Pak Dokter, Ini Belum Normal
Video wawancara seorang dokter beredar.
Isinya tentang Corona. Bye-bye Corona. Corona tidak semengerikan yang diberitakan.
Kurang lebih inilah inti video tersebut. Di tulisan ini saya ingin urun rembug.
Ingin urun pendapat dengan dokter di Kota Mataram NTB tersebut dengan pendapat
yang berbeda. Demi siapa? Tentu demi kesehatan kita. Kesehatan orang tua,
istri/suami, anak-anak, cucu, cicit, adik dan kakak, ipar dan keponakan. Juga
kesehatan teman sejawat, sahabat di dunia maya, dan saudara-saudara kita.
Dunia kedokteran memang menyatakan bahwa
obat demam, batuk, pilek adalah istirahat yang cukup dan makan makanan bergizi.
Tidak perlu antibiotik. Kalau lebih dari tiga hari, barulah perlu ke dokter.
Artinya, penyakit seperti itu memang bisa mudah sembuh dengan istirahat dan
makan makanan bergizi. Tetapi virus Corona baru ini berbeda. Bahkan
karakteristiknya berubah-ubah. Novel Coronavirus penyebab Covid-19 ini cepat
menginfeksi orang. Bahkan ada kejadian, pasien yang dinyatakan sembuh tetapi
beberapa hari kemudian meninggal karena sesak napas. Diduga terjadi penggumpalan
di pembuluh darah di paru-parunya. Koagulasi ini tentu bisa terjadi di pembuluh
darah lainnya dan fatal risikonya.
Sudah ditulis di artikel sebelumnya,
yaitu *New Normal, Sudah Waktunya?*, tersedia di link artikel ini, https://bit.ly/2AMIhZ6 bahwa pada awal Juni
2020 Indonesia masih di fase eksponensial. Minimal fase retardasi atau
pelambatan laju penularan. Tetapi belum masuk ke fase stationary. Apalagi fase
declining. Masih butuh waktu.
Dengan merujuk pada berita bahwa uji cepat (rapid test) di perbanyak, termasuk PCR, maka paling cepat bisa dicek adalah 14 hari setelah pengambilan sampel. Betulkah dilaksanakan uji hingga 15.000 (atau bahkan 20.000 uji) perhari? Bagaimana distribusi lokasinya? Berapa persen di Jawa Timur, di Kalimantan, di Sulawesi, di DKI, di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Barat, dll? Apabila uji sudah sebanyak itu dan berlangsung sebulan atau dua bulan dan hasil positifnya cenderung menurun, maka baru bisa diperkirakan fase decline-nya dengan relatif akurat. Baru bisa dinyatakan berada di depan gerbang new normal (tetapi belum masuk ke dalam fase new normal).
Dengan merujuk pada berita bahwa uji cepat (rapid test) di perbanyak, termasuk PCR, maka paling cepat bisa dicek adalah 14 hari setelah pengambilan sampel. Betulkah dilaksanakan uji hingga 15.000 (atau bahkan 20.000 uji) perhari? Bagaimana distribusi lokasinya? Berapa persen di Jawa Timur, di Kalimantan, di Sulawesi, di DKI, di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Barat, dll? Apabila uji sudah sebanyak itu dan berlangsung sebulan atau dua bulan dan hasil positifnya cenderung menurun, maka baru bisa diperkirakan fase decline-nya dengan relatif akurat. Baru bisa dinyatakan berada di depan gerbang new normal (tetapi belum masuk ke dalam fase new normal).
Kepada masyarakat, hendaklah tetap meyakini
bahwa virus baru ini lebih ganas daripada virus lainnya yang sudah dikenal,
seperti SARS dan MERS. Di seluruh dunia, per tanggal 8 Juni 2020, hampir tujuh
juta orang terinfeksi, dan lebih dari 400 ribu orang meninggal. Karena sudah
diumumkan sekarang sebagai fase new normal oleh pemerintah pusat atau PSBB
transisi di DKI dan daerah lainnya, maka silakan laksanakan kegiatan
sehari-hari, tetapi tetap kenakan masker, tambah lagi dengan tisu di dalamnya.
Cuci tangan dengan sabun di air yang mengalir. Jaga jarak semester atau lebih
dengan orang lain. Sulit memang, apalagi kalau duduk di angkot, di bis, di
halte, di tempat umum. Tetapi lebih baik dilaksanakan daripada berisiko sakit
karena novel Coronavirus ini.
Sudah disebut di artikel sebelumnya
bahwa dunia akan mulai tatanan baru apabila vaksin virus ini sudah ditemukan,
sudah diproduksi massal, dan harganya terjangkau oleh mayoritas masyarakat
dunia, terutama masyarakat di negara-negara miskin seperti di Afrika. Asia
Selatan, Amerika Selatan. * *Gede H. Cahyana*, Pengamat Sanitasi Lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar