• L3
  • Email :
  • Search :

8 Oktober 2006

Roughing FILTER

Dari ratusan instalasi pengolah(an) air minum (IPAM) di Indonesia, tidak banyak yang menerapkan unit Roughing Filter. Kebanyakan PDAM membuat unit prasedimentasi (prased) atau semacam kolam penampung air baku sebelum airnya dialirkan ke unit pengolah (complete treatment). Ini kalau airnya dari sungai. Yang sumber airnya dari danau atau waduk biasanya tidak perlu unit praolah karena keduanya sudah berfungsi sebagai prased alami.

Dari sisi operasi-rawatnya, Roughing Filter atau Filter Kasar, selanjutnya disingkat FK, lebih memakan waktu daripada prased maupun kolam penampung. Tetapi dari sisi kualitas olahannya, FK menghasilkan air yang lebih jernih per debit yang sama. Apalagi kalau dilanjutkan dengan unit filter pasir lambat atau fipal (slow sand filter), akan jauh lebih bagus lagi kualitasnya.

Ciri khas filter adalah medianya. Disusun oleh bebatuan (kerikil, koral), filter memiliki ruang antarbutir (porositas) yang fungsinya sebagai ruang sedimentasi. Ada ribuan ruang sedimentasi di dalam FK dan ini bergantung pada dimensinya. Selain sedimentasi, terjadi juga fenomena filtrasi dan biomekanisme yang mampu menyisihkan bakteri seperti pada fipal. Bedanya, dalam fipal, penyisihan bakteri dimonopoli oleh lapisan kotor (dirty layer) yang disebut schmutzdecke.


Spesifikasi
Berdasarkan arah alirannya, FK bisa dibagi menjadi dua, yaitu aliran horisontal dan aliran vertikal. FK Horisontal atau FKH lebih populer dibandingkan dengan FK Vertikal, FKV. Dalam FKH, kapasitas penampung lumpurnya lebih besar daripada FKV karena medianya lebih besar dan unitnya lebih panjang. Medianya bergradasi, besar di bagian hulu (inlet) dan mengecil ke arah hilir (outlet). Ada juga yang lain, yaitu besar di bagian hulu lalu mengecil di tengah-tengah kemudian membesar lagi ke arah hilir.

Variasi dan gradasi media itu bisa begitu kontras. Misalnya, di ruang pertama, yaitu ruang terdekat dengan inlet, medianya homogen berdiameter 3,5 cm. Di ruang berikutnya mengecil menjadi 3,0 cm, lalu 2,0 cm, dan terakhir bisa menjadi hanya 0,5 cm. Partikel terbesar diharapkan tersisih di hulunya, yang lebih kecil di ruang selanjutnya. Dengan kata lain, kalau dilengkapi fasilitas cuci-balik (backwashing) maka kecepatan ke atas (upflow) air di ruang hulu harus lebih besar daripada di ruang hilir. Memang tak perlu terjadi ekspansi di sini. Gradasi kecepatannya itu untuk melepaskan lumpur yang terperangkap di ruang antarbutirnya.

Pada FKH, pembatas antarruang bisa menggunakan sekat dari kawat, kayu, atau material inert lainnya. Tanpa sekat pun boleh-boleh saja asalkan bisa mengatur letak kerikilnya agar tidak bercampur menjadi sangat heterogen dalam satu ruang. Demi keamanan, bagian atas FKH bisa ditutup dengan pelapis berbahan fiberglas, pelat, atau dari tanah lempung agar air kotor di luar tidak masuk ke dalam filter. Penutup ini menghalangi sinar matahari sehingga mencegah perbiakan algae. Agar kian aman, ambangnya (freeboard) ditinggikan dan lengkapi dengan pipa peluap (overflow). Bahan dinding bisa dari beton bisa juga dari kayu yang tahan air.

Bagaimana dengan FKV? Unit vertikal bisa upflow (aliran ke atas), bisa juga downflow (aliran ke bawah). Pada unit upflow, lapisan terbawahnya berdiameter terbesar dan mengecil ke atas. Tebal medianya bervariasi antara 50 ? 75 cm dengan tinggi totalnya 2 m. Diameter terbawah sekitar 15 ? 20 mm, yang di atasnya 10 mm, dan yang terkecil di bagian atas 5 mm. Kecepatan filtrasinya mencapai 20 m/jam, jauh di atas FKH yang besarnya antara 0,5 ? 4 m/jam atau (0,3 ? 1,0 m/jam, ini dianggap optimal). Desainnya serupa dengan flokulator media berbutir (gravel bed flocculator) dan bahkan bisa dijadikan pengganti unit flokulasi dan sedimentasi dalam instalasi filter pasir cepat (fipat). Hanya saja, perawatannya lebih berat dan memakan waktu. Pembuatannya pun relatif lebih sulit.

Bagaimana cara membersihkannya? Pembersihan media dilakukan dengan menggelontorkan air-cuci (berasal dari air filtrat) atau dengan membongkar medianya lalu dibersihkan kemudian dipasang lagi. Pada FKV lebih sulit dilakukan dan boros air. Tenggang waktu pembersihannya, biasa disebut umur filter atau waktu-hidup (lifetime), bergantung pada volumenya. Umumnya berumur antara 2 - 5 tahun. Tetapi tetap saja sangat bergantung pada tingkat kekeruhan air bakunya.

Inilah sketsa FK.
















Pada gambar di atas diperlihatkan FKH dengan rerata panjang ruang 2 m dan tinggi 1 m. Teoretisnya, panjang filter antara 5 - 10 m dengan rasio panjang : lebar = 6 : 1. Gradasi media mulai dari 2 cm lalu mengecil menjadi 0,3 cm. FKH ini dipasang dekat sungai. Lewat pipa yang diberi skrin jeruji, air sungai dialirkan secara gravitasi kemudian difilter oleh medianya. Pada FKV, medianya diawali oleh diameter 2 cm, terus mengecil sampai 0,5 cm. Tentu saja boleh menggunakan diameter lain karena karakter kekeruhan sungainya berbeda-beda.

Seperti jenis filter lainnya, kecepatan filtrasi memegang peran penting pada kinerja FK. Dalam rentang nilai 0,3 sampai 1,0 m/jam, FKH bisa bekerja optimal dan masih dalam kelayakan dari sisi kualitas dan operasi-rawatnya. Namun yang paling umum diterapkan adalah kecepatan 0,5 m/jam untuk kekeruhan rendah, yaitu antara 15 ? 50 NTU dan 0,3 m/jam untuk yang kekeruhannya tinggi, mencapai 150 NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Dengan kecepatan filtrasi 0,5 m/jam dihasilkan air antara 85 ? 850 m3/hari, dan ini bergantung pada besar-kecilnya filter.

Bagaimana kualitas filtratnya? Meskipun sebagai unit praolah, kemampuannya menghilangkan bakteri patogen ternyata cukup tinggi, antara 60 - 70%. Kemampuannya menghilangkan kekeruhan juga bagus, yaitu 70 - 80%. Hanya saja, nilai ini akan bervariasi dari satu filter ke filter lainnya. Keutamaan lainnya, dapat dioperasikan dan dirawat oleh pekerja dengan tingkat pendidikan rendah. Lulus SMP pun, asalkan dilatih dulu, akan mampu bertugas. Mau mencoba? *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar