Pernikahan kali kedua Aa Gym menimbulkan polemik. Ada yang pro, ada yang kontra. Ketika berada di Kualalumpur Malaysia (Sabtu, 2 Desember 2006), lewat telepon yang disiarkan oleh radio MQ FM, Aa berkata bahwa sudah ada 3.000-an SMS yang diterimanya. Ada yang menghujat, ada yang memberikan selamat. Akhirnya, pada Sabtu sore di Jakarta, sepulang dari negeri jiran itu, Aa Gym dan Teh Ninih memberikan keterangan resmi di depan wartawan.
***
Sikap kontra yang muncul menandakan bahwa poligami dianggap negatif, terutama dari sudut pandang perempuan. Mereka ingin kesetaraan jender, ingin emansipasi seperti yang dikumandangkan R. A. Kartini. Spirit Kartini memang tinggi dalam memajukan perempuan dan bisa diketahui dari surat yang ditulisnya untuk Zeehandelaar yang isinya perihal wanita Surakarta pada akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Kalimat ini saya kutip dari buku Menemukan Sejarah karya Prof. A. Mansur Suryanegara, seorang gurubesar sejarah di Universitas Padjadjaran Bandung. Begini isinya:
Di sana hampir tiada seorang juga laki-laki yang perempuannya hanya seorang, dalam kalangan bangsawan terutama lingkungan susuhunan, seorang laki-laki lebih 26 orang perempuannya (23 Agustus 1900).
Kalimat di atas bisa ditafsirkan dari tiga hal, yaitu (1) Kartini tidak setuju pada poligami yang tak terbatas istrinya, sampai puluhan atau ratusan; (2) Kartini tidak setuju pada poligami lebih dari empat orang atau Kartini setuju pada poligami empat orang; dan (3) Kartini menganut monogami. Jika dilihat dari tanggal suratnya maka bisa disimpulkan bahwa itu dibuat atau dikirim oleh Kartini kepada sahabatnya sebelum ia menikah. Ada juga data bahwa Kartini belajar tafsir Al Qur’an tetapi baru sampai beberapa juz saja. Boleh jadi Kartini sudah pernah membaca atau diberi tahu bahwa dalam Qur’an ada ayat yang membolehkan poligami. Itu pun hanya dengan empat perempuan. Jika tak mampu maka nikahilah satu perempuan saja.
Namun demikian, apa yang terjadi selanjutnya? Kartini ternyata mau menjadi istri keempat dari Djojoadiningrat yang sudah punya tujuh anak. Artinya, Kartini pun dipoligami. Konsekuensi logisnya, emansipasi itu bukanlah meniadakan poligami. Sebab, suatu saat kelak, hal apapun bisa saja terjadi, orang-orang yang keras melawan poligami justru akan melakoninya dan hidup bermadukan perempuan lain. Berikut ini saya kutipkan kolom di majalah Tempo, 17 April 2006.
Kartini menikah dengan Djojoadiningrat, yang sudah punya tiga istri dan tujuh anak. Bahkan putri tertua suaminya hanya terpaut delapan tahun dari sang Raden Ajeng itu. Perkawinan yang berlangsung pada 8 November 1903 itu
praktis menyudahi perlawanannya terhadap praktek poligami di masyarakat Jawa. Setelah diboyong ke Rembang menjadi raden ayu di kabupaten, Kartini tidak lagi bicara soal kedudukan perempuan atau menyerang poligami, bahkan juga cita-citanya mengenai pendidikan. Sangat boleh jadi ia sudah berdamai dengan lingkungannya. Ini memang aneh: seorang pemberontak bisa menjadi begitu lentuk.
praktis menyudahi perlawanannya terhadap praktek poligami di masyarakat Jawa. Setelah diboyong ke Rembang menjadi raden ayu di kabupaten, Kartini tidak lagi bicara soal kedudukan perempuan atau menyerang poligami, bahkan juga cita-citanya mengenai pendidikan. Sangat boleh jadi ia sudah berdamai dengan lingkungannya. Ini memang aneh: seorang pemberontak bisa menjadi begitu lentuk.
Catatan.
Kalau kau benci sesuatu, janganlah kau terlalu membencinya. Sebab, suatu saat kelak boleh jadi kau justru akan memerlukannya. Kalau kau suka sesuatu, janganlah kau terlalu menyukainya. Sebab, suatu saat kelak boleh jadi kau akan membencinya.
Silakan baca.
Istri Kedua Aa Gym?
Kanal Seks
Poligami Nabi Muhammad
Gede H. Cahyana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar