• L3
  • Email :
  • Search :

10 Februari 2019

Prof. T. M. Soelaiman, Bapak Perintis Energi Baru Terbarukan Indonesia

Prof. T. M. Soelaiman, Bapak Perintis Energi Baru-Terbarukan Indonesia
Oleh Gede H. Cahyana

Matahari adalah sumber energi. Energi surya ini gratis di seantero Bumi. Surya dan Pak TM, begitu beliau dipanggil, bagai dua-satu. Dua materi yang berbeda tetapi satu: manfaat. Manfaat yang hendak diambil adalah perbedaan panas antara air di permukaan laut dan di bawah laut. Konversi Energi Panas Laut (KEPL) atau Ocean Thermal Energy Conversion, OTEC). Rencana implementasi OTEC ini sudah demikian matang. Negara yang disertakan adalah Belanda. Amerika Serikat, dan Jepang. Lokasinya pun sudah dipilih, yaitu Bondalem, kurang-lebih 30 km di timur Singaraja, Bali.  


Tapi sayang, waktu itu Bappenas menolak pembiayaan karena dianggap memerlukan investasi dari luar negeri. Padahal waktu itu sudah ada PT Bakrie Brothers untuk penyedia pipa, PT Barata sebagai produsen generator dan turbin juga bisa dibuat di dalam negeri. Bahkan waktu itu, Jepang sempat ingin minta data rencana projek OTEC tersebut tetapi di larang oleh Pak B. J. Habibie selaku ketua BPPT. Mantan presiden pasca-Orba ini menegaskan harus ada kontrak resmi yang ditandatangani. Jepang menolak. Jepang hanya ingin teknologinya tetapi tidak mau membiayai. Cilik… eh licik!

Di ITB ada Laboratorium Konversi Energi Elektrik. Tahun 1985, saya sering kuliah di Gedung Kuliah Umum, GKU (Barat, Catatan: waktu itu belum ada gedung kuliah GKU timur). Setiap ke gedung megah di tepi Jln. Tamansari itu, selalu melewati laboratorium tersebut. Ide pengembangan energi di ITB, beberapa materi lainnya, menghadapi halangan. Tapi beliau jalan terus. Jalan ke kampus lain. Jasa lain Pak TM adalah pengembangan jurusan (prodi) bidang energi di berbagai universitas seperti Trisakti dan Sriwijaya. Juga mengajarkannya kepada mahasiswa di Universitas Hasanuddin, Diponegoro, Gadjah Mada, Sebelas Maret Solo, Muhammadiyah Malang, dst.

Pak TM membayangkan bahwa suatu saat kelak, dunia akan memasuki abad hidrogen. Memang sudah. Hidrogen dan oksigen yang bereaksi dan melepaskan energi digunakan sebagai propelling pesawat luar angkasa dan astronotnya meneguk air jernih hangat di kabin-kabin mereka. Berbagai kendaraan percontohan sudah mulai berbahan hidrogen. Kanada, Amerika Serikat, Jerman, dst sudah berkutat dalam pemanfaatan unsur bernomor atom satu ini. Di setiap seminar, Pak TM selalu mengingatkan bahwa hidrogen akan menjadi pengganti minyak. Beliau pun sedih, Indonesia sudah menjadi pengimpor BBM.

Pada waktu kuliah, Pak TM adalah seorang penemu di Amerika Serikat. Ada dua temuannya yang mengubah ilmu dan teknologi. Temuan yang berkaitan dengan lokomotif itu begitu menggemparkan insinyur elektro dan mesin di sana. Orasi ilmiah Pak TM direspons positif oleh anggota American Institute of Electrical and Electronic Engineers Society. Meskipun se-Amerika, anggotanya berasal dari insinyur elektro di seluruh dunia. Beliau adalah orang Asia pertama yang presentasi dan mengumumkan temuannya kepada publik di Amerika Serikat. Ada dua temuan besar yang beliau serahkan kepada General Electric (GE).

Beliau lahir di Jakarta, 5 Mei 1926. Dalam usia empatpuluhan tahun, beliau menjadi satu di antara pendiri Masjid Salman ITB. Bersama almarhum Prof. Achmad Sadali, Pak TM menjadi motor pendirian masjid Salman. Berat perjuangan pendirian masjid ini karena ditolak oleh rektor dan senat ITB. Akhirnya Pak TM ada ide mengajak Pak Achmad Sadali menemui Bung Karno. Bung Karno setuju dan bertanya kepada Menteri Agama, “siapa nama teknokrat pertama dalam Islam”. Dijawab oleh Pak Menteri, “Salman Alfarisi.” Jadilah namanya masjid Salman. Pak TM juga menjadi satu di antara yang menerjemahkan Al Qur’an ke dalam bahasa Sunda. Banyak kegiatannya di dunia pendidikan dan pendidikan Islam. Jiwa pendidiknya ini muncul sejak usia sepuluh tahun. Di usia itu, Pak TM sudah mengajar. Selain ilmu alam, juga mengajari temannya bahasa Arab gundul atas permintaan ayahnya, seorang tokoh NU.

Di ITB, sebetulnya beliau bisa menjadi rektor, tetapi “sesuatu” terjadi. Akhirnya yang terpilih adalah Prof. Dody Tisnaamidjaja. Beliau sudah pernah menjadi rektor Universitas Kiansantang yang beliau ubah menjadi Universitas Islam Bandung (sebagai rektor pertama Unisba). Juga pernah menjadi rektor pertama Institut Teknologi Adityawarman (ITA) di bawah pengelolaan Yayasan Bumi Pradesa yang sekarang menjadi Universitas Kebangsaan, dibawah Yayasan Pendidikan Kebangsaan sejak 1990-91. Ketua pertama YPK adalah Prof. Sumitro Djojohadikusumo. Setelah beliau meninggal, diteruskan oleh anaknya, Letnan Jenderal TNI (Purn). Prabowo Subianto.

Hari Ahad, 10 Februari 2019, siang hari, beliau meninggal dalam usia 93 tahun. Semoga almarhum Bapak Prof. T. M. Soelaiman diampuni dosanya, dimaafkan kesalahannya oleh Allah Swt dan mendapatkan tempat yang mulia di sisi-Nya. *** 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar