• L3
  • Email :
  • Search :

5 Desember 2006

Kanal Seks

Kanal atau channel atau canal adalah saluran yang biasa digunakan untuk mengalirkan air, baik air baku air minum, air hujan, maupun air limbah. Seperti halnya air, seks pun harus disalurkan agar ia berjalan di relnya yang halal. Kalau air tersebut tidak disalurkan di kanalnya maka bisa banjir dan merugikan manusia. Begitu pun seks, harus dikanalkan agar tidak merugikan manusia, baik di dunia (penyakit sifilis, GO, HIV-AIDS, dll) maupun di akhirat (siksa pedih nan abadi di neraka).

Bagaimana cara mengkanalkan seks. Satu-satunya cara ialah nikah. Pernikahan adalah satu-satunya cara menyalurkan hasrat seks yang menggebu-gebu. Memang, saum juga bisa, tetapi akan sangat berat kalau nafsunya sudah "di atas angin". Semua orang tanpa kecuali, sudah diberikan hasrat seks. Hasrat biologis atau nafsu seks memang sudah bawaan manusia dan ditegaskan di dalam surat Ali Imran (3):14. Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga).

Hanya saja harus digarisbawahi bahwa nafsu seks tidak semuanya negatif. Ia bergantung pada kanalnya. Kalau dikanalkan pada yang halal (nikah) maka efeknya pasti positif, dapat nilai ibadah, dan enak. Sebaliknya, jika disalurkan pada pelacur, teman, pacar, apalagi pemerkosaan maka otomatis menjadi negatif, berdosa, potensial kena penyakit kelamin. Inilah orang yang diperbudak seks. Budak seks sangat banyak, mulai dari orang biasa seperti pemulung, gelandangan-pengemis, pengamen, PNS, karyawan swasta, polisi, TNI, jaksa, hakim, anggota DPR/DPRD, artis, "kyai", "ustadz", guru, dosen, pengusaha, menteri, presiden, dst-nya. Semua yang diperbudak seks itu sudah pasti imannya tipis atau bahkan hilang sama sekali.

Itu sebabnya, menikah adalah solusi bagi perbudakan seks. Seorang poligamis (lelaki pelaku poligami) jauh lebih mulia ketimbang seorang pelaku seks bebas. Apalagi kebutuhan seks setiap orang berbeda-beda. Ada yang rendah, ada yang tinggi. Yang tinggi silakan menikah hingga empat kali asalkan ia mampu adil dalam hal pangan (nafaqah), sandang (kiswah), dan papan (suknah). Keadilan di sini tidak disyaratkan secara perasaan dan cinta karena hal ini tidak mungkin. Adil di sini difokuskan pada adil secara lahiriah.

Namun demikian, adil lahiriah bukanlah sama rata sama jumlah. Yang anaknya lebih banyak tentu lebih banyak pula menerima pangan, sandang, papan dari suaminya. Anak yang kuliah tentu lebih besar kebutuhan dananya daripada yang masih SD. Istri yang sakit tentu lebih membutuhkan uang dan perhatian suami ketimbang yang sehat. Istri yang belum bisa (belum lancar) mengaji Qur’an tentu lebih banyak membutuhkan bimbingan suami daripada yang sudah lancar. Atau, istri yang sudah lancar membaca Qur’an mengajari madunya yang belum lancar (belum bisa). Ini akan menambah keakraban keluarga. Banyak lagi hal-hal lainnya. Semuanya harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi suami, istri dan anak-anaknya. Karena itulah, poligamis wajib memiliki kemapanan ekonomi, kekuatan sosial, ketinggian ilmu (bisa baca Qur’an, memiliki ilmu pendidikan anak, pendidikan istri, kemasyarakatan, dll).

Kembali ke soal kanal seks (sex canal). Tujuan pembuatan kanal seks ialah ibadah. Berseraga, bersebadan, bersetubuh atau koitus antara suami istri adalah ibadah, selain menambah kesenangan dan kasih sayang. Sebab, jika dilakukan dengan pelacur, teman, pacar, apalagi memperkosa orang, maka disebut zina dan dosa besar. Dalam Islam tak tanggung-tanggung hukumannya, yaitu rajam (dilempari batu sampai mati) bagi yang sudah menikah dan hukuman dera bagi yang lajang (gadis). Beratnya hukuman zina itu karena Islam sangat memuliakan keturunan manusia dan tak ingin ada anak-anak tanpa ayah atau pembunuhan (pengguguran) kandungan lantaran seks bebas. Hal ini pun demi kejelasan garis nasab agar jelas pula hukum pewarisan dan perwalian saat menikah.

Dengan kata lain, bersenggama suami istri adalah perbuatan suci dan terpuji. Selain menyenangkan juga bernilai ibadah. Ada pahalanya. Juga memperoleh anak sebagai generasi penerus dalam melanjutkan dakwah Rasulullah. Maka, kanalkanlah seks di saluran yang benar, yaitu pernikahan. Mau monogami? Silakan. Ingin poligami? Juga silakan, asalkan syaratnya dipenuhi, yaitu adil dalam nafaqah, kiswah, dan suknah, termasuk pendidikan istri dan anak-anak. Jika tidak mampu demikian, sebaiknya jangan bermain api, bisa terbakar nanti.

Ada riwayat yang disampaikan oleh Abu Dzar r.a. Sekelompok sahabat menghadap Rasul lalu berkata," Ya Rasulullah, betapa bahagia orang-orang kaya. Kami shalat, mereka juga shalat. Kami saum (puasa), mereka juga puasa. Namun mereka melebihi kami karena bisa bersedekah dengan kelebihan hartanya".

Rasulullah lantas bersabda," Bukankah Allah telah memberi kalian kesempatan bersedekah (tanpa harta) yang bisa kalian lakukan? Sesungguhnya tasbih adalah sedekah, takbir juga sedekah, membaca laa ilaaha ilallah juga sedekah, tahmid juga sedekah, amar ma’ruf dan nahyi munkar juga sedekah, bahkan hubungan seks (dengan istrimu) pun termasuk sedekah".

Para sahabat bertanya lagi," Wahai Rasulullah, apakah jika memenuhi kebutuhan seks (syahwat) dan bersenang-senang dengan istri juga mendapat pahala?"

Dengan tandas Rasul menjawab," Bagaimana pandanganmu kalau ia salurkan syahwatnya kepada yang haram, bukankah berdosa? Maka, kalau disalurkan (dikanalkan) kepada yang halal (istri-istrinya) maka akan mendapat pahala". (H. R. Muslim).*

Silakan baca.
Istri Kedua Aa Gym?
Poligami Nabi Muhammad
Poligami: R. A. Kartini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar