tak hanya tenaga, uang, pikiran, perasaan, tapi juga nyawa kawan mereka. Peristiwa Semanggi dan sederetan lagi peristiwa lainnya. Entah berapa banyak orang yang hilang dan tak diketahui kabarnya sampai sekarang. 

Bulan ini, yaitu Mei, empat belas tahun lalu, Prof. Dr. Habibie mulai menjalankan tugasnya sebagai presiden. Pertentangan terjadi. Mekanismenya dianggap salah. Runyamlah lagi suasana. Namun akhirnya para politisi dan ekonom Indonesia dapat memberikan pengertian kepada mayoritas pihak bahwa Habibie hanya sementara. Ia menjadi presiden sampai jangka waktu tertentu, yaitu sampai Pemilu. Ini sudah dilaksanakannya. Pemilu multipartai. Tapi sayang, satu kesalahan terbesar Habibie adalah lepasnya Timor Timur dari NKRI. Tragis memang. Setelah puluhan ribu nyawa melayang, Timtim akhirnya bukan milik kita lagi. Ia menjadi negara baru bernama Timor Leste dan Xanana Gusmao menjadi presiden.

Kembali ke sosok Amien Rais. Dialah orang pertama yang berani menyuarakan isu suksesi tanpa huru-hara. Itu dilontarkannya tahun 1993, ketika baru saja Soeharto terpilih kembali menjadi presiden. Dalam rentang waktu lima tahun itu, yaitu dari 1993 sampai 1998, Amien Rais selalu berada di garda depan. Ia bahkan dicerca oleh semua lawan kampus dan lawan politiknya. Bahkan di PP Muhammadiyah pun ia dilawan, ketika ia menjadi ketuanya. Dari sekian poin kasusnya, artikel berjudul Inkonstitusional di Republika inilah yang melambungkan namanya dan dianggap kontra-Orde Baru padahal dia seorang PNS. Bagi Orde baru, PNS adalah Golkar, sebuah organisasi yang tak mau mengaku sebagai partai tapi selalu berpolitik. Aneh memang. ABRI pun masuk ke Golkar. Tak heran Golkar menang dengan suara telak pada masa itu. 

Bulan ini, yaitu Mei, empat belas tahun lalu, Amien Rais berhasil membawa lokomotif yang menarik gerbong berisi 180 juta orang waktu itu. Ia antarkan sampai stasiun untuk kemudian berganti masinis dan melanjutkan perjalanan lagi. Mau ke mana? Tentu saja arahnya bergantung pada mayoritas rakyat Indonesia, lewat mekanisme Pemilu. Jika masih terus saja mau bodoh dan rela diperbodoh, maka hasilnya takkan lebih baik daripada masa Orde Baru dulu. Cuma akal dan pikir inilah yang mampu melepaskan diri kita dari kungkungan kebodohan, ketidakadilan, dan kenistaan. Bayangkan, sekarang kita sudah 235 juta orang! Sangat potensial untuk melawan kesialan selama ini, bukan?

Bulan ini, yaitu Mei, empat belas tahun lalu, Amien Rais membuktikan satu perkara penting, yaitu: tetap berada di jalur kebenaran, sekuat apa pun badai menerjang. Ujungnya, semua berakhir. Mau sebagai pecundang atau pemenang? Itu semua adalah opsi kita. Bagai angsa yang memilih tumpahan susu di kolam berlumpur. Akal sehat adalah kuncinya.*

Artikel ini sekadar kilas-balik, refleksi atas reformasi yang diawali oleh seorang dosen bernama Amien Rais.

Foto: Vivanews.com
ReadMore »

16 Mei 2012

Apa Kabar Hari Buku Nasional?


Sejak dicanangkan tahun 1980, setiap tanggal 17 Mei diperingati sebagai Hari Buku Nasional. Ini bertepatan dengan peresmian Perpustakaan Nasional di Jakarta. Bagaimana peran buku bagi perkembangan masyarakat? 


Buku itu pintu ilmu; jendela dunia. Membaca buku sama dengan membuka tirai dunia, membawa dunia lebih dekat dengan kita. Malah ada di tangan kita, dalam lembaran kertas berisi tulisan bermakna, kalimat- nya tertata dengan struktur tertentu yang bervariasi. Inilah makna buku secara klasik konvensional. 

Buku itu gudang ilmu. Yang lebih tepat, menurut saya, buku adalah ladang ilmu. Ladang tempat menyemaikan benih. Benih yang unggul akan bagus hasilnya. Benih buruk, buruklah buahnya. Tak heran ada buku yang menjadi ladang maksiat, mengubah pikiran orang menjadi marxis dan melekatkan ateisme di selaput kelabu otaknya. Bersamaan dengan itu, ada buku yang menjadi ladang kebaikan, menggiring orang pada kebenaran dan hiburan bagi kalbu.

Kekuatan Buku
Lewat buku kita menjadi makin tahu. Orang yang belum pernah ke Alaska menjadi tahu kondisi di sana lewat koran, majalah, tabloid atau buku. Buku-buku tentang kedigjayaan bangsa dan budaya Mesopotamia di Irak zaman dahulu bisa kita ketahui lewat buku juga. Yang belum pernah mendaki Himalaya di India menjadi tahu cerita tentang makhluk Yeti yang misterius itu, juga dari buku. Tentang jagat raya atau makrokosmos seperti planet, bintang-gemintang, asteroid, komet, matahari hingga galaksi, alam renik semisal bakteri-kuman, juga bisa didapat di buku. Sejarah tentang kertas atau papirus dan riwayat mesin cetak Gutenberg juga dapat ditelusuri di buku-buku.

Pendeknya, semua ilmu dan teknologi mulai dari ajaran agama, sekte kepercayaan, teknologi lama dan baru, sejarah dan situs purbakala hingga Zaman Dinosaurus bisa diretas lewat buku. Tak berlebihan jika buku disebut penyambung lidah sejarah. Ia meniti dan melintasi zaman sambil mendata pernak-pernik adat dan budaya di setiap daerah. Sebagai penyambung kebudayaan, buku begitu penting bagi masyarakat beradab yang selalu berpikir maju. Catatan ilmu dan teknologi dari sejumlah buku dipelajari oleh ilmuwan dan teknolog, lalu diuji coba di laboratorium kemudian hasilnya dituangkan di dalam buku juga. Bagaimanapun, buku adalah salah satu alat komunikasi antarilmuwan lintas agama, lintas budaya, lintas negara, dan..., ini yang penting: lintas masa.

Itulah kekuatan buku. Banyak yang percaya pada kemampuan buku untuk menyebarkan sainstek di tengah perkembangan radio, televisi, komputer, internet (blog, FB, Twitter) atau apa saja pada masa depan. Bahkan kehadiran ponsel dengan SMS-nya justru makin membiasakan orang menulis catatan singkat. Ini bisa menjadi cikal-bakal munculnya penulis-penulis buku di kalangan remaja, terlepas dari SMS itu yang—kata pakar bahasa—merusak bahasa kita. Facebook juga sama, dapat membiasakan Fbers menulis apa saja, meskipun sekadar satu-dua kata, baik dianggap penting maupun tidak oleh Fbers lainnya. Yang penting...., menulis.

Yang pasti, baik SMS, e-mail, Fb, Twitter, maupun surat biasa lewat pos adalah sarana pembiasaan menulis dan mengemukakan pendapat secara tertulis yang tertata. Pasti ada sisi positifnya, sekecil apapun ia. Untuk tahap awal, amat prematur kalau kita langsung bicara soal mutu tulisan. Semua orang silakan saja menulis: mau menulis cerita fakta, silakan. Mau fiksi, boleh-boleh saja. Mau novel pop, novel picisan, atau novel sastra, semuanya sah-sah saja. Nanti masyarakat yang menilai. Pokoknya.., tulis!

Kembali ke soal buku. Buku nyaman dijinjing ke mana saja. Praktis dan mudah diakses. Kapan mau dibuka, saat itu juga bisa dilakukan. Tak perlu listrik, tanpa baterei, dan ringan. Sambil santai di kursi, sembari berbaring atau lesehan, waktu berjemur di pantai, mudah dilakoni. Bahkan, untuk mengirim surat ke pacar zaman cinta monyet di SMP-SMA dulu banyak yang diselipkan di dalam buku cerita seperti Lima Sekawan, Sapta Siaga, novel pop, atau buku-buku paket mafikibi (matematika, fisika, kimia, biologi).

Selamat menulis, selamat memperingati Hari Buku Nasional, 17 Mei 2012.*

Salam Buku

Gede H. Cahyana
Foto: Solopos
ReadMore »