• L3
  • Email :
  • Search :

12 April 2024

Mikroplastik di Dalam Air Minum

Mikroplastik di Dalam Air Minum

Gede H. Cahyana

Pengamat Air dan Sanitasi Universitas Kebangsaan RI

Tantangan utama pengolahan air baku (sungai) menjadi air minum pada dekade 1970-an dan sebelumnya adalah pengurangan kekeruhan dan warna alami (apparent color). Setelah dekade 1990-an, seiring dengan perluasan industri di kota-kota besar maka pengolahan merambah ke pencemar organik dan logam berat. Pada dekade 2020-an ini timbul masalah baru, yaitu mikroplastik dan nanoplastik (MNP). Tidak hanya di kota-kota, MNP sudah sampai ke pelosok desa dan gunung. Sampah plastik sudah ditemukan di sumber-sumber air di gunung. Terlebih lagi di air sungai, kelimpahan (konsentrasi) MNP-nya lebih banyak. Apakah unit operasi dan proses IPAM mampu menyisihkan pencemar “baru” tersebut?


Planet vs Plastik

Planet vs Plastik adalah tema peringatan Hari Bumi (Earth Day) pada 22 April 2024. Plastik dijadikan tema karena total lembaran plastik yang diproduksi di seluruh dunia sudah mampu menutupi permukaan Bumi. Tahun 2023 diperkirakan lebih dari 500 miliar kantong plastik tersebar di seluruh dunia atau sekitar satu juta kantong plastik per menit. Di Amerika Serikat diproduksi 100 miliar botol plastik per tahun atau 300 botol per orang per tahun. Ironisnya, untuk memproduksi satu buah botol dibutuhkan enam kali lebih banyak air daripada isi botolnya.

Pada tahun 2023 timbul gerakan masif untuk mengurangi produksi plastik hingga 60% pada tahun 2040. Diserukan di dalam Global Plastics Treaty 2024 agar semua negara meniadakan penggunaan plastik sekali pakai seperti kresek dan botol minuman pada tahun 2030. Seruan ini disetujui oleh 175 negara. Di Indonesia beberapa minimarket dan supermarket sudah meniadakan kresek dalam jual-belinya.

IPAM Mengolah Mikroplastik?

Dengan ukuran 5 mm hingga 100 nanometer (0,0001 mm) sebaran MNP sudah meliputi segala sesuatu (tanah, air, udara). Sumbernya dari kain sintetis, kosmetik, peralatan sekolah - rumah tangga, pembungkus kopi, teh, sayur, buah, ikan, dan daging. Semuanya berplastik. Akibatnya, air minum pun sudah berisi MNP.

Peneliti di State University of New York, Amerika Serikat (2018) melaporkan perihal MNP di dalam air minum kemasan (AMIK). Mereka menemukan 11 merek air minum di 9 negara termasuk Indonesia berisi MNP. Sekitar 93 persen AMIK tersebut berisi MNP jenis polypropylene, nilon, polyethylene terephthalate. Di dalam satu botol ditemukan hingga 10.000 partikel plastik dengan ukuran 100 mikron (seukuran rambut) dan 6,5 mikron (diameter sel darah merah). Hasil serupa juga diperoleh di Zhe Jiang Institute, Hangzhou, China pada tahun 2021. Demikian pula penelitian di Department of Environmental Science and Policy, University of Milan, Italia pada tahun 2019. Disimpulkan dari penelitian itu bahwa sumber MNP di dalam AMIK berasal dari air baku dan dari tutup botolnya.

Apabila AMIK saja mengandung MNP maka air olahan BUMD AM pun dipastikan seperti itu karena air bakunya berasal dari sungai atau waduk. Tentu ada kekecualian apabila air bakunya dari mata air di gunung yang tidak tercemari plastik. Pertanyaannya, apakah IPAM BUMD AM mampu mengurangi konsentrasi MNP? Mayoritas IPAM adalah pengolahan konvensional dengan unit intake (bangunan sadap), prasedimentasi, aerasi, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan disinfeksi.

Intake hanyalah bangunan pengambil air tanpa fungsi pengolahan. Intake yang dilengkapi dengan barscreen (kisi jeruji) banyak menangkap botol plastik dan kresek. Bak prasedimentasi memanfaatkan gaya gravitasi untuk menyisihkan pasir dan zat padat kasar. MNP tetap melayang-layang di dalam air. Bak aerasi fokus pada reaksi oksidasi besi dan mangan. Hasilnya adalah partikel oksida besi-mangan. Sampai di sini, belum ada unit operasi-proses yang mampu menyisihkan MNP.

Koagulator dan flokulator berfungsi mereaksikan koagulan dengan koloid sekaligus menangkap padatan tersuspensi untuk pembentukan flok. Flok yang terbentuk ini memiliki daya jerat dan jerap (adsorpsi) terhadap partikel lain yang tidak bermuatan listrik. Daya jerat ini semakin besar apabila digunakan polielektrolit seperti PAC. Dalam penelitian dinyatakan bahwa MNP cenderung bermuatan negatif daripada positif sehingga koagulan alum sulfat, PAC, atau feriklorida berpotensi besar menjeratnya. Namun kinerja koagulator dan flokulator ini harus didukung oleh kinerja maksimum bak sedimentasi.

Bak sedimentasi (sedimentor) adalah unit operasi untuk mengendapkan makroflok. Namun mikroflok tidak terendapkan sehingga lolos ke filter. Benteng terakhir adalah filter. Filter mampu memisahkan mikroflok. Namun masalahnya, apakah semua MNP bisa terjerat oleh mikroflok? Ada yang tidak. Oleh sebab itu, MNP yang bebas ini lantas melewati parasitas (perviousness) pasir filter (rapid sand filter). Penyisihan bisa lebih besar apabila digunakan filter pasir lambat. Namun pembersihan filter menjadi lebih sering. Hanya saja, nanoplastik tidak bisa disisihkan oleh kedua filter tersebut. Adapun unit disinfeksi hanya mampu membunuh bakteri yang menempel di MNP. Apakah MNP bisa dihancurkan oleh kaporit atau ozon, ini perlu penelitian.  

Dapat disimpulkan bahwa penyisihan MNP bisa terjadi di proses koagulasi-flokulasi asalkan didukung oleh kinerja maksimum sedimentor. Apabila tidak maka mikroflok lolos ke filter. Maka kenerja filter pun harus maksimum dalam menyisihkan mikroflok. Tetapi, mampukah filter menyisihkan MNP yang tidak terjerat mikroflok? Jawabannya, tidak. Jika demikian, maka air olahan di reservoir dipastikan berisi MNP.

Apabila peraturan kualitas air minum berubah pada masa depan, yaitu ada persyaratan MNP, maka perlu perubahan di IPAM dan sistem distribusi. IPAM perlu dilengkapi dengan unit flotasi (MAM Edisi 318, Maret 2022). Juga perlu penerapan teknologi membran: mikrofiltrasi, nanofiltrasi, ultrafiltrasi dan reverse osmosis. Sudah ada BUMD AM yang memiliki ZAMP (Zone Air Minum Prima) dengan teknologi membran (MAM Edisi 144, September 2007). Pada saatnya nanti, semua zone layanan harus sudah berubah menjadi ZAMP (potable water) agar 99% MNP dapat disisihkan.

Demikian juga sistem distribusi, tidak boleh ada pipa pecah (bocor). Pada masa depan sebaiknya IPAM dibangun di setiap zona. Desentralisasi IPAM dan sistem distribusinya menjadi solusi. Save the Earth. Save the Water.*

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar