Luruhlah Hujan
Hujan itu
luruh juga.
Tetes
mutiaranya
tampias di
lensa mata
Hablur
bayangannya
menyeka rekah
luka.
Selimut
selapisnya
kondisioner pelembab.
Ricak-ricak
kezarahannya
Mengoyak
tanah, mengurat akar ilalang dan teki
Menyublim
pohon
Menghijau telentang.
“Water is the best of all things”, kata
Pindar.
Panaan dalam
keterpanaanku itu, kuakui, betul jua seuntai kalimat Pindar itu. Namun
faktanya, meskipun terbaik, di Indonesia ini, air belum diutamakan, masih di
baris belakang sehingga terkuaklah krisis air di mana-mana, diberitakan di
media massa.
(Mudah-mudahan
puisi ini menjadi catatan akhir kemarau ketika kebanyakan sudut daerah di
Indonesia sedang didukanestapai oleh kekeringan dan krisis air minum, air
irigasi, dan kebanjiran air mata …, sementara itu, mata airnya kekeringan). *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar