New
Normal, Sudah Waktunya?
Oleh Gede H.
Cahyana
Rencana new
normal yang disampaikan pemerintah pusat menimbulkan pertanyaan. Sudahkah
waktunya? Tergesa-gesakah? Apakah mengarah ke herd immunity atau dalam istilah lain
adalah prinsip the survival of the fittest, yang terkuat yang bertahan hidup? Tentu
masyarakat juga paham bahwa geliat ekonomi menjadi alasan utama untuk memulai new
normal. Perlu disampaikan bahwa ini bukan soal setuju atau tidak setuju.
Tetapi ini semata-mata masalah waktu. Kapankah waktu yang tepat untuk new
normal (normal baru)?
Sebelum muncul wacana normal baru, sudah ada warga yang ingin segera membuka usaha menjelang Idulfitri. Keinginan ini bisa dimaknai sebagai ingin segera kembali berusaha, bekerja, berjualan. Ingin kembali normal. Berkaitan dengan hal ini, warga masyarakat terbelah menjadi dua kelompok besar. Yang pertama adalah kelompok yang ingin segera bekerja atau membuka usaha. Umumnya di sektor perdagangan seperti pemilik toko, warung, jualan di pasar, pemilik mall dan pekerjanya. Termasuk pemilik bisnis transportasi seperti angkot, bis, ojek pangkalan dan online, travel. Juga bisnis pariwisata seperti hotel, biro jasa wisata, taksi, rental motor dan mobil. Mereka berupaya untuk memenuhi kebutuhan primer seperti sembako dan biaya sekolah dan kuliah anak-anaknya.
Sebelum muncul wacana normal baru, sudah ada warga yang ingin segera membuka usaha menjelang Idulfitri. Keinginan ini bisa dimaknai sebagai ingin segera kembali berusaha, bekerja, berjualan. Ingin kembali normal. Berkaitan dengan hal ini, warga masyarakat terbelah menjadi dua kelompok besar. Yang pertama adalah kelompok yang ingin segera bekerja atau membuka usaha. Umumnya di sektor perdagangan seperti pemilik toko, warung, jualan di pasar, pemilik mall dan pekerjanya. Termasuk pemilik bisnis transportasi seperti angkot, bis, ojek pangkalan dan online, travel. Juga bisnis pariwisata seperti hotel, biro jasa wisata, taksi, rental motor dan mobil. Mereka berupaya untuk memenuhi kebutuhan primer seperti sembako dan biaya sekolah dan kuliah anak-anaknya.
Kelompok kedua
adalah orang-orang yang nyaman work from home, bekerja di (dari) rumah
dan tetap berpenghasilan. Mereka merasa aman dari bahaya Covid-19 karena
sedikit berinteraksi dengan masyarakat luas tetapi tetap produktif di bidang
pekerjaannya. Finansial tetap tersedia meskipun tidak berlebih dengan mengatur
konsumsi harian, membagi kebutuhan menjadi primer, sekunder, dan tersier. Biaya
sekolah dan kuliah anak-anak bisa menjadi masalah bagi sebagian di antara
kelompok kedua ini. Terlebih lagi yang anaknya banyak. Kelompok kedua ini ada
yang menjadi pegawai negeri atau ASN ada juga yang pegawai swasta.
Jika demikian,
tentu ada parameter yang bisa dijadikan tolokukur untuk menyatakan bahwa
keadaan sudah normal, yaitu normal baru, normal yang berbeda dengan normal
sebelum pandemi. Cara yang paling tepat untuk mulai memberlakukan normal baru
adalah dengan merujuk pada basis data epidemiologi, demografi, dan geografi
(wilayah, daerah hingga ke RT/RW). Tentu tidak mudah memperoleh data akurat
sampai ke daerah terkecil karena keterbatasan uji swab dan uji cepat (rapid
test). Juga keterbatasan alat dan bahan di laboratorium, keterbatasan tenaga
medis, dan kendala biaya.
Namun demikian,
statistik membantu dalam membuat perkiraan (forecasting). Bisa dibuat kurva
insidensi epidemi dengan memasangkan waktu dan jumlah orang yang sakit. Yang
harus dianalisis adalah data perkembangan jumlah korban, kecenderungan jumlah
yang sembuh, penurunan jumlah yang meninggal yang diiringi dengan peningkatan
uji swab di seluruh kabupaten dan kota. Dugaan secara epidemiologis inilah yang
akan memberikan hasil akurat perihal waktu untuk memulai status normal baru. Setiap
daerah memiliki kurva khas masing-masing.
Selain itu bisa
juga dibuat analogi dengan meninjaunya dari aspek mikrobiologi. Aspek ini
memberikan pandangan apakah normal baru bisa dilaksanakan pada bulan Juni 2020
ini ataukah tidak. Apakah bisa secara nasional atau hanya daerah tertentu saja.
Analogi
mikrobiologi
Secara mikrobiologi,
normal baru adalah kondisi setelah wabah (pascapandemi) yang sudah melewati
fase penurunan (declining). Di dalam jurnal Annu. Rev. Microbiology,
1949: 3: 371-394, Jacques Monod menjelaskan pola pertumbuhan bakteri. Monod
yang bekerja di Pasteur Institute di Paris, Prancis adalah orang pertama yang
menulis tentang grafik pertumbuhan bakteri. Kurva pertumbuhan bakteri ini bisa
dijadikan analogi untuk persebaran wabah oleh novel Coronavirus. Sekali
lagi disebutkan bahwa kurva ini adalah analogi pertumbuhan dan pengurangan
jumlah penderita Covid-19, bukan kajian epidemiologis. Kurva Monod ini hanya
pendekatan untuk memperoleh gambaran awal, apakah sudah waktunya normal baru
atau belum.
Kurva dimulai
dari fase lag, yaitu tahap adaptasi dengan laju pertumbuhan nol. Fase lag ini
di Indonesia terjadi pada Januari sampai dengan medio Februari 2020. Sebagian
orang Indonesia, terutama yang bermain media sosial memberikan perhatian pada
kasus Corona di Wuhan, China. Pada periode ini pemerintah pusat menanggapi
dengan santai dan memberikan ujaran senda-gurau di media massa. Berikutnya
adalah fase akselerasi, yaitu percepatan laju pertumbuhan tetapi belum ada yang
dinyatakan sakit karena belum banyak uji swab, juga belum ada uji cepat (rapid
test). Ini berlangsung hingga medio Maret 2020, dua pekan setelah Presiden
Jokowi mengumumkan bahwa ada dua orang yang sakit akibat Corona pada 2 Maret
2020.
Mulai pekan
ketiga Maret 2020 terjadilah fase eksponensial, yaitu kenaikan laju pertumbuhan
jumlah penderita. Laju yang tinggi ini terus naik selama beberapa waktu sampai
memasuki fase pelambatan (retardation) ketika laju pertumbuhan mulai
menurun. Dalam skala nasional, yang tentu berbeda dengan kejadian di
daerah-daerah, pada awal Juni 2020 masih berada di fase eksponensial. Sampai
kapan? Sampai tercapai puncaknya dengan indikasi terjadi laju pertumbuhan nol sehingga
jumlah pertambahan penderita relatif konstan dari hari ke hari. Ini disebut
fase stationary. Fase ini bisa berlangsung beberapa pekan bergantung pada
perilaku hidup dan interaksi sosial masyarakat.
Terakhir adalah
fase penurunan (decline), yaitu laju pertumbuhan negatif yang artinya
jumlah penderita berkurang seiring dengan pergantian hari. Lama waktunya juga
bergantung pada perilaku masyarakat dalam interaksi sosial di sekitar rumah, di
pasar, toko, mall, dan di tempat kerja. Termasuk kesungguhan penegakan hukum
oleh aparatur terhadap warga masyarakat yang melanggar. Setelah ini dilewati
barulah masuk ke fase new normal, yaitu ketika lajunya tidak berkurang
lagi tetapi stabil. Stabil artinya naik dan turun silih berganti secara dinamis
sehingga masyarakat menjadi terbiasa seperti halnya terbiasa dengan penyakit akibat
virus lainnya.
Patut dipahami
oleh masyarakat bahwa normal baru adalah keadaan yang diasumsikan normal dalam
kehidupan sosial masyarakat dan konsisten melaksanakan protokol kesehatan dari
hari ke hari. Sampai kapan? Sampai ditemukan vaksin yang betul-betul mampu melawan
novel Coronavirus dan vaksinnya sudah diproduksi masal dan murah
harganya. Boleh jadi anak balita pun akan diberikan vaksi ini seperti vaksin
lainnya.
Dengan berpatokan pada temuan vaksin inilah maka tatanan dunia baru atau
new normal bisa dinyatakan valid di seluruh dunia. Semua orang di dunia
tidak akan merasa terancam lagi oleh wabah Covid-19.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar