Kisah di BAPENTA Gontor
Tidak ada walisantri Gontor yang tidak tahu Bapenta. Tetapi walisantri yang tidak pernah masuk Bapenta, katanya, ada. Ini terjadi lantaran selama anaknya di Gontor, beliau tidak pernah sekalipun datang menengok. Bahkan ada juga orangtua yang belum tahu lokasi Gontor dan belum pernah ke Gontor hingga anaknya tuntas belajar. Begitu katanya. Ada juga orangtua yang hanya sekali masuk ke pondok, yaitu pada hari anaknya diyudisium. Kini, sejak pandemi Covi-19 merebak, banyak orang tua yang belum pernah masuk ke pondok. Bahkan yang rumahnya dekat Gontor pun dilarang masuk ke dalam pondok. Ribuan orangtua, terutama orangtua santri baru, santri yang masuk pada masa pandemi, belum pernah masuk ke Bapenta.
Bagian Penerimaan Tamu. Bapenta. Setiap orangtua atau walisantri wajib lapor ke Bapenta kalau masuk ke dalam pondok. Santri yang ditengok akan diberitahu oleh santri yang bertugas di Bapenta ini. Secarik kertas kecil ukuran 6 cm x 6 cm akan disampaikan ke rayon atau kamar santri. Tashrih atau summons. Begitu santri menyebutnya. Kertas kecil inilah yang ditunggu-tunggu oleh santri. Wajah senang umumnya terpancar dari santri apabila menerima kertas itu. Ketika di kelas, waktu terasa lambat berjalan. Ingin bertemu orangtua atau paman, bibi, adik, kakak. Pacar? Sekitar 99% santri belum (pernah) punya pacar. Apalagi yang sejak lulus SD langsung bersekolah di Gontor. Begitu katanya. Mungkin yang lulus SMP lalu masuk Gontor…., mungkin saja ada sejenis cinta monyet. Tetapi tetaplah bersyukur karena akhirnya bisa bersekolah di Gontor, terhindar dari yang semacam itu (cinta beruk kalau menurut istilah Aa Gym, DT).Kabar dari Bapenta, kata anak-anak, adalah kabar yang ditunggu-tunggu santri. Begitu juga bagi orangtuanya. Kedatangan anak atau anak-anak menjadi penantian yang lama. Padahal hanya 4 jam. Atau malah kurang. Terutama yang hanya punya waktu singkat di pondok dan akan pergi lagi lantaran ada tugas di dekat pondok. Sambil bertugas atau bekerja di luar kota, disempatkan menengok anak. Tetapi bisa juga 8 jam baru bertemu, terutama yang anaknya sudah kelas 4 atau kelas 5 yang menjadi mudabbir. Menjadi “pengasuh” adik-adik santri. Bahkan bisa dari pagi hingga menjelang pukul 22.00 belum juga datang. Setelah pukul 22.00 barulah ada sedikit waktu santri mudabbir datang ke Bapenta bertemu orangtuanya. Sedangkan santri junior, yaitu kelas 1, 2, dan 3, mereka bisa sering ke Bapenta. Setiap waktu istirahat mereka bisa bertemu walisantri di Bapenta.
Bapenta juga menyimpan banyak ragam kisah orangtua santri. Berbagai cerita hadir di sela-sela waktu kedatangan santri. Walisantri dari Medan berbincang dengan yang dari Balikpapan. Yang dari Bandung bercakap-cakap dengan yang dari Jember. Yang dari Bali bertutur dengan walisantri dari Pekalongan. Yang dari Padang bertukar kisah dengan yang dari Tegal. Ada walisantri yang bekerja sebagai polisi, ada tentara, ada guru, ada dosen, ada PNS dinas di daerah, ada PNS di pusat, ada pegawai swasta, ada pengusaha nasional, ada pelaut, ada ustadz, ada kyai di pondok lain, ada dokter, ada anggota dewan, ada menteri, ada duta besar, ada presiden direktur, ada pedagang, ada petani, ada peternak, ada driver ojek atau ojol, ada pebecak atau bentor (becak motor), dan bermacam jenis profesi lainnya. Semuanya wajib lapor ke Bapenta dan diperbolehkan istirahat, tidur, mandi, makan di Bapenta selama tiga hari. Tetapi, ada juga yang sepekan atau katanya ada yang sebulan bahkan lebih tinggal di Bapenta. Entahlah, begitu desir angin membawa cerita kisah tentang Bapenta.
Kapan hari tersibuk, hari yang paling padat dan sesak di Bapenta? Hari Jum’at. Tetapi pada Kamis sore atau malam Jum’at bisanya sudah mulai ramai. Jum’at siang adalah hari spesial, hari olahraga dan sejenisnya. Inilah hari kridha bagi santri. Walisantri yang dekat dengan pondok biasanya datang pada Jum’at. Sedangkan walisantri yang jauh biasanya datang pada Selasa, Rabu, Kamis. Tiga hari di Pondok sudah terasa seperti tiga pekan. Senang dan damai rasanya. Apalagi anak-anak sehat wal’afiat dan bahagia mendengar cerita ceria tentang kegiatan mereka. Lelah orangtua langsung punah. Kembali pulang ke daerah dengan optimis dan penuh harap. Harapan anak bisa lulus dari pondok. Harapan yang terus menggetarkan Arsy, semayam Allah Swt dari doa ribuan walisantri di setiap petak kasur sewaan di Bapenta.
Terima kasih kepada civitas pondok yang sudah menyediakan Bapenta sehingga menjadi lokasi yang menyejarah bagi santri dan walinya. Selamanya. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar