Trimurti Gontor dan Trilogi Pendidikan
Trimurti
Trimurti adalah The Founding Fathers Gontor baru. Gontor Modern. Beliau adalah K.H.
Ahmad Sahal (1901-1977), K.H. Zainuddin Fanani (1908-1967), K.H. Imam Zarkasyi
(1910-1985). Sebelumnya sudah ada Pondok Tegalsari pada paruh pertama abad
ke-18, sekitar 10 km di selatan kota Ponorogo. Alumni Pondok Tegalsari ini ada
yang menjadi kyai, ‘ulama, tokoh masyarakat, pejabat pemerintah pada masa itu,
negarawan, pengusaha, dll. Misalnya, Paku Buwono II atau Sunan Kumbul di
Kerajaan Surakarta, R. Ng. Ronggowarsito (seorang pujangga), HOS. Cokroaminoto,
seorang tokoh pergerakan nasional.
Selanjutnya keturunan dari Pondok
Tegalsari, yaitu Kyai Sulaiman Jamaluddin mendirikan pondok di desa Gontor, 12
km di tenggara kota Ponorogo, tiga kilometer di timur Tegalsari. Beliau adalah
cucu Pangeran Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon. Gontor (atau Gontor Lama) ini
berkembang pesat pada waktu dipimpin oleh putra Kyai Sulaiman Jamaluddin, yaitu
Kyai Archam Anom Besari. Karena kurang kaderisasi, pada masa Kyai Santoso Anom
Besari Gontor Lama mulai surut. Setelah Pak Kyai Santoso wafat, maka hanya ibu
Nyai Santoso dan tujuh anaknya yang mengelola pondok. Ibu Nyai Santoso lantas
menyekolahkan tiga putranya yang kemudian mendirikan Pondok Gontor baru.
Pondok Gontor baru ini resmi pada Senin
Kliwon, 20 September 1926, 12 Rabi’ul Awwal 1345 yang kemudian dikenal sebagai
Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG). Dalam proses pendidikannya, Trimurti
mengenyam pendidikan modern Belanda, pendidikan tradisional Islam, dan
pendidikan modern Islam. Ketiga pendidikan ini mewarnai pendidikan dan
pengajaran di PMDG. Maka setelah pendidikan dasar Tarbiyatul Athfal (1926),
enam tahun kemudian, yaitu tahun 1932 berdiri Sullamul Muta’allimin, lantas
diresmikan Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyyah pada tahun 1936 dan berlangsung
hingga sekarang. Selanjutnya adalah pendidikan tinggi, yaitu ISID yang kemudian
berkembang menjadi UNIDA Gontor: Universitas Darussalam Gontor.
Trilogi
Pendidikan
Bagi Gontor, yang terpenting adalah
mental skill. Bukan Job Skill. Dari tiga skill di dalam Trilogi Pendidikan,
maka afektif mendapat prioritas pertama. Afektif atau mental atau karakter atau
akhlak menjadi pondasi. Kognitif atau akademis dan psikomotorik atau teknis
lebih mudah dicapai. Tentu boleh memacu kognitif dan bakat, juga keterampilan,
tetapi karakter atau akhlak harus lebih dipacu lagi. Mental skill atau afektif
dapat menggerakkan otak (kognitif) dan fisik (psikomotorik). PMDG berupaya mengutamakan
mental skill ini. Oleh sebab itu, mencuri sebiji permen saja di koperasi pondok,
tentu kalau ketahuan oleh ustadz penjaganya, maka santri langsung diproses
untuk dikeluarkan (dipecat). Sebuah permen? Ya…hanya sebuah permen.
Itu sebabnya, pendidikan karakter yang
ramai di media massa beberapa tahun lalu itu sudah sejak awal dilaksanakan di
PMDG. Mendapat posisi utama dalam pendidikan.
Terima Kasih Infonya
BalasHapus