Asal Usul Kota Bogor
Oleh Gede H. Cahyana
Julukan Bogor sebagai kota hujan, sudah lama dikenal. Murid-murid pasti
ingat IPB: Institut Pertanian Bogor. Juga Istana Bogor. Tentu saja, Kebun Raya
Bogor. Inilah tiga ikon Bogor yang luas diketahui masyarakat Indonesia,
terutama murid dan santri. Bogor selain berarti tunggul kawung, juga berarti
daging pohon kawung yang biasa dijadikan sagu di daerah Bekasi. Dalam bahasa
Jawa Kuno, “pabogoran” berarti kebun kawung.
Dalam bahasa Sunda, menurut Coolsma L, Bogor berati droogetaple kawoeng (pohon enau yang sudah habis disadap) atau bladerlooze en taklooze boom (pohon tidak berdaun dan tidak bercabang). Jadi sama dengan pengertian kata “pugur” atau “pogor”. Dalam bahasa Sunda “mugran” dengan “mogoran” berbeda arti. Yang pertama dikenakan pada pohon yang mulai berjatuhan daunnya karena menua, yang kedua berarti bermalam di rumah wanita dalam makna asusila.
Setelah hilang selama seabad sejak 1579, kota asinan ini menggeliat kembali berkat ekspedisi yang dilakukan oleh Scipio pada tahun 1687, Adolf Winkler tahun 1690 dan Abraham van Riebeeck pada tahun 1704 dan 1709. Sersan Scipio dan dibantu oleh Letnan Patinggi dan Letnan Tanuwijaya, seorang Sunda terah Sumedang. Dari ekspedisi tersebut tidak ditemukan permukiman di bekas ibukota kerajaan, kecuali di beberapa tempat seperti Cikeas, Citeureup, Kedung Halang dan Parung Angsana.
Pada tahun 1687 itu, Tanuwijaya yang mendapat perintah dari Camphuijs untuk membuka hutan Pajajaran, berhasil mendirikan sebuah kampung di Parung Angsana yang kemudian diberi nama Kampung Baru. Tempat inilah yang selanjutnya menjadi cikal bakal kelahiran Kabupaten Bogor. Kampung-kampung lain yang didirikan oleh Tanuwijaya bersama anggota pasukannya adalah Parakan Panjang, Parung Kujang, Panaragan, Bantar Jati, Sempur, Baranang Siang, Parung Banteng dan Cimahpar.
Pada tahun 1745 Bogor ditetapkan sebagai Kota Buitenzorg, yang artinya kota tanpa kesibukan dengan sembilan buah kampung. Kampung digabungkan menjadi satu pemerintahan di bawah Kepala Kampung Baru yang diberi gelar Demang. Daerah tersebut disebut Regentschap Kampung Baru kemudian menjadi Regentschap Buitenzorg. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van Imhoff dibangun tempat peristirahatan pada lokasi istana Bogor sekarang yang diberi nama Buitenzorg.
Pada tahun 1752 di Bogor belum ada orang asing kecuali Belanda. Kebun Raya didirikan tahun 1817. Letak Kampung Bogor yang awal itu di dalam Kebun Raya ada pada lokasi tanaman kaktus. Pasar yang didirikan pada lokasi kampung tersebut oleh penduduk disebut Pasar Bogor. Pada tahun 1808, Bogor diresmikan sebagai pusat kependudukan dan kediaman resmi Gubernur Jenderal. Tahun 1904 dengan keputusan Gubernur Jenderal Van Nederland Indie nomor 4 tahun 1904 Hooflaats Buitenzorg mencantumkan luas wilayah 1.205 ha yang terdiri atas 2 kecamatan dan 7 desa, diproyeksikan untuk 30.000 orang. Pada tahun 1905 Buitenzorg diubah menjadi Gemeente.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Van Nederland Indie nomor 289 tahun 1924, Bogor diperluas dengan penambahan Desa Bantar Jati dan Desa Tegal Lega (951 Ha) menjadi 2.156 Ha. Pada tahun 1941, Buitenzorg secara resmi lepas dari Batavia dan mendapat otonominya. Keputusan Gubernur Jenderal Belanda nomor 11 tahun 1866, nomor 208 tahun 1905 dan nomor 289 tahun 1924 menyebutkan bahwa wilayah Bogor pada waktu itu seluas 22 km2, terdiri atas 2 subdistrik dan 7 desa. Berdasarkan Undang-undang Nomor 16 tahun 1950, Kota Bogor ditetapkan menjadi Kota Praja yang terdiri atas 5 kecamatan dan 1 perwakilan kecamatan. Berdasarkan PP No. 44/1992, perwakilan kecamatan Tanah Sareal ditingkatkan statusnya menjadi kecamatan sehingga sekarang menjadi 6 kecamatan dan 68 kelurahan. *
Diolah dari Corporate Plan PDAM Kota Bogor, Kota Bogor Dalam Angka, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor, 2006.
Dalam bahasa Sunda, menurut Coolsma L, Bogor berati droogetaple kawoeng (pohon enau yang sudah habis disadap) atau bladerlooze en taklooze boom (pohon tidak berdaun dan tidak bercabang). Jadi sama dengan pengertian kata “pugur” atau “pogor”. Dalam bahasa Sunda “mugran” dengan “mogoran” berbeda arti. Yang pertama dikenakan pada pohon yang mulai berjatuhan daunnya karena menua, yang kedua berarti bermalam di rumah wanita dalam makna asusila.
Setelah hilang selama seabad sejak 1579, kota asinan ini menggeliat kembali berkat ekspedisi yang dilakukan oleh Scipio pada tahun 1687, Adolf Winkler tahun 1690 dan Abraham van Riebeeck pada tahun 1704 dan 1709. Sersan Scipio dan dibantu oleh Letnan Patinggi dan Letnan Tanuwijaya, seorang Sunda terah Sumedang. Dari ekspedisi tersebut tidak ditemukan permukiman di bekas ibukota kerajaan, kecuali di beberapa tempat seperti Cikeas, Citeureup, Kedung Halang dan Parung Angsana.
Pada tahun 1687 itu, Tanuwijaya yang mendapat perintah dari Camphuijs untuk membuka hutan Pajajaran, berhasil mendirikan sebuah kampung di Parung Angsana yang kemudian diberi nama Kampung Baru. Tempat inilah yang selanjutnya menjadi cikal bakal kelahiran Kabupaten Bogor. Kampung-kampung lain yang didirikan oleh Tanuwijaya bersama anggota pasukannya adalah Parakan Panjang, Parung Kujang, Panaragan, Bantar Jati, Sempur, Baranang Siang, Parung Banteng dan Cimahpar.
Pada tahun 1745 Bogor ditetapkan sebagai Kota Buitenzorg, yang artinya kota tanpa kesibukan dengan sembilan buah kampung. Kampung digabungkan menjadi satu pemerintahan di bawah Kepala Kampung Baru yang diberi gelar Demang. Daerah tersebut disebut Regentschap Kampung Baru kemudian menjadi Regentschap Buitenzorg. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van Imhoff dibangun tempat peristirahatan pada lokasi istana Bogor sekarang yang diberi nama Buitenzorg.
Pada tahun 1752 di Bogor belum ada orang asing kecuali Belanda. Kebun Raya didirikan tahun 1817. Letak Kampung Bogor yang awal itu di dalam Kebun Raya ada pada lokasi tanaman kaktus. Pasar yang didirikan pada lokasi kampung tersebut oleh penduduk disebut Pasar Bogor. Pada tahun 1808, Bogor diresmikan sebagai pusat kependudukan dan kediaman resmi Gubernur Jenderal. Tahun 1904 dengan keputusan Gubernur Jenderal Van Nederland Indie nomor 4 tahun 1904 Hooflaats Buitenzorg mencantumkan luas wilayah 1.205 ha yang terdiri atas 2 kecamatan dan 7 desa, diproyeksikan untuk 30.000 orang. Pada tahun 1905 Buitenzorg diubah menjadi Gemeente.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Van Nederland Indie nomor 289 tahun 1924, Bogor diperluas dengan penambahan Desa Bantar Jati dan Desa Tegal Lega (951 Ha) menjadi 2.156 Ha. Pada tahun 1941, Buitenzorg secara resmi lepas dari Batavia dan mendapat otonominya. Keputusan Gubernur Jenderal Belanda nomor 11 tahun 1866, nomor 208 tahun 1905 dan nomor 289 tahun 1924 menyebutkan bahwa wilayah Bogor pada waktu itu seluas 22 km2, terdiri atas 2 subdistrik dan 7 desa. Berdasarkan Undang-undang Nomor 16 tahun 1950, Kota Bogor ditetapkan menjadi Kota Praja yang terdiri atas 5 kecamatan dan 1 perwakilan kecamatan. Berdasarkan PP No. 44/1992, perwakilan kecamatan Tanah Sareal ditingkatkan statusnya menjadi kecamatan sehingga sekarang menjadi 6 kecamatan dan 68 kelurahan. *
Diolah dari Corporate Plan PDAM Kota Bogor, Kota Bogor Dalam Angka, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor, 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar