Prof. T. M.
Soelaiman, Bapak Perintis Energi Baru-Terbarukan Indonesia
Oleh Gede H.
Cahyana
Matahari adalah sumber energi.
Energi surya ini gratis di seantero Bumi. Surya dan Pak TM, begitu beliau
dipanggil, bagai dua-satu. Dua materi yang berbeda tetapi satu: manfaat. Manfaat
yang hendak diambil adalah perbedaan panas antara air di permukaan laut dan di
bawah laut. Konversi Energi Panas Laut (KEPL) atau Ocean Thermal Energy Conversion,
OTEC). Rencana implementasi OTEC ini sudah demikian matang. Negara yang
disertakan adalah Belanda. Amerika Serikat, dan Jepang. Lokasinya pun sudah
dipilih, yaitu Bondalem, kurang-lebih 30 km di timur Singaraja, Bali.
Tapi sayang, waktu itu Bappenas
menolak pembiayaan karena dianggap memerlukan investasi dari luar negeri.
Padahal waktu itu sudah ada PT Bakrie Brothers untuk penyedia pipa, PT Barata
sebagai produsen generator dan turbin juga bisa dibuat di dalam negeri. Bahkan
waktu itu, Jepang sempat ingin minta data rencana projek OTEC tersebut tetapi
di larang oleh Pak B. J. Habibie selaku ketua BPPT. Mantan presiden pasca-Orba
ini menegaskan harus ada kontrak resmi yang ditandatangani. Jepang menolak.
Jepang hanya ingin teknologinya tetapi tidak mau membiayai. Cilik… eh licik!
Di ITB ada Laboratorium Konversi
Energi Elektrik. Tahun 1985, saya sering kuliah di Gedung Kuliah Umum, GKU
(Barat, Catatan: waktu itu belum ada gedung kuliah GKU timur). Setiap ke gedung megah di tepi Jln. Tamansari itu, selalu melewati
laboratorium tersebut. Ide pengembangan energi di ITB, beberapa materi lainnya, menghadapi halangan. Tapi beliau jalan terus. Jalan ke kampus lain. Jasa lain Pak TM adalah pengembangan jurusan (prodi)
bidang energi di berbagai universitas seperti Trisakti dan Sriwijaya. Juga
mengajarkannya kepada mahasiswa di Universitas Hasanuddin, Diponegoro, Gadjah
Mada, Sebelas Maret Solo, Muhammadiyah Malang, dst.
Pak TM membayangkan bahwa suatu
saat kelak, dunia akan memasuki abad hidrogen. Memang sudah. Hidrogen dan
oksigen yang bereaksi dan melepaskan energi digunakan sebagai propelling pesawat luar angkasa dan
astronotnya meneguk air jernih hangat di kabin-kabin mereka. Berbagai kendaraan
percontohan sudah mulai berbahan hidrogen. Kanada, Amerika Serikat, Jerman, dst
sudah berkutat dalam pemanfaatan unsur bernomor atom satu ini. Di setiap
seminar, Pak TM selalu mengingatkan bahwa hidrogen akan menjadi pengganti
minyak. Beliau pun sedih, Indonesia sudah menjadi pengimpor BBM.
Pada waktu kuliah, Pak TM adalah seorang
penemu di Amerika Serikat. Ada dua temuannya yang mengubah ilmu dan teknologi. Temuan yang berkaitan dengan lokomotif itu begitu
menggemparkan insinyur elektro dan mesin di sana. Orasi ilmiah Pak TM direspons
positif oleh anggota American Institute
of Electrical and Electronic Engineers Society. Meskipun se-Amerika,
anggotanya berasal dari insinyur elektro di seluruh dunia. Beliau adalah orang
Asia pertama yang presentasi dan mengumumkan temuannya kepada publik di Amerika
Serikat. Ada dua temuan besar yang beliau serahkan kepada General Electric (GE).
Beliau lahir di Jakarta, 5 Mei
1926. Dalam usia empatpuluhan tahun, beliau menjadi satu di antara pendiri
Masjid Salman ITB. Bersama almarhum Prof. Achmad Sadali, Pak TM menjadi motor
pendirian masjid Salman. Berat perjuangan pendirian masjid ini karena ditolak
oleh rektor dan senat ITB. Akhirnya Pak TM ada ide mengajak Pak Achmad Sadali
menemui Bung Karno. Bung Karno setuju dan bertanya kepada Menteri Agama, “siapa
nama teknokrat pertama dalam Islam”. Dijawab oleh Pak Menteri, “Salman Alfarisi.”
Jadilah namanya masjid Salman. Pak TM juga menjadi satu di antara yang
menerjemahkan Al Qur’an ke dalam bahasa Sunda. Banyak kegiatannya di dunia
pendidikan dan pendidikan Islam. Jiwa pendidiknya ini muncul sejak usia
sepuluh tahun. Di usia itu, Pak TM sudah mengajar. Selain ilmu alam, juga mengajari temannya bahasa Arab gundul
atas permintaan ayahnya, seorang tokoh NU.
Di ITB, sebetulnya beliau bisa menjadi
rektor, tetapi “sesuatu” terjadi. Akhirnya yang terpilih adalah Prof. Dody
Tisnaamidjaja. Beliau sudah pernah menjadi rektor Universitas Kiansantang yang beliau ubah menjadi Universitas Islam Bandung (sebagai rektor pertama Unisba). Juga pernah
menjadi rektor pertama Institut Teknologi Adityawarman
(ITA) di bawah pengelolaan Yayasan Bumi Pradesa yang sekarang menjadi Universitas Kebangsaan, dibawah Yayasan
Pendidikan Kebangsaan sejak 1990-91. Ketua pertama YPK adalah Prof. Sumitro Djojohadikusumo. Setelah beliau meninggal, diteruskan
oleh anaknya, Letnan Jenderal TNI (Purn).
Prabowo Subianto.
Hari Ahad, 10 Februari 2019, siang
hari, beliau meninggal dalam usia 93 tahun. Semoga almarhum Bapak Prof. T. M.
Soelaiman diampuni dosanya, dimaafkan kesalahannya oleh Allah Swt dan
mendapatkan tempat yang mulia di sisi-Nya. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar