Inilah
Potensi Zakat
di Indonesia: 30 Triliun
Oleh Gede H. Cahyana
Memasuki pekan ketiga Ramadhan ini atau
tanggal likuran, zakat fitrah sudah mulai ramai dibahas di setiap ceramah Tarawih.
Zakat fitrah ini diberlakukan terhadap semua manusia yang sudah punya ruh. Bahkan janin tiga bulanan
pun wajib dibayarkan zakat fitrahnya. Menurut sunnah Nabi Muhammad Saw,
pemberian zakat fitrah yang berupa makanan pokok ini wajib ditunaikan sebelum
shalat “Id dilaksanakan. Apabila lewat dari batas waktu tersebut maka
dinyatakan tidak sah dan dipandang sebagai sedekah atau infak sunah saja.
Oleh sebab itu,
sebaran zakat fitrah umumnya tidak jauh melampaui batas geografis, malah
edarannya hanya di dalam lingkaran administrasi kelurahan atau desa saja. Sebagai
mustahik, para penerima zakat ini, biasanya fakir miskin yang merupakan dua
kelompok dari delapan asnaf, sepekan kemudian kembali kekurangan makanan pokok.
Baru tahun depan mereka akan diberi zakat fitrah lagi. Artinya, kemiskinan tak
jua entas dari kaum muslimin. Beginilah faktanya. Untuk sekadar makan saja
mereka tak mampu, apalagi makan makanan yang lengkap gizinya (dulu istilahnya:
empat sehat, lima sempurna).
Berapa potensi zakat
fitrah di Indonesia? Kalkulasi kasarnya, umpamakan saja penduduk Indonesia
berjumlah 250 juta orang
dan 80% beragama Islam.
Dari 200 juta orang itu, taruhlah
yang miskin 30 juta orang sehingga yang muzakki berjumlah 170 juta orang. Per
orang mengeluarkan 2,5 kg beras atau makanan pokok lainnya yang menghasilkan
jumlah total 170.000.000 x 2,5 = 425.000.000 kg. Jumlah ini dibagi rata untuk
30 juta orang, 425 : 30 = 14,17 kg per orang. Beras 14,17 kg itu bisa
untuk makan selama sebulan atau bahkan dua bulan per orang dengan tiga kali
makan sepiring takaran normal orang Indonesia. Memang, tentu saja, belum
termasuk lauk-pauk dan sayurnya. Juga belum termasuk buah dan susunya (kalau
kita masih sepakat pada jargon empat sehat lima sempurna). Lantas, sepuluh atau
sebelas bulan sisanya, mereka makan apa?
Meminjam hirarki
buatan Abraham Maslow, konsumsi zakat oleh kelompok fakir miskin itu hanyalah
untuk kebutuhan fisiologis, kebutuhan dasar dan utama. Untuk menyediakan
makanan selain dari zakat fitrah, sebagai rahmatan lilalamin, Islam sudah
menyediakan instrumen selanjutnya, yaitu zakat mal. Jenis zakat ini justru
lebih fantastis jumlahnya.
Menurut pakar
ekonomi syariah, Prof. Dr. H. Suroso Imam Zadjuli, S.E, dana kaum muslimin dari zakat mal dan fitrah pada bulan Ramadhan mencapai
Rp30-an triliun. Hanya saja, dana tersebut hanya sedikit
yang disalurkan untuk pemberdayaan kaum fakir miskin. Selain itu, dana tersebut
mayoritas disalurkan oleh muzakkinya secara langsung, tidak melalui institusi
amil zakat seperti Rumah Zakat, Rumah Yatim, DPU DT, PKPU, dan lain-lain, baik
institusi pemerintah maupun swasta.
Secara
syariat, menunaikan zakat secara langsung kepada mustahiknya tentu sah-sah
saja, baik dibayarkan sekali setahun atau sekali sebulan, atau dibayarkan
segera setelah uang itu diperoleh, minimal
2,5%. Disalurkan lewat institusi amil zakat pun bagus-bagus saja,
asalkan diurus secara bertanggung jawab, akuntabel dan auditabel.
Lebih
daripada itu adalah kemauan kita untuk membayar zakat, willingness to
pay zakat. Sudahkah zakat mal itu kita tunaikan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar