• L3
  • Email :
  • Search :

28 Juni 2020

Istilah “Modern” dan Silsilah Trimurti Gontor

Istilah “Modern” dan Silsilah Trimurti Gontor

Waktu itu Gontor berusia 10 tahun. Tepatnya tanggal 19 Desember 1936. Trimurti, yaitu K.H. Ahmad Sahal (1901-1977), K.H. Zainuddin Fananie (1908-1967), K.H. Imam Zarkasyi (1910-1985) pada acara tersebut memaparkan sejarah Pondok Gontor Lama dan perjuangan Pondok Gontor Baru. Acara dilaksanakan di Balai Pertemuan Kaum Muslimin yang lantas diubah menjadi Balai Pertemuan Pondok Modern (BPPM) sampai sekarang.

Tamu undangan yang hadir adalah wakil Gusti Kanjeng Bupati Ponorogo, Bendoro Patih Ponorogo, 800-an undangan, 20 wakil organisasi massa saat itu, peneliti orientalis Belanda dari Malang dan Kediri, wartawan daerah dan luar daerah, dan ribuan orang warga di sekitar pondok. Di tengah dominasi kekuasaan kolonial Belanda yang selalu curiga pada kegiatan pendidikan dan pengajaran yang dilakukan oleh orang Indonesia, kegiatan ikrar berdirinya KMI itu berhasil dan sukses.

Pada tanggal tersebut Trimurti mengubah nama Pondok Gontor Lama menjadi Pondok Modern Darussalam Gontor. Sejak itulah berlaku kurikulum KMI hingga sekarang. Nama “Modern” pada zaman itu, tahun 1936, membuat nilai plus dalam pandangan masyarakat. Kata "Modern" ini mendahului zamannya. Nama Pondok Modern lantas dikenal hingga ke luar pulau Jawa, yaitu Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Maluku.

Garis keturunan pendiri Gontor, yaitu Trimurti bisa diketahui sampai Kuncen Caruban (Kyai Ageng Besari) dan Kanjeng Pangeran Hadiraja Adipati Anom dari Kasepuhan Cirebon. Silsilah terlampir pada Gambar 1.

Adapun perjalanan hidup Trimurti dalam masa awal pengembangan PMDG ada di Gambar 2. 

Gambar 1. Silsilah Trimurti

Gambar 2. Perjalanan hidup Trimurti


ReadMore »

27 Juni 2020

Desain IPAL a la CORONA

Desain IPAL a la CORONA

Dalam mendesain IPAL dikenal istilah kriteria desain (KD)/perancangan (design criteria) yang dihimpun dari berbagai penelitian laboratorium dan penelitian lapangan di IPAL. Oleh sebab itu, angka-angka di dalam KD tersebut memiliki rentang, mulai dari angka terendah hingga tertinggi. Untuk mendesain IPAL tentu harus membagi IPAL menjadi unit operasi dan unit proses yang masing-masing memiliki KD yang khas. Bahkan pada unit yang sama bisa disebutkan angka-angka KD yang berbeda-beda karena bentuk baknya berbeda, atau karena arah aliran airnya berbeda. Bisa juga karena jenis air limbah yang diolahnya berbeda. Bervariasi. 

Perlu diingat juga bahwa KD yang sama pada sebuah unit operasi atau proses bisa saja menghasilkan kinerja pengolahan yang berbeda. Banyak sebabnya. Mulai dari pH, temperatur (ini relatif kecil pengaruhnya apabila perubahan temperatur hanya satu atau dua derajat Celcius), konsentrasi nutrien, trace mineral, pasokan oksigen, ada tidaknya konstitune toksik, dll.

Desainer IPAL tentu harus mengacu pada standar perancangan atau KD yang sudah mapan sambil mengikuti perkembangan ilmu di sejumlah jurnal ilmiah tentang unit operasi dan unit proses di dalam IPAL. Atau bisa juga meneliti sendiri (bersama team peneliti) KD yang tepat untuk air limbah tertentu dan UO-UP yang tertentu juga. Mahasiswa juga harus mempelajari KD yang sudah ada di buku ajar (textbook) dan di jurnal ilmiah. Bisa dibaca di dalam buku Wastewater Engineering: Treatment and Disposal, tahun cetak 1991, lalu judulnya berubah menjadi Wastewater Engineering: Treatment and Reuse, tahun cetak 2003, kemudian berubah lagi, dan akan ada penambahan materi baru dan perubahan angka-angka KD temuan terbaru. Dalam mendesain IPAL, tentu menggunakan KD tersebut menjadi logis dan responsible sebelum mampu meneliti sendiri (bersama team peneliti lainnya) dan menghasilkan KD yang baru. 

Praktis Teknis
Untuk keperluan praktis di pabrik dan untuk memudahkan mengingatnya, maka istilah CORONA, sejenis virus yang mengakibatkan wabah Covid-19, dimanfaatkan sebagai acuan atau patokan dalam desain IPAL. Ada sejumlah poin penting dalam desain (perancangan) IPAL yang ditulis dalam akronim CORONA. Poin ini diperlukan sejak tahap perencanaan (planning), perancangan (designing), pembuatan (construction), pengoperasian (operation), perawatan (pemeliharaan, maintenance).

C: Concentration, terutama adalah konsentrasi COD dan BOD, termasuk ratio BOD/COD. Juga semua konstituen karakteristik fisika, kimia, biologi yang menjadi acuan dalam analisis kualitas air limbah. Konsentrasi ini sangat penting dalam desain dan dalam operasi dan perawatan IPAL. Konsentrasi ini mengacu pada peraturan yang berlaku seperti effluent standard dan stream standard di sebuah negara (daerah). Dengan angka rasio BOD/COD dan baku mutu air limbah olahan yang berlaku di sebuah daerah maka desainer bisa merancang unit operasi (UO) dan unit proses (UP) yang akan digunakan. 

O: Overflow rate, laju limpahan atau limpasan, berkorelasi juga dengan surface loading atau beban permukaan, yaitu rasio debit air yang diolah (Q = quantity) terhadap luas bak (kolam) pengolahnya. Biasanya digunakan dalam mendesain unit sedimentasi atau klarifir/clarification. Bisa juga untuk mengetahui laju filtrasi sebuah filter, desain proses koagulasi – flokulasi, tidak hanya di dalam IPAL dengan pengolahan kimia tetapi juga di dalam IPAM (pengolahan air minum). Desainer mengacu pada textbook yang sudah diakui otoritasnya di dalam pengolahan air limbah, sebelum mampu menulis KD baru hasil penelitian sendiri (bersama team peneliti) yang angkanya berbeda dari KD yang ada selama ini.

R: Recirculation, rasio resirkulasi debit sludge terhadap debit air limbah yang diolah. Bisa juga rasio antara debit efluen yang diresirkulasi terhadap debit air limbah yang diolah. Konfigurasi resirkulasi bergantung pada desainer IPAL. Variasi resirkulasi ini banyak sehingga kalkulasi desain di dalam perancangannya harus diperinci, dibuatkan tabel sehingga memudahkan dalam membandingkan antara satu R dengan R lainnya. Faktor mekanikal elektrikal menjadi penting di dalam resirkulasi sludge ini, misalnya jenis pompa yang digunakan apakah screw pump atau submersible pump, head (suction dan discharge), valve dan distribusi lokasi atau titik jatuh sludge di dalam unit bioreaktor. 

O: Operation-maintenance, ini berkaitan dengan operasional harian IPAL dan pemeliharaan unit operasi dan unit proses, juga mekanikal – elektrikalnya. Unit utama biasanya adalah blower dan pompa beserta jaringan pipanya. Distribusi udara (oksigen) ke setiap bagian unit pengolah (aerasi) harus sesuai dengan KD. Yang kedua adalah pembubuhan zat kimia seperti koagulan, flokulan, nutrien, dan trace mineral. Juga pengaturan pH, berkaitan dengan netralisasi, pompa dosing kapur, soda, dll. Termasuk sumber listrik cadangan berupa generator set yang langsung hidup pada saat listrik PLN mati. Listrik (ME) sangat penting bagi IPAL. Sekali listrik mati dalam waktu yang lama sehingga IPAL menjadi gagal-olah, maka perlu waktu lama untuk mencapai kondisi optimalnya. 

N: Nutrient, yaitu nutrisi yang diperlukan oleh mikroba selama biodegradasi, baik aerobic maupun anaerobic process. Yang utama adalah senyawa nitrogen dan senyawa fosfat. Termasuk micronutrient atau trace mineral yang dibutuhkan oleh archae atau anaerobic bacteria. Nutrien ini sangat dibutuhkan karena air limbah (terutama air limbah pabrik) berbeda-beda. Ada air limbah yang banyak berisi nutrient ada juga yang sedikit nutriennya atau tidak memiliki nutrient. Bioproses sangat mengandalkan nutrient agar optimal dalam menurunkan BOD, COD. Oleh sebab itu, IPAL yang mengolah air limbah yang miskin nutrien maka sebaiknya air limbah septic tank dimasukkan ke dalam IPAL tersebut. Tentu dengan pengawasan ketat agar racun dari karbol dan disinfektan lainnya tidak malah membasmi mikroba di unit bioreaktor.

A: Aeration rate, berlaku untuk aerobic process, yaitu laju aerasi untuk memasukkan oksigen ke dalam air limbah di unit aerasi per satuan waktu. Ini berkaitan dengan blower dan pemipaannya. Termasuk natural bioprocess seperti di dalam oxidation pond, khususnya unit fakultatif (facultative pond) dan maturasi (maturation pond). Begitu juga di dalam proses aerasi untuk pengurangan besi dan mangan di dalam air minum di IPAM. Oksigen berperan penting di dalam IPAM dan IPAL (aerobic process). Laju aerasi ini berbeda-beda menurut jenis aerator yang digunakan. Di dalam textbook sudah banyak dibahas formula untuk mendapatkan debit dan konsentrasi oksigen yang harus dimasukkan ke dalam air limbah dikaitkan dengan BOD atau COD air limbah dan rujukan BOD-COD yang ingin dicapai. 

ReadMore »

26 Juni 2020

Gontor di Film Negeri 5 Menara

Film Negeri 5 Menara

Orang tua capel yang ingin mengetahui beberapa aktivitas di Gontor bisa melihatnya di film Negeri 5 Menara. Film Negeri 5 Menara ini diproduksi oleh Kompas Gramedia bekerjasama dengan Million Pictures yang diangkat dari novel karya Ahmad Fuadi berjudul sama. Skenario ditulis oleh Salman Aristo yang biasa menulis naskah film-film laris Indonesia dan disutradarai oleh Affandi Abdul Rachman. Film ini dibuat di 4 lokasi syuting, yaitu di Sumatera Barat, Pondok Pesantren Madani Gontor Ponorogo Jawa Timur, Bandung, dan London (Inggris).
Negeri 5 Menara mengangkat nilai-nilai persahabatan dan kebersamaan anak-anak remaja santri di sebuah pondok pesantren Islam dengan latar belakang adat dan suku yang berbeda. Mereka bersama-sama berjanji dan bersungguh-sungguh untuk meraih mimpi dengan filosofi Man Jadda Wajada (Siapa yang bersungguh-sungguh akan menuai hasilnya).

Kisah bermula dari seorang Alif (Gazza Zubizareta) yang baru saja lulus dari SMP di Maninjau yang harus berpisah dengan sahabatnya Randai (Sakurta Ginting) dan mengubur mimpinya melanjutkan studi ke Bandung serta cita-citanya untuk meneruskan kuliah di ITB agar seperti idolanya BJ. Habibie. Dia merelakan semuanya untuk menuruti amanat Amaknya (Lulu Tobing) dan Ayahnya (David Chalik) yang ingin agar Alif masuk pesantren di pulau Jawa dan berharap Alif bisa berguna bagi khalayak, seperti Buya Hamka dan Bung Hatta.

Singkat cerita, Alif pun merantau ke pulau Jawa dan diterima menjadi salah satu santri di Pondok Pesantren Madani. Di pesantren, pada mulanya Alif lebih sering menyendiri karena harus menguatkan hati merelakan keinginannya demi bisa membahagiakan orang tuanya. Tapi di kemudian hari, Alif mulai bersahabat dengan teman-teman satu kamarnya, yaitu Baso (Billy Sandy) dari Gowa, Atang (Rizky Ramdani) dari Bandung, Said (Ernest Samudera) dari Surabaya, Raja (Jiofani Lubis) dari Medan, dan Dulmajid (Aris Putra) dari Madura. Mereka berenam selalu berkumpul untuk berbincang membicarakan mimpi-mimpi mereka di menara masjid dan menyebut diri mereka sebagai Sahibul Menara.

Seperti naturalnya film yang diadaptasi dari novel tebal, ada kesulitan tersendiri mengingat ekspektasi pembaca novel yang selalu mengharapkan film harus lebih bagus dari novelnya. Kebanyakan pembacapun memiliki film tersendiri dan alur cerita di kepalanya masing-masing. Kesulitan ini terasa di film yang memang agak berjalan lambat di awal. Turning point film ini terjadi saat Alif dan kawan-kawan disentak oleh pedang dan kesan mendidik yang tak biasa dari Ustad Salman (Donny Alamsyah). “Ingat! Bukan yang paling tajam, tapi yang paling bersungguh-sungguh. Man Jadda Wajada!” Begitu katanya berulang-ulang hingga bergema dan diikuti seisi ruang setelah berhasil memotong kayu dengan sebilah pedang karatan.

Di bawah menara Madani, mereka berjanji dan bertekad untuk bisa menaklukkan dunia dan mencapai cita-cita menjadi orang besar, yaitu orang yang besar jiwanya untuk membuka dunia di pelosok-pelosok negeri dengan tanpa pamrih. Film ini sarat dengan pesan moral, inspirasi, tekad, dan bumbu konflik menarik yang membuat penonton terpingkal oleh ulah para Sahibul Menara. Juga pengetahuan bahwa pendidikan Islam khususnya pesantren tidak melulu terkungkung dari peradaban dan budaya lain. Di pesantren juga ada teknologi, seni, jurnalisme, bahasa Inggris, dan musik, bukan cuma pelajaran agama.

Ada sebuah petikan pelajaran dalam film ini bahwa harapan dan mimpi-mimpi yang besar mampu menciptakan orang-orang hebat. Hebat dalam menghidupkan mimpi dan mewujudkan harapan menjadi kenyataan. Man Jadda Wajada! *
ReadMore »

24 Juni 2020

Trimurti Gontor dan Trilogi Pendidikan

Trimurti Gontor dan Trilogi Pendidikan

Trimurti
Trimurti adalah The Founding Fathers Gontor baru. Gontor Modern. Beliau adalah K.H. Ahmad Sahal (1901-1977), K.H. Zainuddin Fanani (1908-1967), K.H. Imam Zarkasyi (1910-1985). Sebelumnya sudah ada Pondok Tegalsari pada paruh pertama abad ke-18, sekitar 10 km di selatan kota Ponorogo. Alumni Pondok Tegalsari ini ada yang menjadi kyai, ‘ulama, tokoh masyarakat, pejabat pemerintah pada masa itu, negarawan, pengusaha, dll. Misalnya, Paku Buwono II atau Sunan Kumbul di Kerajaan Surakarta, R. Ng. Ronggowarsito (seorang pujangga), HOS. Cokroaminoto, seorang tokoh pergerakan nasional.

Selanjutnya keturunan dari Pondok Tegalsari, yaitu Kyai Sulaiman Jamaluddin mendirikan pondok di desa Gontor, 12 km di tenggara kota Ponorogo, tiga kilometer di timur Tegalsari. Beliau adalah cucu Pangeran Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon. Gontor (atau Gontor Lama) ini berkembang pesat pada waktu dipimpin oleh putra Kyai Sulaiman Jamaluddin, yaitu Kyai Archam Anom Besari. Karena kurang kaderisasi, pada masa Kyai Santoso Anom Besari Gontor Lama mulai surut. Setelah Pak Kyai Santoso wafat, maka hanya ibu Nyai Santoso dan tujuh anaknya yang mengelola pondok. Ibu Nyai Santoso lantas menyekolahkan tiga putranya yang kemudian mendirikan Pondok Gontor baru.

Pondok Gontor baru ini resmi pada Senin Kliwon, 20 September 1926, 12 Rabi’ul Awwal 1345 yang kemudian dikenal sebagai Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG). Dalam proses pendidikannya, Trimurti mengenyam pendidikan modern Belanda, pendidikan tradisional Islam, dan pendidikan modern Islam. Ketiga pendidikan ini mewarnai pendidikan dan pengajaran di PMDG. Maka setelah pendidikan dasar Tarbiyatul Athfal (1926), enam tahun kemudian, yaitu tahun 1932 berdiri Sullamul Muta’allimin, lantas diresmikan Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyyah pada tahun 1936 dan berlangsung hingga sekarang. Selanjutnya adalah pendidikan tinggi, yaitu ISID yang kemudian berkembang menjadi UNIDA Gontor: Universitas Darussalam Gontor.

Trilogi Pendidikan
Bagi Gontor, yang terpenting adalah mental skill. Bukan Job Skill. Dari tiga skill di dalam Trilogi Pendidikan, maka afektif mendapat prioritas pertama. Afektif atau mental atau karakter atau akhlak menjadi pondasi. Kognitif atau akademis dan psikomotorik atau teknis lebih mudah dicapai. Tentu boleh memacu kognitif dan bakat, juga keterampilan, tetapi karakter atau akhlak harus lebih dipacu lagi. Mental skill atau afektif dapat menggerakkan otak (kognitif) dan fisik (psikomotorik). PMDG berupaya mengutamakan mental skill ini. Oleh sebab itu, mencuri sebiji permen saja di koperasi pondok, tentu kalau ketahuan oleh ustadz penjaganya, maka santri langsung diproses untuk dikeluarkan (dipecat). Sebuah permen? Ya…hanya sebuah permen.

Itu sebabnya, pendidikan karakter yang ramai di media massa beberapa tahun lalu itu sudah sejak awal dilaksanakan di PMDG. Mendapat posisi utama dalam pendidikan.  
ReadMore »

23 Juni 2020

Sejarah Suspension of Hajj

BRIEF ACCOUNTS OF SUSPENSION OF HAJJ IN ISLAMIC HISTORY

Around 40 times in history the Hajj was either cancelled or the number of pilgrims was extremely low according to the King AbdulAziz Foundation For Research And Archives, and this idea is not as unprecedented as perceived.

Among the many factors were:
• Epidemics/Diseases 
• Political turmoil
• Economic turmoil
 
• Instability of security
 
• Conflicts
• Activities of bandits and raiders

Some years and events when Hajj was either suspended or interrupted:
1. 251 AH / 865 AD:
Ismail bin Yusuf Al-Alawi known as Al Safak and his forces led a rebellion against the Abbasid Caliphate and massacred thousands of pilgrims who were gathered at the Arafat Mountain near Makkah, forcing the cancellation of the Hajj.

2. 317 AH / 930 AD: 
Arguably the most infamous event was when a sect called Qaramitah who considered the Hajj to be a pagan ritual led by Abu Tahir Qaramitani carried out a vicious attack on Makkah during the Hajj season. According to historic accounts, the Qaramitans massacred 30,000 pilgrims while mockingly chanting verses of the Quran at them burying them in their places without bathing or shrouding or Janazah prayer. They dumped 3,000 bodies into the sacred well of Zamzam and then destroyed it completely. They also stole the Black Stone from the Ka’bah and took it to their base in the east of Saudi called Hajr (modern day Qatif) for 22 years. It is said that sadly for 10 years after this event the Hajj was not carried out.

3. 357 AH / 968 AD:
It is said that this year it was cancelled because of the spread of the so-called “Al-Mashiri disease” in Makkah, and because of it the pilgrims died, and their camels died on the way from thirst and only a few of them arrived in Makkah.

4. 390 AH & 419 AH / 1000 AD & 1028 AD:
Hajj was suspended due to extreme high costs and inflation. For the same reason nobody did Hajj from the East and from Egypt in 419 AH.

5. 492 AH / 1099 AD:
Hajj was not performed because of the turmoil and lack of security that befell the Muslims throughout their large state due to the raging conflict between themselves, and for five years before the fall of Jerusalem to the hands of the Crusaders.

6. 654 AH / 1256 AD:
Apart from Hijaz no other country performed Hajj for four years due to ongoing conflicts.

7. 1213 AH / 1799 AD:
Hajj trips stopped during the French Revolution due to the routes being insecure.

8. 1246 AH / 1831 AD:
In more recent accounts, a plague coming from India spread and caused the deaths of a staggering three quarters of the pilgrims.

9. Years 1252 AH to 1310 AH / 1837 AD to 1892 AD:
The epidemics spread in various years from 1837 AD until 1892 AD with thousands dying daily. In 1871 it struck Madinah. This outbreak known as Cholera spread during the Hajj season, as deaths spiked in Arafat and peaked in Mina.

10.  Year 1441 AH / 2020 AD:
The Coronavirus pandemic (COVID-19) caused suspension of international pilgrims performing Hajj.

(Source: Haramain, FB)




ReadMore »

8 Juni 2020

Pak Dokter, Ini Belum Normal

Pak Dokter, Ini Belum Normal

Video wawancara seorang dokter beredar. Isinya tentang Corona. Bye-bye Corona. Corona tidak semengerikan yang diberitakan. Kurang lebih inilah inti video tersebut. Di tulisan ini saya ingin urun rembug. Ingin urun pendapat dengan dokter di Kota Mataram NTB tersebut dengan pendapat yang berbeda. Demi siapa? Tentu demi kesehatan kita. Kesehatan orang tua, istri/suami, anak-anak, cucu, cicit, adik dan kakak, ipar dan keponakan. Juga kesehatan teman sejawat, sahabat di dunia maya, dan saudara-saudara kita.
Dunia kedokteran memang menyatakan bahwa obat demam, batuk, pilek adalah istirahat yang cukup dan makan makanan bergizi. Tidak perlu antibiotik. Kalau lebih dari tiga hari, barulah perlu ke dokter. Artinya, penyakit seperti itu memang bisa mudah sembuh dengan istirahat dan makan makanan bergizi. Tetapi virus Corona baru ini berbeda. Bahkan karakteristiknya berubah-ubah. Novel Coronavirus penyebab Covid-19 ini cepat menginfeksi orang. Bahkan ada kejadian, pasien yang dinyatakan sembuh tetapi beberapa hari kemudian meninggal karena sesak napas. Diduga terjadi penggumpalan di pembuluh darah di paru-parunya. Koagulasi ini tentu bisa terjadi di pembuluh darah lainnya dan fatal risikonya.

Sudah ditulis di artikel sebelumnya, yaitu *New Normal, Sudah Waktunya?*, tersedia di link artikel inihttps://bit.ly/2AMIhZ6 bahwa pada awal Juni 2020 Indonesia masih di fase eksponensial. Minimal fase retardasi atau pelambatan laju penularan. Tetapi belum masuk ke fase stationary. Apalagi fase declining. Masih butuh waktu. 

Dengan merujuk pada berita bahwa uji cepat (rapid test) di perbanyak, termasuk PCR, maka paling cepat bisa dicek adalah 14 hari setelah pengambilan sampel. Betulkah dilaksanakan uji hingga 15.000 (atau bahkan 20.000 uji) perhari? Bagaimana distribusi lokasinya? Berapa persen di Jawa Timur, di Kalimantan, di Sulawesi, di DKI, di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Barat, dll? Apabila uji sudah sebanyak itu dan berlangsung sebulan atau dua bulan dan hasil positifnya cenderung menurun, maka baru bisa diperkirakan fase decline-nya dengan relatif akurat. Baru bisa dinyatakan berada di depan gerbang new normal (tetapi belum masuk ke dalam fase new normal).

Kepada masyarakat, hendaklah tetap meyakini bahwa virus baru ini lebih ganas daripada virus lainnya yang sudah dikenal, seperti SARS dan MERS. Di seluruh dunia, per tanggal 8 Juni 2020, hampir tujuh juta orang terinfeksi, dan lebih dari 400 ribu orang meninggal. Karena sudah diumumkan sekarang sebagai fase new normal oleh pemerintah pusat atau PSBB transisi di DKI dan daerah lainnya, maka silakan laksanakan kegiatan sehari-hari, tetapi tetap kenakan masker, tambah lagi dengan tisu di dalamnya. Cuci tangan dengan sabun di air yang mengalir. Jaga jarak semester atau lebih dengan orang lain. Sulit memang, apalagi kalau duduk di angkot, di bis, di halte, di tempat umum. Tetapi lebih baik dilaksanakan daripada berisiko sakit karena novel Coronavirus ini.

Sudah disebut di artikel sebelumnya bahwa dunia akan mulai tatanan baru apabila vaksin virus ini sudah ditemukan, sudah diproduksi massal, dan harganya terjangkau oleh mayoritas masyarakat dunia, terutama masyarakat di negara-negara miskin seperti di Afrika. Asia Selatan, Amerika Selatan. * *Gede H. Cahyana*, Pengamat Sanitasi Lingkungan.
ReadMore »

6 Juni 2020

New Normal, Sudah Waktunya?

New Normal, Sudah Waktunya?
Oleh Gede H. Cahyana

Rencana new normal yang disampaikan pemerintah pusat menimbulkan pertanyaan. Sudahkah waktunya? Tergesa-gesakah? Apakah mengarah ke herd immunity atau dalam istilah lain adalah prinsip the survival of the fittest, yang terkuat yang bertahan hidup? Tentu masyarakat juga paham bahwa geliat ekonomi menjadi alasan utama untuk memulai new normal. Perlu disampaikan bahwa ini bukan soal setuju atau tidak setuju. Tetapi ini semata-mata masalah waktu. Kapankah waktu yang tepat untuk new normal (normal baru)?
Sebelum muncul wacana normal baru, sudah ada warga yang ingin segera membuka usaha menjelang Idulfitri. Keinginan ini bisa dimaknai sebagai ingin segera kembali berusaha, bekerja, berjualan. Ingin kembali normal. Berkaitan dengan hal ini, warga masyarakat terbelah menjadi dua kelompok besar. Yang pertama adalah kelompok yang ingin segera bekerja atau membuka usaha. Umumnya di sektor perdagangan seperti pemilik toko, warung, jualan di pasar, pemilik mall dan pekerjanya. Termasuk pemilik bisnis transportasi seperti angkot, bis, ojek pangkalan dan online, travel. Juga bisnis pariwisata seperti hotel, biro jasa wisata, taksi, rental motor dan mobil. Mereka berupaya untuk memenuhi kebutuhan primer seperti sembako dan biaya sekolah dan kuliah anak-anaknya.

Kelompok kedua adalah orang-orang yang nyaman work from home, bekerja di (dari) rumah dan tetap berpenghasilan. Mereka merasa aman dari bahaya Covid-19 karena sedikit berinteraksi dengan masyarakat luas tetapi tetap produktif di bidang pekerjaannya. Finansial tetap tersedia meskipun tidak berlebih dengan mengatur konsumsi harian, membagi kebutuhan menjadi primer, sekunder, dan tersier. Biaya sekolah dan kuliah anak-anak bisa menjadi masalah bagi sebagian di antara kelompok kedua ini. Terlebih lagi yang anaknya banyak. Kelompok kedua ini ada yang menjadi pegawai negeri atau ASN ada juga yang pegawai swasta.

Jika demikian, tentu ada parameter yang bisa dijadikan tolokukur untuk menyatakan bahwa keadaan sudah normal, yaitu normal baru, normal yang berbeda dengan normal sebelum pandemi. Cara yang paling tepat untuk mulai memberlakukan normal baru adalah dengan merujuk pada basis data epidemiologi, demografi, dan geografi (wilayah, daerah hingga ke RT/RW). Tentu tidak mudah memperoleh data akurat sampai ke daerah terkecil karena keterbatasan uji swab dan uji cepat (rapid test). Juga keterbatasan alat dan bahan di laboratorium, keterbatasan tenaga medis, dan kendala biaya.

Namun demikian, statistik membantu dalam membuat perkiraan (forecasting). Bisa dibuat kurva insidensi epidemi dengan memasangkan waktu dan jumlah orang yang sakit. Yang harus dianalisis adalah data perkembangan jumlah korban, kecenderungan jumlah yang sembuh, penurunan jumlah yang meninggal yang diiringi dengan peningkatan uji swab di seluruh kabupaten dan kota. Dugaan secara epidemiologis inilah yang akan memberikan hasil akurat perihal waktu untuk memulai status normal baru. Setiap daerah memiliki kurva khas masing-masing.

Selain itu bisa juga dibuat analogi dengan meninjaunya dari aspek mikrobiologi. Aspek ini memberikan pandangan apakah normal baru bisa dilaksanakan pada bulan Juni 2020 ini ataukah tidak. Apakah bisa secara nasional atau hanya daerah tertentu saja.

Analogi mikrobiologi
Secara mikrobiologi, normal baru adalah kondisi setelah wabah (pascapandemi) yang sudah melewati fase penurunan (declining). Di dalam jurnal Annu. Rev. Microbiology, 1949: 3: 371-394, Jacques Monod menjelaskan pola pertumbuhan bakteri. Monod yang bekerja di Pasteur Institute di Paris, Prancis adalah orang pertama yang menulis tentang grafik pertumbuhan bakteri. Kurva pertumbuhan bakteri ini bisa dijadikan analogi untuk persebaran wabah oleh novel Coronavirus. Sekali lagi disebutkan bahwa kurva ini adalah analogi pertumbuhan dan pengurangan jumlah penderita Covid-19, bukan kajian epidemiologis. Kurva Monod ini hanya pendekatan untuk memperoleh gambaran awal, apakah sudah waktunya normal baru atau belum.

Kurva dimulai dari fase lag, yaitu tahap adaptasi dengan laju pertumbuhan nol. Fase lag ini di Indonesia terjadi pada Januari sampai dengan medio Februari 2020. Sebagian orang Indonesia, terutama yang bermain media sosial memberikan perhatian pada kasus Corona di Wuhan, China. Pada periode ini pemerintah pusat menanggapi dengan santai dan memberikan ujaran senda-gurau di media massa. Berikutnya adalah fase akselerasi, yaitu percepatan laju pertumbuhan tetapi belum ada yang dinyatakan sakit karena belum banyak uji swab, juga belum ada uji cepat (rapid test). Ini berlangsung hingga medio Maret 2020, dua pekan setelah Presiden Jokowi mengumumkan bahwa ada dua orang yang sakit akibat Corona pada 2 Maret 2020.

Mulai pekan ketiga Maret 2020 terjadilah fase eksponensial, yaitu kenaikan laju pertumbuhan jumlah penderita. Laju yang tinggi ini terus naik selama beberapa waktu sampai memasuki fase pelambatan (retardation) ketika laju pertumbuhan mulai menurun. Dalam skala nasional, yang tentu berbeda dengan kejadian di daerah-daerah, pada awal Juni 2020 masih berada di fase eksponensial. Sampai kapan? Sampai tercapai puncaknya dengan indikasi terjadi laju pertumbuhan nol sehingga jumlah pertambahan penderita relatif konstan dari hari ke hari. Ini disebut fase stationary. Fase ini bisa berlangsung beberapa pekan bergantung pada perilaku hidup dan interaksi sosial masyarakat.

Terakhir adalah fase penurunan (decline), yaitu laju pertumbuhan negatif yang artinya jumlah penderita berkurang seiring dengan pergantian hari. Lama waktunya juga bergantung pada perilaku masyarakat dalam interaksi sosial di sekitar rumah, di pasar, toko, mall, dan di tempat kerja. Termasuk kesungguhan penegakan hukum oleh aparatur terhadap warga masyarakat yang melanggar. Setelah ini dilewati barulah masuk ke fase new normal, yaitu ketika lajunya tidak berkurang lagi tetapi stabil. Stabil artinya naik dan turun silih berganti secara dinamis sehingga masyarakat menjadi terbiasa seperti halnya terbiasa dengan penyakit akibat virus lainnya.

Patut dipahami oleh masyarakat bahwa normal baru adalah keadaan yang diasumsikan normal dalam kehidupan sosial masyarakat dan konsisten melaksanakan protokol kesehatan dari hari ke hari. Sampai kapan? Sampai ditemukan vaksin yang betul-betul mampu melawan novel Coronavirus dan vaksinnya sudah diproduksi masal dan murah harganya. Boleh jadi anak balita pun akan diberikan vaksi ini seperti vaksin lainnya. 

Dengan berpatokan pada temuan vaksin inilah maka tatanan dunia baru atau new normal bisa dinyatakan valid di seluruh dunia. Semua orang di dunia tidak akan merasa terancam lagi oleh wabah Covid-19.*
ReadMore »