• L3
  • Email :
  • Search :

7 Januari 2013

Terminal Baru Tirtonadi Bahayakan Kesehatan

Terminal Baru Tirtonadi Bahayakan Kesehatan
Oleh Gede H. Cahyana

Tulisan ini berangkat dari pengalaman naik bis dari terminal baru Tirtonadi, Solo pada libur tahun baru 2013. Ruang penjualan tiket dilengkapi dengan pengondisi udara atau AC tetapi sayang, banyak penumpang merokok sambil makan di warung atau toko di dalam ruang loket. Pengumuman “area bebas asap rokok” sudah ditempelkan di pintu masuk dekat loket karcis peron. Namun demikian, penjual tiket atau penjaga loket yang memang terbiasa merokok, tidak mampu menahan diri untuk tidak merokok sehingga menambah polusi asap di ruangan ber-AC itu.

Asap knalpot juga masuk ke dalam ruangan ini karena pintu yang menuju tempat parkir bis dan lajur keberangkatan bis terbuka terus-menerus. Pintu masuk ke ruang ini dari arah penjual karcis peron juga terbuka terus. Asap knalpot yang kaya jelaga mencemari udara di dalam ruang ber-AC itu. Keberadaan AC hampir tidak berpengaruh karena udara tetap panas, baik akibat gas karbondioksida hasil pernapasan manusia maupun akibat asap dan udara panas di luar yang masuk ke ruangan. Kondisi ini justru menjadi boros energi karena AC terus bekerja tetapi udara tidak dingin. Malah orang-orang mengisap gas beracun dari knalpot yang dihembus angin dan masuk dari pintu di depan jalur keberangkatan bis.

Kelemahan lainnya, toilet pria tidak nyaman karena orang yang buang air kecil di urinal langsung dapat dilihat oleh penumpang yang antri di depan loket bis masing-masing. Seharusnya ruang ini dapat menjaga privasi orang yang buang hajat kecil dan besar. Untuk ukuran terminal yang besar, jumlah urinal hanya empat buah sehingga antrian menjadi panjang dan lama. Kalau pengguna toilet digratiskan maka petugas kebersihan harus siap setiap saat untuk mengepel lantai agar bersih dan kesat. Lantai licin dapat memelesetkan pengguna, terutama orangtua dan anak-anak. Bayarpun sebetulnya bagus-bagus saja asalkan uang itu digunakan untk menjaga kebersihan dan kesehatan toilet dan perawatan tangki septik atau IPAL-nya. Sebab, tak selamanya yang gratis itu akan membawa dampak baik bagi penumpang dan awak bis serta pegawai terminal lainnya.  

Petugas kebersihan perlu ditambah, terutama yang menyapu lantai dan mengepelnya. Bak-bak sampahnya berukuran kecil sehingga hanya beberapa jam saja sudah penuh. Gantilah bak sampah dengan yang lebih besar dan mudah diangkat, upayakan ada minimal dua di satu lokasi, yaitu untuk sampah “basah” dan sampah “kering”. Agar penumpang yang sudah biasa membuang sampah sembarangan menjadi terdidik sedikit demi sedikit, maka sertakan gambar-gambar jenis sampah di bak sampah tersebut. Sampah berserakan di ruang tunggu menjadi bukti bahwa masyarakat pengguna terminal belum paham dan belum terbiasa menaruh sampah di bak-bak sampah yang disediakan. Makin banyak bak sampah tentu makin bagus, tentu saja letakkan di tempat yang tepat dan relatif dekat dari kursi-kursi tunggu.

Agar tidak terjadi teriak sana teriak sini, ruang tunggu perlu juga dilengkapi dengan pengeras suara sehingga awak bis mudah memberitahukan bahwa bis sudah siap berangkat atau memberitahu penumpang agar segera naik ke bis di jalur sekian. Kalau pemberitahuan secara manual, yaitu awak atau petugas loket langsung datang ke ruang tunggu untuk memberitahu penumpang tentu tidak efektif. Penumpang jangan sampai tergesa-gesa dan tidak awas akibat diteriaki oleh awak atau petugas loket. Sebab, ada potensi bahaya di terminal ini, yaitu ketika penumpang, khususnya anak-anak dan orang tua, menuju tempat parkir bis. Mereka harus melewati jalur keberangkatan bis. Ini membahayakan keselamatan penumpang karena gerakan bis begitu cepat dan sopir juga dalam kondisi lelah sehingga keawasannya berkurang.

Yang paling parah adalah lokasi parkir bis. Bis mengeluarkan asap knalpot dengan pencemarnya tetapi asap ini tidak bisa langsung membubung ke atas karena ada plafon beton. Penumpang harus berada di area penuh asap ini sehingga membahayakan kesehatan paru-paru dan saluran pernapasannya. Apalagi awak bis yang setiap saat berada di sini tentu polutan asap makin banyak masuk ke paru-parunya. Ancaman kesehatan paru dapat terjadi dan merugikan awak bis dan karyawan bis yang setiap hari berada di terminal. Selayaknya atap terminal itu tinggi seperti hanggar atau stasiun kereta api sehingga udara dapat keluar dengan bebas. Yang terbaik justru tanpa atap agar pencemar udara dari knalpot bisa langsung lepas ke udara bebas. Kalau dibatasi oleh plafon maka gas pencemar akan berputar-putar saja dan mendedah semua paru-paru orang di terminal. Apalagi bayi dan anak-anak, ini dapat mengurangi daya tahan tubuhnya.

Green terminal sesungguhnya bermakna terminal yang hemat energi sehingga meminimalkan AC dan memaksimalkan pendingin dari pohon yang tumbuh di sekitarnya. Bayangkan, kalau listrik padam, maka ruang itu akan menjadi pengap dan panas dan akan ada orang yang pingsan karena kekurangan oksigen. Stasiun kereta api yang jarang lokomotifnya saja beratap tinggi dan ada celah ke udara luar. Lantas, kenapa terminal yang dipadati puluhan, bahkan ratusan bis beratap rendah tanpa celah ventilasi udara. Asap knalpot terjebak di sekitarnya dan masuk sebanyak-banyaknya ke paru-paru awak bis dan penumpang. Apalagi penumpang minimal menunggu sampai setengah jam dalam keadaan pintu bis terbuka sehingga otomatis asap juga masuk ke kabin bis dan berputar-putar di dalam bis, diisap oleh penumpang dan awak bis.

Akhir kata, tulisan ini dimaksudkan sebagai masukan kepada para pihak yang berkaitan dengan pembangunan terminal baru Tirtonadi agar sudi memperhatikan kesehatan dan keselamatan awak bis dan penumpangnya dari berbagai fasilitas yang berpotensi malfungsi. *

1 komentar:

  1. yang toilet itu menurut saya juga fail pak, yg toilet keberangkatan bus ke barat, yg lain ane kurang tau kondisinya, harusnya didesain agar orang yang lewat depan pintu toilet itu tidak melihat langsung orang kencing, semoga menjadi perbaikan kedepannya.

    BalasHapus