• L3
  • Email :
  • Search :

27 Maret 2020

Dokter dan Perawat

Dokter dan Perawat

Perang melawan musuh berwujud orang atau tentara negara asing seperti Belanda dan Jepang sudah dilakukan oleh tentara Indonesia. Perang melawan musuh yang tidak tampak, seperti bakteri dan virus, memerlukan jenis senjata lain. Patriotnya adalah dokter dan perawat. Kini dokter dan perawat berada di garis depan, melawan Corona. Berjibaku. Sudah berhasil menyembuhkan pasien Covid-19. Tetapi ada sejumlah dokter dan perawat yang meninggal. Masalah yang muncul adalah kurang APD. APD ini semacam benteng bagi tentara. Dokter dan perawat tanpa APD serupa dengan tentara yang berdiri di tengah medan tempur yang dikelilingi oleh tentara musuh.


Kisah dokter yang menjadi tentara betulan juga ada. Dokter ini betul-betul ikut ke medan tempur. Ikut terjun payung di Timor Timur. Musuhnya adalah Fretilin. Pimpinan Xanana Gusmao.  Tugasnya adalah memberikan bantuan logistik kesehatan. Luka kena peluru, jatuh, patah tulang, dll menjadi tugasnya untuk mengobati korban. Sejak bertugas di Timor Timur itu, menjadi dokter yang akrab dengan Pak Prabowo Subianto (sekarang Menteri Pertahanan). Beliau adalah dr. Boyke Setiawan, M.M. yang meninggal pada Januari 2020 lalu. Meskipun tentara, jiwa dokternya itu terbawa sampai akhir hayatnya. Selama menjadi rektor Universitas Kebangsaan, kerapkali mengadakan “dokling”: dokter keliling ke ratusan desa di Jawa Barat. 

Saya juga teringat pada seorang dokter di Bali. Tepatnya di Kab. Jembrana. Namanya dr. Faisal Baraas. Beliau dulu rutin menulis di koran Republika. Artikelnya sudah dibukukan dengan judul Catatan Harian Seorang Dokter. Banyak kisah penyakit (termasuk yang menular (mewabah), terutama disentri, kolera) yang ditulis dengan bernas. Beliau memaparkan fakta kesehatan masyarakat dan pengaruh mistik yang waktu itu, medio tahun 1970-an sering menyulitkan dalam memberikan pemahaman kesehatan kepada masyarakat. Waktu itu baru saja mulai Pelita (Pembangunan Lima Tahun) Orde Baru. Baru saja mulai penggunaan kloset leher angsa di desa. Paparan yang lincah dan trengginas itu membawa pembaca seolah-olah berada di hadapan pasien di Puskesmas.

Yang terakhir, ini saya baca dari novel karya Boris Pasternak: Doctor Zhivago. Kisah seorang dokter pada masa perang di Rusia. Waktu itu pun di dunia, faktanya, sedang berkecamuk wabah atau Pandemi Flu Spanyol. Meskipun namanya Spanyol, ternyata asalnya dari China juga. Yang meninggal di Indonesia kurang lebih 1,5 juta orang. Sekitar 50 juta orang meninggal (2,9%) di seluruh dunia. Yang sakit sekitar 500 juta orang (29%) . Waktu itu Bumi dihuni oleh sekitar 1,71 miliar orang. Itulah kisah suka duka dokter pada masa perang, kisah cintanya (karena dokter juga manusia biasa), dan intrik politik ekonomi dalam setiap perang dan wabah penyakit. Seperti sekarang ini, di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Dilema antara lockdown dan tidak. Lockdown, tidak. Lockdown, tidak.

Selamat berjuang di garis depan para dokter dan perawat. Semoga selalu sehat walafiat. Menang melawan Corona. Terima kasih kepada Gubernur DKI Jakarta, Pak Anies Baswedan atas perhatian dan empati kepada dokter, perawat, sanitarian, ahli gizi, pegawai administrasi, hingga pasukan cleaning services. Adakah pejabat lain yang akan mengikuti jejak langkahnya untuk kesehatan semua orang Indonesia? *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar