Dokter
dan Perawat
Perang
melawan musuh berwujud orang atau tentara negara asing seperti Belanda dan
Jepang sudah dilakukan oleh tentara Indonesia. Perang melawan musuh yang tidak
tampak, seperti bakteri dan virus, memerlukan jenis senjata lain. Patriotnya
adalah dokter dan perawat. Kini dokter dan perawat berada di garis depan,
melawan Corona. Berjibaku. Sudah berhasil menyembuhkan pasien Covid-19. Tetapi
ada sejumlah dokter dan perawat yang meninggal. Masalah yang muncul adalah
kurang APD. APD ini semacam benteng bagi tentara. Dokter dan perawat tanpa APD
serupa dengan tentara yang berdiri di tengah medan tempur yang dikelilingi oleh
tentara musuh.
Kisah
dokter yang menjadi tentara betulan juga ada. Dokter ini betul-betul ikut ke
medan tempur. Ikut terjun payung di Timor Timur. Musuhnya adalah Fretilin.
Pimpinan Xanana Gusmao. Tugasnya adalah
memberikan bantuan logistik kesehatan. Luka kena peluru, jatuh, patah tulang,
dll menjadi tugasnya untuk mengobati korban. Sejak bertugas di Timor Timur itu,
menjadi dokter yang akrab dengan Pak Prabowo Subianto (sekarang Menteri
Pertahanan). Beliau adalah dr. Boyke Setiawan, M.M. yang meninggal pada Januari
2020 lalu. Meskipun tentara, jiwa dokternya itu terbawa sampai akhir hayatnya. Selama
menjadi rektor Universitas Kebangsaan, kerapkali mengadakan “dokling”: dokter
keliling ke ratusan desa di Jawa Barat.
Saya
juga teringat pada seorang dokter di Bali. Tepatnya di Kab. Jembrana. Namanya
dr. Faisal Baraas. Beliau dulu rutin menulis di koran Republika. Artikelnya
sudah dibukukan dengan judul Catatan Harian Seorang Dokter. Banyak kisah
penyakit (termasuk yang menular (mewabah), terutama disentri, kolera) yang
ditulis dengan bernas. Beliau memaparkan fakta kesehatan masyarakat dan
pengaruh mistik yang waktu itu, medio tahun 1970-an sering menyulitkan dalam
memberikan pemahaman kesehatan kepada masyarakat. Waktu itu baru saja mulai
Pelita (Pembangunan Lima Tahun) Orde Baru. Baru saja mulai penggunaan kloset
leher angsa di desa. Paparan yang lincah dan trengginas itu membawa pembaca
seolah-olah berada di hadapan pasien di Puskesmas.
Yang
terakhir, ini saya baca dari novel karya Boris Pasternak: Doctor Zhivago. Kisah
seorang dokter pada masa perang di Rusia. Waktu itu pun di dunia, faktanya, sedang
berkecamuk wabah atau Pandemi Flu Spanyol. Meskipun namanya Spanyol, ternyata
asalnya dari China juga. Yang meninggal di Indonesia kurang lebih 1,5 juta
orang. Sekitar 50 juta orang meninggal (2,9%) di seluruh dunia. Yang sakit
sekitar 500 juta orang (29%) . Waktu itu Bumi dihuni oleh sekitar 1,71 miliar
orang. Itulah kisah suka duka dokter pada masa perang, kisah cintanya (karena
dokter juga manusia biasa), dan intrik politik ekonomi dalam setiap perang dan
wabah penyakit. Seperti sekarang ini, di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Dilema
antara lockdown dan tidak. Lockdown, tidak. Lockdown, tidak.
Selamat berjuang di garis depan para dokter dan
perawat. Semoga selalu sehat walafiat. Menang melawan Corona. Terima kasih
kepada Gubernur DKI Jakarta, Pak Anies Baswedan atas perhatian dan empati
kepada dokter, perawat, sanitarian, ahli gizi, pegawai administrasi, hingga pasukan
cleaning services. Adakah pejabat lain yang akan mengikuti jejak langkahnya
untuk kesehatan semua orang Indonesia? *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar