• L3
  • Email :
  • Search :

17 Desember 2021

Anak Lanang, Menoreh Mimpi Menggapai Langit

Anak Lanang, Menoreh Mimpi Menggapai Langit

Buku ini adalah novel yang ditulis dari perjalanan karir seorang PNS (atau ASN). Penggalan kisah diceritakan mulai dari kelahirannya di Bandung, bersekolah, kuliah, lulus CPNS,  menikah, hingga berpindah-pindah lokasi tugas baik di Pulau Jawa maupun di luar Jawa. Puncak karir Anak Lanang dikisahkan di bagian akhir novel ini, yaitu pada 29 April 2020 sebagai Wakil Kepala Utama. Anak Lanang dipilih oleh Kepala Utama sebagai wakilnya dan mendapatkan persetujuan dari Presiden RI. Sebagai orang nomor dua di institusi hukum tersebut, Anak Lanang bertugas mengelola manajerial institusi di seluruh Indonesia.

Anak Lanang lahir dari orang tua bernama Singgih dan Sugini di Kiaracondong Bandung pada 1 Desember 1961. Pak Singgih adalah seorang tentara berpangkat Letnan Satu pada waktu itu. Nasihat orang tuanya yang kuat menggores hatinya adalah agar dia menjadi orang yang berguna dan “memayungi” semua kakak perempuannya. Setelah tamat SMA, Anak Lanang ingin belajar Ilmu Hukum dan kuliah di Uninus. Setelah mencapai Sarjana Muda atau D3, Anak Lanang ikut tes pegawai negeri dan diterima sebagai CPNS di institusi hukum negara dan ditempatkan di Sumedang.

Berawal dari kota tahu itulah karir Anak Lanang terus berproses. Dia pernah menjadi ajudan Kepala Wilayah Kantor Jawa Barat, termasuk mencuci mobil, menjadi sopir, dan melaksanakan tugas sebagai aparatur hukum, pengantar surat dinas. Setelah periode ajudan inilah dia menjalani banyak pendidikan dan pelatihan di bidang hukum, khususnya intelijen, ilmu yang diminatinya. Dia pernah menjabat sebagai Kasubsi Intelijen di Kabupaten Indramayu. Sebagai intel tentu perlu banyak orang yang bisa memberikan informasi tentang situasi dan kondisi kehidupan masyarakat. Sejumlah teman, wartawan, dan masyarakat diajaknya main, makan, dan tinggal di rumah kontrakannya.

Kota berikutnya adalah Mataram, Nusa Tenggara Barat. Anak Lanang diposisikan sebagai Kasubsi Oharda pada 13 Agustus 1994. Pada periode inilah Anak Lanang ditinggal ibunya yang wafat di tanah suci ketika menunaikan ibadah haji. Lima tahun di Mataram, Anak Lanang lantas pindah tugas ke Kudus, Jawa Tengah. Di kota yang dikenal dengan Menara Kudus inilah Anak Lanang pernah ditugaskan memeriksa stafnya atas pelanggaran tugas. Dilema terjadi karena yang diperiksa adalah staf dari teman dekatnya. Tetapi dia laksanakan tugas pemeriksaan sebagai kewajiban profesional dan integritas institusi dengan tetap bersikap santun sebagai teman.

Periode selanjutnya adalah kantor di Cibadak Kabupaten Sukabumi. Semasa bertugas di Cibadak pernah terjadi amuk massa. Anak Lanang sempat menemui tokoh masyarakat yang sangat ditakuti di Cibadak. Keberhasilannya meredakan amuk massa ini kemudian mengantarkan Anak Lanang pada jabatan barunya, yaitu sebagai Kasi Penerangan Hukum dan Humas di Kantor Wilayah Utama Jawa Barat pada tahun 2001. Artinya, pulang ke rumah dan dekat dengan bapak dan saudaranya di Bandung. Tempat tinggalnya di Jalan Warung Jambu No. 34, Kiaracondong, dekat dengan rumah orang tuanya, Pak Singgih di Jalan PSM No. F43. Tupoksi tugas baru ini mengantarkan Anak Lanang bertemu dengan banyak awak media seperti wartawan koran, radio, dan televisi. Belajar ilmu komunikasi praktis lebih diintesifkan lagi.

Di Kantor Wilayah Jawa Barat ini pulalah jabatan sebagai Pengkaji Intelijen Jawa Barat dipikulnya. Berselang setahun, jabatan sebagai Kabag Anggaran di Biro Keuangan Kantor Pusat Jakarta diamanatkan kepadanya. Uniknya, pada saat yang sama Anak Lanang diberi tugas menjadi Kepala Kantor Sementara untuk kantor di Kabupaten Garut. Pimpinan kantornya di Jakarta sulit mendapatkan pengganti Anak Lanang untuk Bagian Anggaran pada waktu itu. Akhirnya pada September 2005 resmilah ia menjadi Kepala Kantor di Kabupaten Garut. Perpustakaan di kantor ini dibenahinya sehingga meraih predikat Pustaka Adhyaksa Utama.

Dari kabupaten yang terkenal dengan dodol, jeruk dan domba ini, Anak Lanang lantas menerima promosi menjadi Asisten Intelijen di Kalimantan Barat, di Kota Pontianak. Pada masa inilah Anak Lanang dan istrinya melaksanakan ibadah haji. Berbekal uang 400 riyal mereka menuju Mekkah. Sebelum naik pesawat, seorang petugas memberitahu bahwa ada seseorang yang ingin menemuinya. Orang tersebut berasal dari Cibadak Sukabumi dan sebagai kyai di pesantren di sana. “Maaf Pak Lanang, ini surat aspirasi dari masyarakat desa,” ujar kyai. Isinya adalah uang 500 riyal.

Selama proses ibadah haji, Anak Lanang selalu teringat ibunya, yaitu Ibu Sugini (almarhumah) yang meninggal dalam ibadah haji. Dalam doanya, ia memohon kepada Allah agar ditunjukkan makam ibunya. Tiga puluh menit kemudian dilihatnya sekumpulan burung berputar kemudian bertengger di atas batu di permakaman umum itu. Dia merasa puas karena hatinya berbisik bahwa itu pertanda dari Allah yang menunjukkan makam ibunya. Usai ibadah haji, Anak Lanang langsung bertugas di Pontianak. Dari Pontianak lantas pindah ke kantor di Jakarta Selatan. Begitu seterusnya, Anak Lanang menjalani hari-harinya di kantor pemerintah, berpindah dari satu posisi ke posisi lainnya, hingga meraih bintang satu sebagai Asisten Khusus Kepala Utama di Kantor Pusat Jakarta pada Agustus 2011.

Amanat selanjutnya adalah sebagai Kepala Pusat Penerangan Hukum di Kantor Pusat Jakarta. Ia menjadi juru bicara Kepala Utama, jabatan serupa sekian tahun sebelumnya di Kantor Wilayah Jawa Barat. Prinsipnya adalah “Kenali Hukum, Jauhi Hukuman” untuk diterapkan di semua daerah di Nusantara. Bergeser lagi dari Jakarta, Anak Lanang menuju Bumi Lancang Kuning sebagai Kepala Wilayah Utama di Provinsi Riau. Setelah 358 hari di Riau, ia kembali ke Jakarta sebagai Kepala Biro Umum. Tak lama berselang ia diberi amanat lagi, yaitu sebagai Kepala Wilayah Utama di Jawa Barat, ke Bandung lagi.

Anak Lanang juga pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan. Pada waktu ada kegiatan bebersih halaman kantor di Badiklat, Anak Lanang melihat ada batu besar yang tertimbun tanah. Dibantu staf lainnya, batu itu diangkat dan terlihat sebuah batu bertulis. Sebuah prasasti. Isi tulisan singkat itu adalah sebuah puisi karya H. Ismail Saleh, S.H. Prasasti itu diresmikan oleh Hari Suharto pada 21 Juli 1984.

Ada burung yang berkicau

Ada daun yang bersemi

Ada bunga yang mekar

Ada angin yang sudi menjamah

Pertanda karunia Tuhan

Yang wajib disyukuri

(H. Ismail Saleh, S.H)

Diresmikan pada tanggal

21 Juli 1984 oleh

Hari Suharto

Oleh Anak Lanang prasasti tersebut lantas ditempatkan di halaman kantor dan ditambah dengan prasasti lain dengan tulisan spirit motivasi oleh H.M. Prasetyo.

Intan dan berlian tidak dapat diciptakan,

Tetapi ditemukan,

Yang nilai dan kemilau keindahannya

Ditentukan oleh

Dirinya sendiri

(H.M. Prasetyo)

Puisi tersebut dapat dibaca di halaman 184-185 dengan judul Menemukan Harta Karun.

Upaya Anak Lanang membangun Badan Diklat Digital mulai menorehkan hasil. Pengembangan sistem digital, renovasi fisik kantor, dan publikasi sudah rampung. Penghargaan mulai diperoleh: Badiklat terbaik se-Indonesia, peringkat terbaik ketujuh sistem keuangan, eselon satu pertama yang meraih Zone Integritas WBK dan WBBM dari Kemenpan RB. Raihan predikat tersebut mendapat respons dan diikuti oleh permintaan studi banding dari kementerian lain. Juga dikunjungi oleh utusan dari tiga negara di Eropa dan dua negara di Asia. Utusan negara tersebut mendatangi Badiklat untuk belajar pola pendidikan dan pelatihan yang diterapkan di Badiklat.

Predikat raihan tersebut ditampilkan di monumen WBK dan WBBM dan diberi untaian kata oleh Anak Lanang.

“Di tempat ini terukir secarik catatan indah tentang kekuatan sebuah harapan untuk perubahan ketika ….

Perbedaan menyatu biru, segenggam tekad bergandeng tangan, menyatukan Langkah seberkas asa, menghilangkan ego-ego tak bertepi, mengandalkan keteladanan, menyandarkan konsistensi 

Keikhlasan adalah pusakanya, ketulusan adalah jiwanya, disiplin dan tertib itu obat, gerakan hati nurani itu semangat ….

Berbuat, bertindak untuk masa depan penuh impian, untuk institusi maju, untuk Indonesia jaya 

(Setia Untung Arimuladi).

Berbagai tugas dan kejadian menyertainya selama bertugas di institusi hukum pemerintah. Spirit hidupnya dipaparkan di dalam novel berjudul Anak Lanang, Menoreh Mimpi, Menggapai Langit. Novel setebal 210 halaman yang ditulis oleh Gema Dalton ini diterbitkan oleh Beranda, imprint Intrans Publishing, Malang, Jatim memberikan inspirasi tentang perjuangan dalam melaksanakan amanat di setiap posisi dan jabatan. Suka dan duka menjadi bagian hidupnya selama berkarir dari ajudan dan sopir kepala kantor hingga menjadi Wakil Kepala Utama di Jakarta. Novel ini memberikan spirit dan inspirasi dalam bekerja yang penuh tanggung jawab dan menjalin komunikasi yang baik dengan atasan dan staf, juga masyarakat.

Pada bulan Desember 2021 Anak Lanang menyelesaikan tugasnya dalam usia 60 tahun. Usia yang masih potensial dan penuh pengalaman, matang dalam organisasi kenegaraan dan tentu saja ide, spirit, dan tenaganya masih bisa disumbangkan untuk masyarakat. Di ranah pendidikan, usia purnabakti adalah 65 tahun, khususnya Guru Besar atau profesor dan dapat diperpanjang lagi sampai 70 tahun. Ini lantaran ilmunya masih dibutuhkan dan perlu waktu yang lama untuk mencapai jabatan fungsional Guru Besar di universitas.

Tentu, medan tugas baru bisa saja nanti dilakoni oleh Anak Lanang usai purnabakti di pemerintahan. Sebab, pensiun bisa saja diartikan sebagai pindah dari satu tugas ke tugas lainnya atau hijrah tugas. Sekian. ***

------ 

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada Mas Untung. Pada waktu saya menikah, Mas Untung menjadi ketua pelaksana, dibantu oleh mbak-mbak di PSM F43. Tentu terima kasih tak terkira kepada almarhum Bapak HMI Singgih dan Ibu Hj. Sugini almarhumah yang memberikan kesempatan kepada saya dan istri untuk menempati rumah Mas Untung di Warung Jambu No. 34. Begitu pula, terima kasih kepada Mas Untung dan Mbak Detty yang merelakan rumah dan isinya digunakan oleh saya dan istri dan tiga anak saya. Hampir lima tahun saya tinggal dan menjadi alumni Warjam 34. Alhamdulillah, semoga Allah memberikan keberkahan yang berlipat ganda kepada Mas Untung dan keluarga. Aamiin. (Gede H. Cahyana).*

ReadMore »

15 November 2021

Masalah dan Optimasi Rapid Sand Filter

Masalah dan Optimasi Rapid Sand Filter

https://osf.io/ckdau/

Rapid sand filter sudah dibahas di MAM edisi 312, September 2021. Pembahasan selanjutnya adalah tentang masalah memburuknya kinerja filter dan optimasinya. Filter diharapkan selalu beroperasi optimal agar dapat menghasilkan air yang jernih, dapat membantu proses disinfeksi menjadi efektif dan meminimalkan endapan lumpur yang menyebabkan sumbatan atau pipa pecah di daerah distribusi. Kinerja filter ini dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu kualitas air yang diolah dan faktor internal filter, yaitu kondisi media filter, media penopang, underdrain, dan parameter backwash, surface wash, air scouring.

Secara alamiah kinerja filter memang menurun setelah beroperasi dalam waktu tertentu. Ini disebabkan oleh media filternya, yaitu akumulasi mikroflok, koloid dan suspended solid di lapisan atas media sehingga mengurangi kapasitas produksi dan kualitas filtratnya memburuk. Penipisan lapisan media pasir akibat bachwashing juga mengurangi kinerja filter. Apabila kondisi filter tidak rutin dipantau tetapi dibiarkan begitu saja beroperasi terus maka suatu saat filter akan rusak, yaitu waktu operasinya (lifetime) sangat singkat dan membutuhkan air pencuci yang banyak tetapi filter tidak bisa pulih ke kinerja optimalnya.




ReadMore »

30 Oktober 2021

Upflow Roughing Filter and Upflow Slow Sand Filter

Effectiveness of combined upflow roughing filter and upflow slow sand filter to reduce turbidity in Citarum water as a source of drinking water

https://osf.io/hqn4y

Citarum is the longest river in West Java, Indonesia and is used as a source of drinking water by people and PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum, Regional Drinking Water Company). Its turbidity is high and fluctuating. Citarum also receives domestic and industrial wastewater. Since the 1980s the people and government of Indonesia has issued Citarum water quality improvement programs such as MCC: Masyarakat Cinta Citarum, Clean River Program (Program Kali Bersih, Prokasih), GCB: Gerakan Cikapundung Bersih, Gerakan Citarum Bergeutar [bersih (clean), geulis in Sundanese is beautiful, lestari (sustainable) [1] and Citarum Harum on 2018 [2].

The Citarum Harum program improves quality of drinking water source for people, community and PDAM. However, Citarum water treatment is too expensive when using PDAM technology i.e. settler or prasedimentation, coagulation, flocculation, sedimentation, rapid sand filter (RSF). Configuration of these unit operations and processes are called conventional treatment and always use chemicals. Since the 1970s PDAM has applied conventional technology for their water treatment. PDAM does not have a new design and the Ministry of Public Works always implements a conventional treatment called IPA Kedasih (Instalasi Pengolahan Air Keluaran Direktorat Air Bersih) [3]. Therefore there is a hope in the future that the government and PDAM will use multistage filtration (MSF).

MSF is a combination of roughing filter (RF) and slow sand filter (SSF). MSF has been widely applied in developing countries in Latin America. This system was intensively researched in the last decades of the 20th century by IRC - CINARA (International Water and Sanitation Centre - Instituto de Investigacion y Desarollo en Abastecimiento de Agua) in Colombia. CINARA built a pilot plant in Puerto Mallarino. Its turbidity was 80 - 3,600 NTU, coliform bacteria was 63,000 - 500,000 Colony Forming Units (CFU) and final turbidity was 3 - 24 NTU (nephelometric turbidity units) [4]. Indonesia is a developing country but so far there is no PDAM from Sabang to Merauke use MSF.

Numbers of developing countries have implemented horizontal roughing filter (HRF) combined with slow sand filter [5]. Baker on 1981 wrote a book The Quest for Pure Water that HRF was also used to treat surface water from cistern by installed a gravel pack around it since the Middle Ages in former castle of Hohentrins in the Swiss Alpine valley of Rhine River [6]. HRF is applied because gravel produces large perviousness so that solid particle penetration is deeper and has much more space. HRF is able to extend the lifetime of downflow slow sand filter (DSSF) up to five times [7] and HRF has successfully treated raw water quality with turbidity 200 - 400 NTU [8].

In Ghana HRF is also used to treat highly turbid water [9]. HRF has been effectively made in developing countries such as Iran, Malaysia, India, Sri Langka [10]. HRF is also studied in Iran to treat surface water [11]. HRF is also able to treat various raw water in Kenya, Africa [12]. Roughing filter can treat highly turbid water (1,000 NTU) to generate 10 NTU for SSF in Myanmar [13]. Beside HRF, vertical roughing filter (VRF) is also developed viz. downflow and upflow and the filter media is completely submerged, different to HRF [14].

Japan has implemented VRF. Community Water Supply Support Center in Niigata, Japan studied a pilot plant on 2008 - 2010. Its treatment consisted of one settler (prasedimentation), five upflow roughing filters (URF) and one DSSF, and treated water from Kariyata and Shinano River. The pilot plant had three variations i.e five steps URF, three steps URF, multilayers URF. The last one was a DSSF. The video of pilot plant is available in this link [15]. Another URF study for rural water treatment with velocity 5 - 20 m/hour achieves turbidity efficiency 85 - 90% [16].

In addition to HRF and URF, available many roughing filters like dynamic gravel filter, upflow gravel filter in layers and series, downflow gravel filter in layers and series, and slow sand filter. All filter media are gravel, average diameter 0,5 - 3 cm and specific gravity 2,6 - 3,0. Gravel filters mainly improve physical water quality: as suspended solid are removed then turbidity reduced, the water becomes clearer. Bacteriological improvement can also be expected as bacteria and viruses are solids too, in size approx. 10 - 0.2 µm and 0.4 - 0.002 µm respectively. Bacteriological water quality can be improved to 60 - 99% [7]. Some research results on MSF, RF, and SSF are shown in table 1 [10].





ReadMore »

28 Oktober 2021

Filter Portabel untuk Air Banjir

Filter Portabel untuk Air Banjir

Pada saat banjir biasanya warga kesulitan mendapatkan air bersih untuk sanitasi atau jamban. Tersedia banyak air banjir di dalam dan di luar rumah tetapi sangat keruh. Filter air yang tersedia membutuhkan listrik tetapi listriknya padam saat banjir. Filter yang ada biasanya perlu energi listrik atau energi dari gaya tarik bumi. Studi ini mengevaluasi kinerja filter baru portabel yang dioperasikan secara manual dengan energi dari tenaga (tangan) manusia. Baku mutu Permenkes No. 32/2017 digunakan sebagai acuan. Filter air banjir diberi tekanan 0,025 kgf/cm2 dan 0,051 kgf/cm2. 

Media filter berbahan lokal seperti kerikil, pasir silika, antrasit, spons. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan 0,025 kgf/cm2 mampu menurunkan kekeruhan dari 220 NTU menjadi 20,17 NTU dengan efisiensi 90,83%. Pada 0,051 kgf/cm2 filter mampu menurunkan kekeruhan dari 220 NTU menjadi 29,67 NTU, efisiensi 86,52%. Variasi tekanan yang diterapkan pada filter berpengaruh pada kualitas filtrat. Filter bertekanan 0,025 kgf/cm2 memiliki kinerja optimal dan menghasilkan 100-150 liter sebelum tersumbat. 

Filter ini masih perlu dikaji terkait dengan kekuatan fisik filter, jenis dan komposisi media, portabilitas dan volume air yang dihasilkan. Filter air banjir ini akan menjadi solusi alternatif untuk daerah yang sering banjir tetapi tidak ada listrik atau listrik padam saat banjir.





ReadMore »

29 September 2021

Rapid Sand Filter

Rapid Sand Filter

Majalah Air Minum Edisi 312, September 2021

https://doi.org/10.31219/osf.io/fqv45

Benteng pengolahan air adalah filter. Bahkan IPAM disebut instalasi filtrasi. Filter dapat menghasilkan air yang sangat jernih apalagi kalau dilengkapi dengan unit koagulasi, flokulasi dan sedimentasi. Selain kekeruhan, filter mampu menyisihkan bakteri, protozoa, mesozoa. Virus pun, khususnya oleh slow sand filter (SSF, filter pasir lambat) dapat disisihkan karena memiliki lapisan biologi (biolapis) yang disebut Schmutzdecke. Biolapis ini disebut juga dirt layer, filter skin, filter cake, biological layer. 

Artikel tentang slow sand filter sudah dimuat di MAM edisi 149, Februari 2008 dan operasi rawatnya dimuat pada edisi 174, Maret 2010. Kali ini dibahas rapid sand filter (RSF, filter pasir cepat). Merujuk pada buku Drinking Water karya de Moel, Verberk, van Dijk (2006), diterbitkan oleh TU Delft, the Netherlands dan World Scientific Publishing, filter pasir cepat pertama kali dibuat di Amerika Serikat pada tahun 1885 dan di Eropa pada tahun 1895.



 

ReadMore »

12 September 2021

STASIUN KROYA

STASIUN KROYA

Sudah lupa, kapan pastinya saya kali pertama (bukan pertama kali, menurut EYD atau PUEBI) naik kereta api. Yang pasti waktu itu masih di SD. Waktu ke Bandung. Waktu itu adalah zaman “seadanya”. Kereta masih dikelola seadanya. Yang penting kereta bisa jalan. Bisa antar penumpang. Rasa nyaman belum dijadikan prioritas. Kondisi aman pun belum diutamakan. Pernah terjadi kecelakaan tragis pada tahun 1987. Bulan Oktober. Waktu itu saya tinggal di Bandung. Di Lebak Gede yang sekarang menjadi Sabuga ITB. Dua kereta api seperti “adu domba”, berjalan di rel yang sama. 156 orang meninggal, 300-an luka-luka. Lantas difilmkan dengan judul Tragedi Bintaro. 

    (Foto diambil dari Wikipedia). 

Tentu ada sejumlah kecelakaan kereta lainnya. Ada yang tergelincir dari relnya, ada yang menabrak motor, mobil, bis, truk, dll. Tapi biasanya kereta terus melaju karena umumnya dalam posisi yang benar. Yang salah adalah pelanggar rambu lalu lintas, pelanggar lintas batas palang rel dan jalan raya, Namun demikian, kereta api tetaplah dicinta, disukai, dan dibutuhkan. Tiada hari tanpa kereta yang berjalan di atas relnya. Kali ini saya akan cerita perihal stasiun kereta api. Namanya Kroya. Singkat dan enak didengar. Terdengar seperti Korea atau Keria atau Karya.

Saya tidak ingat lagi (waduh… tidak ingat lagi?). Waktu sekolah di SD, ada buku pelajaran bahasa Indonesia. Salah-satu topik bahasannya berjudul “Ke Kroya” atau Pergi ke Kroya”. Saya berharap semoga saya bisa menemukan buku itu lagi, entah di pedagang loak atau di perpustakaan. Saya berkesan membaca cerita tentang Stasiun Kroya di buku itu. Apalagi di Bali tidak ada kereta api pada waktu itu. Sampai sekarang. Kesan itu terpatri kuat sampai akhirnya naik kereta api pada kali pertama itu. Akhirnya sering juga naik kereta api, pergi-pulang, selama menjadi mahasiswa di ITB. Kadang-kadang naik kereta ekonomi, kadang-kadang kereta bisnis. Naik kereta api Mutiara Selatan: Bandung-Surabaya Gubeng dan Mutiara Timur: Surabaya Gubeng- Banyuwangi (stasiun lama, bukan stasiun Banyuwangi Baru yang dekat pelabuhan Ketapang).

Kembali ke cerita tentang Kroya. Saya tidak ingat lagi (hhmm… memang tidak pernah diingat?) kapan lagu Di Tepinya Sungai Serayu dijadikan lagu kedatangan kereta di Kroya. Saya terkesan pada lagu ini. Setiap memasuki stasiun Kroya selalu saja menantikan lagu ini. Belakangan saya baru tahu, lagu itu diperdengarkan juga di Maos dan Purwokerto. Malah stasiun Purwokerta adalah pelopornya. Begitu katanya. Tetapi Kroya menjadi berkesan karena ada di buku pelajaran SD pertengahan dekade 1970-an. Namanya singkat, enak di dengar, hanya dua suku kata. Kro dan Ya. Kroya. Ternyata, ini juga saya baru tahu belakangan, Kroya adalah stasiun pertemuan jalur kereta api dari Bandung, Cirebon, Jogja, Surabaya. Hhmm.. sibuk sekali stasiun ini. Padat, merakyat, semangat. Seperti semangat Achilles di dalam film Troya. Kuda Troya, ini juga film yang bagus... 

Baiklah, lagu kedatangan kereta di stasiun yang berketinggian +11 m (mdpl: , meter di atas permukaan laut) disematkan di bawah ini. Ini diunduh dari kanal youtube milik Anwar Zakaria, https://www.youtube.com/watch?v=L53qhC-fpHY

ReadMore »

10 Agustus 2021

Limbah Medis Covid-19

 Limbah Medis Covid-19

10.31219/osf.io/23kpm

Orang yang tertular virus Corona melonjak pada awal Juli 2021 sehingga ruang ICU rumah sakit di Jakarta, Bekasi, Bandung, Yogyakarta nyaris penuh. Pertambahan orang sakit Covid-19 antara 30 - 40 ribuan orang perhari di seluruh Indonesia. Sebelumnya antara 3.000 - 7.000 orang/hari. Belum termasuk orang sakit Covid-19 yang tidak tercatat karena tidak uji swab. Pemerintah memberlakukan PPKM darurat dan semua orang wajib bermasker di ruang publik.

Akibatnya limbah masker bertambah dari hari ke hari. Akumulasi limbah masker dan limbah medis lainnya di Jakarta pada Juli 2021 sekitar 11 juta ton. Di Jawa Barat 850 ton, di Jawa Tengah 500 ton, di Banten 600 ton. Limbah medis ini pun mendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat yang lantas meminta pemerintah daerah untuk mengelola limbah medis agar tidak dibuang secara liar atau menumpuk di TPS di permukiman. Hal tersebut juga untuk mencegah penggunaan ulang limbah masker dan limbah medis lainnya untuk keuntungan ekonomi.

Himbauan pemerintah tersebut kemudian menimbulkan pertanyaan, mengapa baru sekarang limbah medis Covid-19 diperhatikan? Padahal limbah medis khususnya limbah masker sudah banyak berserakan pada bulan ketiga setelah resmi dinyatakan mulai wabah. Banyak pemerintah daerah belum mengelola limbah masker yang timbul di setiap rumah tangga. Adapun rumah sakit, biasanya sudah memiliki pengelola limbah medis atau dikelola oleh pihak ketiga yang memiliki izin pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). 



ReadMore »

9 Agustus 2021

Penjelasan Kurikulum 2021

Penjelasan Kurikulum 2021

Teknik Lingkungan UKRI

Teknik Lingkungan UKRI merilis kurikulum baru 2021 yang akan diberlakukan pada semester ganjil 2021/2022. Mahasiswa yang sudah lulus mata kuliah pada kurikulum lama tetapi mata kuliah tersebut berada di semester yang lebih tinggi di kurikulum baru maka mahasiswa TIDAK perlu mengambil mata kuliah tersebut. Mahasiswa dipersilakan mengambil mata kuliah yang lain dengan SKS yang sama di semester atas atau semester bawah (misalnya untuk perbaikan nilai).

Kurikulum 2021 berbasis MBKM (Merdeka Belajar, Kampus Merdeka). Mahasiswa TL dipersilakan mengambil mata kuliah pilihan di TL UKRI atau di prodi lain di UKRI atau di TL di kampus lain di Bandung (setelah ada kerja sama antara dua prodi di kampus UKRI dan kampus lain tersebut).

Mahasiswa angkatan baru (2021) akan menempuh minimal 145 SKS. Artinya boleh lebih dari 145 SKS dengan cara belajar di prodi dan/atau kampus lain. Sedangkan mahasiswa angkatan 2020, 2019, 2018, dst… tetap minimal 144 SKS (boleh lebih juga). Faktanya, ada mahasiswa yang mencapai 150 SKS karena ingin banyak memiliki ilmu, tidak sekadar nilai, sehingga ikut kuliah di beberapa matkul pilihan.

Semua mata kuliah prodi TL yang ada di dalam daftar mata kuliah (tabel kurikulum 2021) memiliki kode khas, yaitu huruf TL dan angka. Angka pertama menyatakan tingkat atau tahun mata kuliah tersebut diajarkan. Angka kedua (tengah) menyatakan kelompok mata kuliah (misal MK Dasar Umum) dan kelompok bidang keahlian (KBK). Angka ketiga menyatakan nomor urut mata kuliah di dalam kelompok (MKDU) dan kelompok bidang keahlian (KBK) serta menyatakan lokasi mata kuliah tersebut, yaitu angka ganjil berarti mata kuliah tersebut dipelajari di semester ganjil; angka genap menyatakan bahwa mata kuliah tersebut dipelajari atau diajarkan di semester genap.

Contoh TL-101:

Kode 1 berarti mata kuliah ini dipelajari di tahun pertama (tingkat 1).

Kode 0 berarti kelompok mata kuliah dasar umum (MKDU).

Kode 1 berarti mata kuliah ini berlokasi di semester ganjil dengan nomor urut 1 di kelompok mata kuliahnya.

Contoh TL-104:

Kode 1 berarti mata kuliah ini dipelajari di tahun pertama (tingkat 1).

Kode 0 berarti kelompok mata kuliah dasar umum.

Kode 4 berarti mata kuliah ini berlokasi di semester genap dan dengan nomor urut 4 di kelompok mata kuliahnya.

Contoh TL-211:

Kode 2 berarti mata kuliah ini dipelajari di tahun kedua (tingkat 2).

Kode 1 berarti kelompok mata kuliah dasar keahlian.

Kode 1 berarti mata kuliah ini berlokasi di semester ganjil dan nomor urutnya adalah 1 di kelompok mata kuliahnya.

Contoh TL-321:

Kode 3 berarti mata kuliah ini dipelajari di tahun ketiga (tingkat 3).

Kode 2 berarti kelompok mata kuliah bidang keahlian air.

Kode 1 berarti mata kuliah ini berlokasi di semester ganjil dengan nomor urut 1 di kelompok mata kuliahnya.

Contoh TL-354

Kode 3 berarti mata kuliah ini dipelajari di tahun ketiga.

Kode 5 berarti kelompok mata kuliah bidang keahlian persampahan (limbah padat).

Kode 4 berarti mata kuliah ini berlokasi di semester genap dengan nomor urut 4 di kelompok mata kuliahnya.

Mahasiswa diperbolehkan mengambil mata kuliah di prodi lain di UKRI atau di kampus lain dengan memperoleh izin dari dosen wali dan diketahui oleh ketua prodi. *

ReadMore »

Kisah di BAPENTA Gontor

Kisah di BAPENTA Gontor

Tidak ada walisantri Gontor yang tidak tahu Bapenta. Tetapi walisantri yang tidak pernah masuk Bapenta, katanya, ada. Ini terjadi lantaran selama anaknya di Gontor, beliau tidak pernah sekalipun datang menengok. Bahkan ada juga orangtua yang belum tahu lokasi Gontor dan belum pernah ke Gontor hingga anaknya tuntas belajar. Begitu katanya. Ada juga orangtua yang hanya sekali masuk ke pondok, yaitu pada hari anaknya diyudisium. Kini, sejak pandemi Covi-19 merebak, banyak orang tua yang belum pernah masuk ke pondok. Bahkan yang rumahnya dekat Gontor pun dilarang masuk ke dalam pondok. Ribuan orangtua, terutama orangtua santri baru, santri yang masuk pada masa pandemi, belum pernah masuk ke Bapenta.

Bagian Penerimaan Tamu. Bapenta. Setiap orangtua atau walisantri wajib lapor ke Bapenta kalau masuk ke dalam pondok. Santri yang ditengok akan diberitahu oleh santri yang bertugas di Bapenta ini. Secarik kertas kecil ukuran 6 cm x 6 cm akan disampaikan ke rayon atau kamar santri. Tashrih atau summons. Begitu santri menyebutnya. Kertas kecil inilah yang ditunggu-tunggu oleh santri. Wajah senang umumnya terpancar dari santri apabila menerima kertas itu. Ketika di kelas, waktu terasa lambat berjalan. Ingin bertemu orangtua atau paman, bibi, adik, kakak. Pacar? Sekitar 99% santri belum (pernah) punya pacar. Apalagi yang sejak lulus SD langsung bersekolah di Gontor. Begitu katanya. Mungkin yang lulus SMP lalu masuk Gontor…., mungkin saja ada sejenis cinta monyet. Tetapi tetaplah bersyukur karena akhirnya bisa bersekolah di Gontor, terhindar dari yang semacam itu (cinta beruk kalau menurut istilah Aa Gym, DT).

Kabar dari Bapenta, kata anak-anak, adalah kabar yang ditunggu-tunggu santri. Begitu juga bagi orangtuanya. Kedatangan anak atau anak-anak menjadi penantian yang lama. Padahal hanya 4 jam. Atau malah kurang. Terutama yang hanya punya waktu singkat di pondok dan akan pergi lagi lantaran ada tugas di dekat pondok. Sambil bertugas atau bekerja di luar kota, disempatkan menengok anak. Tetapi bisa juga 8 jam baru bertemu, terutama yang anaknya sudah kelas 4 atau kelas 5 yang menjadi mudabbir. Menjadi “pengasuh” adik-adik santri. Bahkan bisa dari pagi hingga menjelang pukul 22.00 belum juga datang. Setelah pukul 22.00 barulah ada sedikit waktu santri mudabbir datang ke Bapenta bertemu orangtuanya. Sedangkan santri junior, yaitu kelas 1, 2, dan 3, mereka bisa sering ke Bapenta. Setiap waktu istirahat mereka bisa bertemu walisantri di Bapenta.

Bapenta juga menyimpan banyak ragam kisah orangtua santri. Berbagai cerita hadir di sela-sela waktu kedatangan santri. Walisantri dari Medan berbincang dengan yang dari Balikpapan. Yang dari Bandung bercakap-cakap dengan yang dari Jember. Yang dari Bali bertutur dengan walisantri dari Pekalongan. Yang dari Padang bertukar kisah dengan yang dari Tegal. Ada walisantri yang bekerja sebagai polisi, ada tentara, ada guru, ada dosen, ada PNS dinas di daerah, ada PNS di pusat, ada pegawai swasta, ada pengusaha nasional, ada pelaut, ada ustadz, ada kyai di pondok lain, ada dokter, ada anggota dewan, ada menteri, ada duta besar, ada presiden direktur, ada pedagang, ada petani, ada peternak, ada driver ojek atau ojol, ada pebecak atau bentor (becak motor), dan bermacam jenis profesi lainnya. Semuanya wajib lapor ke Bapenta dan diperbolehkan istirahat, tidur, mandi, makan di Bapenta selama tiga hari. Tetapi, ada juga yang sepekan atau katanya ada yang sebulan bahkan lebih tinggal di Bapenta. Entahlah, begitu desir angin membawa cerita kisah tentang Bapenta.

Kapan hari tersibuk, hari yang paling padat dan sesak di Bapenta? Hari Jum’at. Tetapi pada Kamis sore atau malam Jum’at bisanya sudah mulai ramai. Jum’at siang adalah hari spesial, hari olahraga dan sejenisnya. Inilah hari kridha bagi santri. Walisantri yang dekat dengan pondok biasanya datang pada Jum’at. Sedangkan walisantri yang jauh biasanya datang pada Selasa, Rabu, Kamis. Tiga hari di Pondok sudah terasa seperti tiga pekan. Senang dan damai rasanya. Apalagi anak-anak sehat wal’afiat dan bahagia mendengar cerita ceria tentang kegiatan mereka. Lelah orangtua langsung punah. Kembali pulang ke daerah dengan optimis dan penuh harap. Harapan anak bisa lulus dari pondok. Harapan yang terus menggetarkan Arsy, semayam Allah Swt dari doa ribuan walisantri di setiap petak kasur sewaan di Bapenta.

Terima kasih kepada civitas pondok yang sudah menyediakan Bapenta sehingga menjadi lokasi yang menyejarah bagi santri dan walinya. Selamanya. *

ReadMore »

7 Juli 2021

Flokulator Alabama

Flokulator Alabama

Majalah Air Minum Edisi 309, Juni 2021

https://doi.org/10.31219/osf.io/r9cyf

Bisa dipastikan belum ada PDAM yang menggunakan flokulator Alabama. Yang banyak digunakan adalah flokulator sekat (baffled flocculator). Flokulator sekat ini banyak dibangun di PDAM karena mengandalkan energi hidrolis sehingga hemat listrik. Apalagi pada masa sebelum tahun 1980-an, listrik masih sulit, tidak banyak kabupaten yang memperoleh pasokan listrik. Kemudian berkembang flokulator heksagonal yang mulai dibangun pada akhir 1980-an atau awal 1990-an. Pada tahun 1991 penulis bekerja di proyek IPAM Mukakuning Pulau Batam, salah satu IPAM paling awal yang menerapkan flokulator heksagonal.

Apakah flokulator sekat atau heksagonal lebih unggul daripada jenis flokulator lainnya? Tidak juga. Setiap jenis flokulator memiliki keunggulan dan kerugian. Pemilihan jenis flokulator bergantung pada kondisi setempat seperti ada tidaknya energi potensial yang cukup sehingga aliran air bisa secara gravitasi. Pertimbangan kualitas air baku, yaitu konsentrasi koloid, suspended solid, coarse solid, alkalinitas, dan derajat keasaman air (pH) terutama air gambut ataukah tidak. Intake juga berpengaruh, apakah intake menggunakan pompa ataukah air mengalir secara gravitasi.

Bagaimana dengan flokulator Alabama? Alabama adalah nama kota di Amerika Serikat. Tetapi flokulator Alabama justru banyak digunakan di Amerika Selatan (Latin). Flokulator Alabama berkembang luas di Brazil dan di kota lainnya di negeri Samba itu. Kemudian meluas ke negara tetangganya. Gambar flokulator ini seperti pada Gambar 1. Energi hidrolis menyebabkan pengadukan selama air mengalir di dalam kompartemen. Biasanya dibuat empat kompartemen dengan gradien kecepatan (G) antara 80 – 30 per detik. Total waktu kontaknya antara 20 – 30 menit. Adapun bak pengaduk cepatnya, yaitu koagulator harus bisa menghasilkan gradien kecepatan antara 100 – 150 per detik sebelum air masuk ke flokulator Alabama.




ReadMore »

13 Juni 2021

Wasser TL UKRI Webinar Hari Lingkungan

Wasser TL UKRI Webinar Hari Lingkungan

Himpunan Mahasiswa  Teknik Lingkungan Universitas Kebangsaan RI menggelar acara seminar via Zoom untuk memperingati Hari Lingkungan Sedunia. Acara yang berlangsung pada 13 Juni 2021 ini diikuti oleh kurang lebih 270 orang partisipan dari berbagai kampus, dosen dan mahasiswa. 

Narasumber pertama adalah Ir. Ade Subandi dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat. Narasumber kedua adalah Dr. Iwan Saskiawan, dari Divisi Mikrobiologi, LIPI, Cibinong Bogor dan narasumber ketiga adalah Inas Haerudin, dari Walhi Jawa Barat.

Webinar bertema Pengelolaan SDA dan Lingkungan dalam Pembangunan Nasional ini berlangsung kurang lebih 3 jam, dari pk. 13.00 – 16.00 WIB. Acara dibuka Dekan FTSP UKRI, Dr. Amat Rahmat, S.T., M.T., dilanjutkan dengan presentasi, tanya-jawab, closing statement narasumber, dan penutup berupa foto bersama.

Materi yang disampaikan narasumber bermanfaat bagi peserta terutama mahasiswa karena memperoleh ilmu dan pengetahun dari sumber selain dosen-dosen di kampus masing-masing. Panitia dengan tepat dan bagus memadukan narasumber dari instansi pemerintah yang banyak memiliki peraturan (regulasi) di bidang pengelolaan lingkungan, dari peneliti LIPI yang memang sehari-hari menggeluti dunia mikroba yang dimanfaatkan untuk pengolahan air limbah dan remediasi, serta dari LSM, yaitu LSM yang sudah dikenal luas di Indonesia: Walhi Jawa Barat. 

Selamat dan sukses kepada panitia pelaksana dan supporter dari mahasiswa dan himpunan Wasser 2021. 



ReadMore »

10 Juni 2021

Pamali Untuk Restorasi Ekosistem

Pamali Untuk Restorasi Ekosistem

Koran Pikiran Rakyat, 4 Juni 2021

https://osf.io/psdvq/

Restorasi Ekosistem (Ecosystem Restoration) adalah tema peringatan Hari Lingkungan Sedunia 5 Juni 2021. Ekosistem adalah sistem ekologi, yaitu hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya dan dengan makhluk tak hidup (abiotik). Restorasi memiliki makna pemulihan, perbaikan, menjadikan seperti sedia kala. Restorasi ekosistem adalah upaya memulihkan kerusakan tempat hidup tumbuhan, hewan, manusia dan saling kebergantungannya menjadi lebih baik (seperti semula).

Kerusakan tersebut terjadi karena eksploitasi air, tanah, pasir, batu, batubara, minyak, gas sehingga berdampak pada kerusakan ekosistem hutan, sungai, danau, laut. Dari mana restorasi dimulai? Restorasi dimulai dari tataruang dengan dua pendekatan, yaitu kultur dan struktur. Kultur mengacu pada tataruang berbasis budaya, adat istiadat. Struktur mengacu pada tataruang yang dikemas oleh pemerintah dan DPR(D) di dalam undang-undang atau peraturan daerah. 

Kultur

Menurut Murtiyoso (1994) yang dikutip oleh Johan Iskandar di dalam buku Manusia dan Lingkungan (2014), masyarakat Sunda mengenal tataruang yang dilarang dijadikan permukiman, yaitu lahan sarongge (lahan angker), lemah sahar (tanah sangar), sema (kuburan), catang ronggeng (lahan curam), garenggengan (lahan kering berlumpur), dangdang wariyan (lahan cekung), lemah laki (lahan tandus), kebakan badak (kubangan), hunyur (bukit kecil), pitunahan celeng (habitat babi), kalomberan (comberan), jarian (tempat sampah).

Begitu pula kearifan lokal seperti gunung kaian, yaitu biarkan gunung ditumbuhi oleh pepohonan agar oksigen semakin banyak dan air hujan diresapkan ke dalam tanah untuk cadangan air pada musim kemarau dan mencegah banjir-erosi pada musim hujan. Gawir awian bermakna tanami tebing dengan bambu, bagai aur dengan tebing, agar tidak longsor. Daratan imahan, manfaatkan lahan datar untuk permukiman. Susukan caian, parit dan selokan sebagai penyalur air hujan. Sungai pun dirawat, walungan rawateun, seperti upaya restorasi Citarum sekarang. Legok balongan, lahan cekung (rendah) sebagai kolam retensi atau wetland, bukan permukiman. Jika tidak demikian maka penduduk yang tinggal di daerah cekung akan rutin kena banjir setiap musim hujan.

Selain tataruang menurut kultur, masyarakat Sunda juga mengenal istilah tabu atau pamali. Pamali adalah pantangan bagi setiap orang untuk berbuat buruk kepada lingkungan. Contoh, pamali makan burung yang ngagaludra, yaitu burung yang dua jari kakinya ke depan dan dua ke belakang pada waktu bertengger di ranting pohon, seperti elang dan alap-alap. Burung ini menjaga kesetimbangan ekosistem karena sebagai predator tertinggi di dalam rantai makanan. Apabila burung ini punah maka hama tikus dan bajing semakin banyak di lahan pertanian.

Ada juga pamali menebang pohon beringin, kiara, dan teureup. Pamali ini terbukti mampu melindungi berjenis burung, serangga, dan mamalia kecil sehingga berkembang biak. Pohon tersebut pun dapat meresapkan air hujan dan mengeluarkan air sedikit demi sedikit sepanjang tahun yang disebut mata air (cai nyusu).

Tentu saja tafsir atas pamali tersebut tidak bisa dipahami secara harfiah. Perlu dikaitkan dengan adat istiadat, budaya, dan kepercayaan pada masanya. Yang diambil dari pamali adalah spiritnya dalam melestarikan fungsi lingkungan sebagai tempat hidup, sumber makanan, minuman, pekerjaan, dan hubungan sosial kemanusiaan.  

Namun demikian, pada zaman 4.0 ini masyarakat tidak mudah percaya pada pamali. Oleh sebab itu, perlu disandingkan dengan kajian ilmiah dan peraturan pemerintah. Bisa juga dikaitkan dengan ayat-ayat di dalam kitab suci agama perihal kerusakan lingkungan.

Struktur

Upaya restorasi tidak akan optimal tanpa peran pemerintah dalam hal pelaksanaan, pengawasan dan pendanaan. Gerakan Citarum Harum misalnya, upaya sekarang ini lebih berhasil daripada dulu pada masa gerakan Masyarakat Cinta Citarum dan Program Kali Bersih (Prokasih). Memang restorasi bisa saja dilaksanakan oleh ormas, parpol, kampus, bahkan oleh individu seperti Mak Eroh dan para penerima hadiah Kalpataru. Tetapi hasilnya tidak sinambung. Biaya, ilmu dan teknologi, serta keamanan menjadi kendala.

Hanya gerakan resmi pemerintah saja yang berpeluang besar pada keberhasilan restorasi. Ada peraturan dan ada penegakan hukum. Sudah banyak ada undang-undang dan peraturan daerah. Sudah banyak kasus hukum disidangkan di pengadilan. Tetapi penegakan hukum lingkungan belum sepenuhnya terwujud. Belum muncul efek jera. Pelanggaran hukum dan kerusakan lingkungan terus terjadi. Sebagai contoh dalam gerakan Citarum Harum, tim satgas seperti kucing-kucingan dengan pemilik pabrik yang air limbahnya mencemari sungai.

Pendekatan stuktur berbasis peraturan pemerintah tersebut akan optimal apabila harmonis dengan kultur kearifan lokal seperti slogan mipit kudu amit jeung ngala kudu menta: memungut, meramu, mengubah, memanfaatkan alam harus meminta izin kepada pemerintah berdasarkan hukum positif. Adapun selama ini pembangunan kurang menghargai kultur kearifan lokal. Misalnya, lahan yang pamali dibangun justru oleh pemerintah diberi izin lingkungan dan izin mendirikan bangunan. Akibatnya terjadi rebutan membangun permukiman dan kawasan komersial di lahan kritis. Bahkan sampai ke lahan curam (catang ronggeng), sempadan sungai, empang, dan situ habis dijadikan daratan.

Agar program pemulihan ekosistem ini berhasil maka harus ada senyawa antara pendekatan kultur dan struktur sehingga ekosistem bisa diperbaiki sedikit demi sedikit sampai akhirnya pulih atau mencapai batas maksimal yang mampu diperbaiki. Teoretisnya, semua ekosistem bisa dipulihkan asalkan optimal dalam memanfaatkan kearifan lokal yang disertai kajian ilmiah dan bersanding harmonis dengan pendekatan struktural yang sesuai dengan prinsip konservasi dan restorasi ekosistem.*



ReadMore »

28 April 2021

Puasa untuk Bumi

Puasa Untuk Bumi

Koran Pikiran Rakyat, 22 April 2021

Tema peringatan Hari Bumi (Earth Day) tahun 2021 ini adalah Restore the Earth. Pulihkan Bumi. Satu-satunya planet di tatasurya yang bisa didiami oleh manusia ini sedang sakit. Satu di antara beberapa cara untuk memulihkannya adalah puasa. Puasa dari aktivitas yang mencemari Bumi. Siapa yang harus puasa? Setiap orang sebagai individu dan orang sebagai pengelola masyarakat, yaitu pemerintah (pusat dan daerah). Ada tiga matra yang harus direstorasi dengan cara puasa, yaitu tanah, air dan udara.

Untuk tanah, setiap orang hendaklah puasa dari buang sampah botol plastik atau mengurangi (reduce) botol sejenis. Berikan botol kepada pemulung agar digunakan untuk keperluan lain (reuse, recycle). Bagaimana dengan sumber sampah botol plastik, yaitu pabrik makanan dan minuman, apakah harus ditutup? Haruskah pabrik softdrink dan makanan kemasan dihentikan? Jutaan orang bekerja di sektor industri makanan-minuman kemasan ini, mulai dari industri petrokimia hingga varian industri di hilirnya. Solusinya adalah gunakan bahan kemasan plastik yang ramah tanah sehingga mudah dihancurkan oleh mikroba tanah. 

Adapun sampah organik seperti sisa nasi, sayur, ikan, daging, buah-buahan sebaiknya tidak dibuang ke luar rumah tetapi ditanam di dalam lubang di halaman rumah. Seminimal mungkin ditaruh di bak sampah yang akan diangkut oleh petugas sampah untuk dibawa ke TPA sampah. Memang faktanya tidak bisa 100% tetapi bisa diupayakan sesedikit-sedikitnya. Sekian waktu kemudian sampah organik yang ditanam ini akan berubah menjadi pupuk. Bisa digunakan untuk pupuk tanaman hias, cabe, tomat, dll. Sampah organik ini menjadi penyubur tanah dan ikut memulihkan fertilitas tanah (Bumi). Tanah adalah bioreaktor alamiah yang mampu mengubah zat organik jasad manusia, hewan dan tumbuhan menjadi banyak unsur hara di dalam pupuk (fertilizer).  

Bagaimana dengan peran pemerintah? Pemerintah merilis peraturan yang berpihak kepada kelestarian fungsi lingkungan dan peraturan ini wajib dilaksanakan oleh investor yang mengeksploitasi tanah untuk tambang batubara, emas, perak, nikel, minyak, gas, dll. Peraturan tersebut hendaklah dilaksanakan secara konsekuen. Tidak perlu terlalu banyak peraturan, apalagi setiap tahun ada peraturan baru sehingga terjadi inflasi peraturan. Apabila peraturan yang ada dilaksanakan secara taat asas maka hasilnya tentu efektif. Lemahnya penegakan hukum lingkungan inilah yang menjadi masalah saat ini.  

Sebagai contoh, setiap pohon di kota yang tumbuh di tanah milik negara haruslah dirawat dan dipantau berkala. Tidak perlu semua pohon dipantau. Yang wajib dipantau adalah pohon besar yang rapuh akarnya atau pangkal batangnya berlubang. Kalau bisa disembuhkan tentu lebih baik dipertahankan. Kalau tidak bisa maka segera diregenerasi dengan pohon sejenis kemudian pohon yang sakit ini ditebang sebelum tumbang. Upayakan juga pohon-pohon tersebut tidak silang sengkarut dengan kabel telepon apalagi kabel listrik. Cegahlah korban harta dan jiwa sebelum terjadi

Untuk air, setiap orang puasa dari perilaku buang air besar sembarang (open defecation). BABS ialah buang tinja di kebun, ladang, hutan, semak, sungai, selokan, pantai. Setiap rumah harus memiliki septic tank. Tugas pemerintah adalah menambah septic tank komunal di permukiman padat terutama di daerah kumuh (slum area) dan di daerah lain yang membutuhkan. Adapun pemilik pabrik tidak hanya wajib memiliki IPAL tetapi yang jauh lebih penting adalah wajib mengoperasikan IPAL dengan benar. Sebab, IPAL bukanlah lampu Aladdin, perlu dioperasikan dan dirawat sesuai dengan SOP. Demikian juga pemilik kebun dan sawah harus mengurangi pestisida agar air tanah dan air sungai terbebas dari racun pestisida terutama air yang digunakan oleh PDAM untuk air minum.

Untuk udara, setiap orang sebisa-bisanya tidak membakar sampah. Gunakan sepeda untuk jarak dekat di dalam perumahan atau berjalan kali. Pemerintah bertugas menyediakan transportasi masal yang nyaman dan menggunakan bahan bakar ramah udara. Kendaraan listrik menjadi opsi penting meskipun belum tentu lebih ekonomis. Adapun pabrik semampu-mampunya mengurangi penggunaan batubara meskipun sudah dinyatakan bukan limbah B3 lagi oleh PP No. 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diturunkan dari UU Cipta Kerja. Keputusan ini dinyatakan fatal dan menyisakan pro-kontra di ranah pegiat dan pengamat lingkungan.

Andaikata semua aktivitas tersebut tidak bisa dilaksanakan oleh masyarakat berarti masyarakat tidak berniat serius untuk memulihkan kondisi Bumi. Begitu juga pemerintah, apabila peraturan hanya sekadar dibuat apalagi berpotensi merusak tanah, air, udara maka berarti pemerintah tidak berniat serius untuk menyembuhkan Bumi. Keikutsertaan pemerintah dalam peringatan Hari Bumi hanyalah rutinitas proforma yang tidak berdampak penting bagi Bumi dan sekadar business as usual serta teposaliro belaka kepada negara lain.  

Apabila demikian realitasnya maka keengganan masyarakat dan pemerintah berpuasa untuk memulihkan Bumi kalah jauh dengan masyarakat dan pemerintah Amerika Serikat 51 tahun yang lalu. Kalah oleh spirit seorang ibu rumah tangga, Rachel Carson, penulis buku The Silent Spring (Musim Bunga yang Sunyi). Spiritnya ini kemudian disebarkan oleh senator Wisconsin Gaylord Nelson dalam orasi ekopolitiknya di Seattle pada tahun 1969. Tahun berikutnya sekitar 20 juta orang mengikuti deklarasi Earth Day pada 22 April 1970.

Tampaklah, individu dan pemerintah bersama-sama peduli pada kerusakan lingkungan akibat pencemaran tanah, air dan udara. Respons positif pada saat itu langsung diberikan oleh Presiden Richard Nixon dengan mendirikan Environmental Protection Agency (EPA) pada 2 Desember 1970 dan sukses merilis the Clean Water Act, the Clean Air Act, the Endanger Species Act.

Padahal jauh sebelum tahun 1970 itu, yaitu tahun 1945, Indonesia sudah memiliki pasal sosioekologi: pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang eksplisit menyatakan bahwa Bumi (tanah), air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Deklarasi di dalam konstitusi negara kita ini sudah ada jauh sebelum Amerika Serikat peduli pada kerusakan lingkungan.

Kenapa sekarang justru kita tertinggal dalam ranah kepedulian terhadap lingkungan dan lebih mementingkan investasi yang merusak ekologi? Mampukah kita memulihkan Bumi jika demikian? Selamat memperingati Hari Bumi di tengah pandemi Covid-19. Selamat berpuasa untuk Bumi. *

 

 

 

 

ReadMore »

25 Maret 2021

Menghargai Air (Banjir)

Menghargai Air (Banjir)

Oleh Gede H. Cahyana

Lektor Kepala Teknik Lingkungan Universitas Kebangsaan

Hari Air Dunia (World Water Day) pada 22 Maret 2021 bertema Valuing Water, menghargai air. Apakah selama ini air tidak berharga, kurang dihargai oleh masyarakat dunia? Bagaimana di Indonesia khususnya di kota-kota besar di Jawa Barat?

Ada ungkapan bahwa semua ada harganya. Begitu juga air, terutama air minum. Air minum kemasan harganya antara Rp5.000 dan Rp8.000 seliter. Kemasan botol yang disajikan dalam rapat DPR dan rapat kabinet lebih mahal lagi. Air baku yang biasa disebut air gunung, di Kota Bandung disebut air Gunung Manglayang, harganya antara Rp2.000 dan Rp2.500 per jeriken, isinya kurang lebih 20 liter. Air olahan PDAM harganya berbeda-beda dari satu kabupaten/kota ke kabupaten/kota lainnya. Berbeda-beda juga harganya dari volume sedikit ke volume yang lebih banyak dalam sebulan. Artinya, sesungguhnya kita sudah menghargai air. Terutama dihargai oleh pengusaha, oleh pebisnis air. 


 

Begitu pula, harga air akan semakin tinggi apabila digunakan untuk melarutkan zat-zat kimia menjadi minuman kemasan seperti minuman ringan (soft drink). Harga di supermarket, minimart berbeda dengan harga di warung. Harganya tambah mahal apabila air dijadikan bahan pelarut obat-obatan seperti sirup dan cairan infus. Tempat juga menambah harga air. Air kemasan yang sama akan melejit harganya apabila dibeli di bandara. Lebih mahal lagi kalau dibeli di dalam pesawat selama penerbangan. Sungguh, air sudah dihargai tinggi. Perlukah menghargai air lagi?

Harga variatif air tersebut tentu ada sebabnya. Ada aspek finansial yang berkaitan dengan biaya investasi (investment cost), biaya operasi (operational cost), biaya pemeliharaan atau perawatan (maintenance cost) yang semuanya menuju pada harga (tarif) air per satuan produk (integral cost) pada air jeriken, air minum kemasan ulang, air minum kemasan, air minum yang menjadi pelarut di pabrik farmasi, makanan dan minuman. Harga air pun bisa berbeda karena sumber airnya. Air sungai yang diolah menjadi air minum akan jauh lebih mahal harganya dibandingkan dengan air dari mata air atau air tanah. Ini adalah cara menghargai air versi pebisnis.

 

Air Banjir

Bagaimana cara menghargai air versi masyarakat yang bukan pebisnis air minum? Mayoritas masyarakat bukanlah pebisnis air. Bukan pemilik pabrik air minum, bukan pemilik depot air minum kemasan ulang, bukan pemilik bisnis air jeriken, bukan pemilik pabrik sirup, soft drink, obat dan makanan minuman. Juga bukan pemilik laundry dan bengkel cuci mobil. Mayoritas adalah sebagai konsumen air dan produk-produk berbasis air minum.

Sudahkah kita, warga Jawa Barat, menghargai air hujan? Tiga bulan terakhir ini banjir terjadi di banyak daerah di Jawa Barat. Sudahkah kita menghargai air banjir? Mengapa harus dihargai, bukankah banjir itu membuat masyarakat sengsara? Kerugian akibat banjir meliputi harta dan nyawa, fisiologis dan psikologis. Bisa terjadi berulang-ulang dari tahun ke tahun di lokasi yang sama. Aneh, tetapi begitulah faktanya. Hujan tidak bisa dicegah turunnya, tidak bisa dihalangi, tidak bisa dibatalkan. Seringnya kegagalan semai awan hujan membuktikan bahwa hujan sulit dikendalikan oleh manusia. 

Yang bisa dikendalikan adalah di permukaan tanah. Kendalikan luas hutan di bukit dan gunung, luas hutan kota, jenis bahan perkerasan jalan mobil, jalan setapak, dan lokasi perumahan. Gunakan teknologi agar air hujan lebih banyak masuk ke dalam tanah dan ditampung di permukaan tanah di embung, kolam, waduk, sawah, rawa, selokan, dan teknologi tepat guna seperti biopori, bidang resapan, sumur resapan. Panen air hujan, rain water harvesting.

Menghargai air hujan yang menyebabkan banjir bisa dilaksanakan oleh semua orang. Menghargai air termasuk air hujan sebagai barang sosial sudah ditetapkan di dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Pendiri bangsa, the founding fathers kita sudah demikian tinggi menghargai air, meneguhkan spirit dasar bahwa air digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Apakah menghargai air dengan spirit versi pengusaha diperkenankan? Pembatalan UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) membuktikan bahwa air selayaknya memberikan kemudahan untuk hajat hidup orang banyak. 

Penggantinya yaitu UU No. 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air menjadi penegasan kembali pasal sosioekologi (pasal 33 UUD 1945). Pada pasal 7 dinyatakan bahwa SDA tidak dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh perseorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha (bisnis). Begitu juga hak rakyat atas air bukan berarti kepemilikan atas air melainkan hanya untuk memperoleh dan menggunakan sebagian kuota air sesuai dengan alokasinya.

Apabila air banjir saja harus dihargai, apatah lagi air yang lebih bersih seperti air PDAM atau air minum kemasan. Salah satu cara menghargai air adalah hemat air. Seseorang yang memiliki uang miliaran rupiah tentu mudah membeli air minum. Bahkan air pencuci mobilnya pun berkualitas seperti air minum. Air mandi berkualitas air minum. Tetapi merujuk pada pasal sosioekologi tersebut maka perilaku ini termasuk buruk dan egois. Sebab, masih banyak orang yang sulit memperoleh air minum yang layak diminum. Banyak yang terpaksa minum air keruh, air tercemar untuk mencuci sayur, daging, dan beras. Menggunakan air keruh dan kotor untuk mandi dan mencuci piring dan gelas. Hemat air pun perlu dilaksanakan pada waktu berwudhu dengan cara membuka kecil kran air sehingga efisien. Mandi juga demikian, berupaya hemat air. 

Dua versi menghargai air tersebut, yaitu versi pengusaha (pebisnis) dan versi orang awam (bukan pebisnis air) hakikatnya adalah saling membutuhkan. Apabila asasnya adalah pasal sosioekologi UUD 1945 maka ada titik temu antara keduanya. Titik temu menjadi harmonis apabila perusahaan memberikan corporate social responsibility (CSR)-nya untuk penanaman pohon di kota-kota, pembuatan wetland dan kolam retensi di lokasi yang tepat secara teknis, memberikan perangkat pengolahan air minum komunal untuk masyarakat di daerah rutin banjir, termasuk filter pengolah air banjir agar warga masih bisa memperoleh air untuk MCK dengan memanfaatkan air banjir di sekelilingnya.

Hargailah air (banjir) maka air akan menghargai kita: cukup kuantitasnya, baik kualitasnya, tersedia 24 jam sehari semalam. *

 

ReadMore »