• L3
  • Email :
  • Search :

6 April 2006

Writing Quadrant

Robert T. Kiyosaki. Pria keturunan Jepang-Amerika kelahiran Hawaii ini telah mendobrak dunia bisnis dengan buku-bukunya. Dia diperhitungkan sebagai salah satu motivator pebisnis, terutama yang omzet usahanya di taraf menengah atas. Para manajer dan kalangan perguruan tinggi yang berkaitan dengan bisnis dan pemasaran pun tahu persis penulis ini. Begitu pun pesuka, pesenang dan peminat buku pasti tahu Cashflow Quadrant-nya, sebuah buku laris tentang "intimidasi" bisnis.

Lewat empat kwadran "intimidatifnya", Cashflow Quadrant (CQ) telah memanas-manasi orang untuk berbisnis dan jangan (hanya) menjadi pegawai negeri, BUMN, BUMD atau swasta. Disuruhnya kita berbisnis, minimal dalam ujud Self-employed (SE) jika belum mampu menjadi Business Owner (BO). Lambat laun SE ini mungkin saja berubah menjadi BO dan akhirnya menjadi Investor, pilar tertinggi dalam hirarki piramid bisnisnya.

Tulisan berikut ini takkan mengupas soal bisnis an sich seperti halnya Kiyosaki, tetapi tentang menulis. Untuk memaparkannya, nama-nama kwadran dalam CQ tersebut saya pinjam lantas digunakan dalam dunia kepenulisan. Seperti halnya Kiyosaki yang yakin setiap orang pasti berada pada minimal satu kwadran arus kasnya, saya pun yakin setiap orang yang berkecimpung dalam dunia tulis minimal bermukim di satu Writing Quadrant (WQ).

Setiap kwadran dalam WQ atau Kwadran Kepenulisan berpeluang mencetak penulis sukses, baik dilihat dari sudut produktivitas, nilai-manfaat maupun finansialnya. Tolokukur produktivitasnya bisa mengacu pada jumlah tulisan yang dihasilkannya. Adapun nilai-manfaatnya berhulu pada nilai guna tulisannya secara moral, berpotensi mengubah perilaku orang menjadi lebih baik, atau minimal menyadarkan orang akan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran. Manfaat lainnya tentu saja dari sisi finansial berupa royalti dan/atau laba bisnisnya.

Sebelum masuk ke WQ di bawah ini, ada satu catatan yang perlu diutarakan. Dalam tulisan ini tidak dibedakan istilah author (pengarang) dan writer (penulis). Keduanya diasumsikan melebur dalam satu kata, yaitu penulis. Dua-duanya sama-sama memiliki ide dan sama-sama mampu menulis, baik fiksi maupun fakta. Keduanya pun menuangkan gagasan dalam ujud kata yang tertata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraf, lalu menjadi tulisan utuh, baik berupa tulisan tangan, mesin tik atau komputer.

Writing Quadrant
Jika para penulis dikelompokkan, maka ada empat kwadran yang dihasilkannya. Yang pertama, Employee Writer (Penulis Pegawai). Populasi kwadran ini sangat banyak. Kebanyakan orang yang terlibat dalam tulis-menulis berada di kwadran ini, seperti sekretaris, pegawai administratif di kantor-kantor pemerintah dan swasta. Mereka bertugas menulis surat, mengonsep proposal, atau sekadar menuliskan agenda dan notulen rapat. Mereka bekerja sesuai perintah atasannya sehingga tak terlalu banyak kreativitas yang dibutuhkan. Malah sering hanya mengedit dan sesekali mengubah atau menuangkan ide sendiri dalam tulisannya. Orang-orang di kwadran ini digaji atas semua yang ditulisnya dan yang pegawai kantor biasanya dibayar per bulan.

Para editor dan penterjemah di perusahaan penerbitan termasuk kategori ini. Mereka lihai menulis dan mengedit, bahkan pakar di bidangnya, tetapi wajib mengikuti suruhan atasan atau timnya. Minimal mereka tak bisa bebas sebebas kata hatinya dalam menuliskan idenya. Tak banyak kreativitas yang berkembang di sini. Wartawan koran, majalah dan tabloid juga bisa dimasukkan ke dalam kelompok Penulis Pegawai ini, tetapi mereka relatif lebih kreatif ketimbang yang bekerja sebagai sekretaris, administrasi atau editor saja. Semua “jenis” penulis dalam kwadran ini dibayar lantaran menulis sesuatu, baik honor per order tulisan maupun gaji per bulan.

Yang kedua, Self-employed Writer (Penulis Lepas). Penulis artikel di media massa masuk ke dalam grup ini. Mereka mendapatkan uang atau honor setelah tulisannya dimuat atau setelah tuntas menulis artikel, naskah pidato dan lain-lain, atau kelar menulis naskah buku bagi seorang ghostwriter (penulis tandem, petandem). Orang-orang yang membuka jasa tutorial dalam penulisan skripsi, tesis, disertasi dan laporan riset juga anggota kwadran ini, terlepas dari moral-etika yang kuat mengikutinya. Di segmen ini kerapkali terjadi pelanggaran etika sehingga transaksi jual-belilah yang semata-mata terjadi.

Honor yang diterimanya paralel dengan jumlah order tulisannya. Makin terkenal sebagai Penulis Lepas makin banyaklah ordernya, bahkan mampu memasang tarif per ordernya. Hanya saja, makin tersita pula waktunya karena tambah sibuk. Makin banyak uang yang didapatnya berarti makin sedikit waktu untuk sekadar berjalan-jalan santai. Semua waktunya dikerahkan untuk menulis demi memenuhi kewajiban ordernya. Orang-orang di kelompok ini kebanyakan bekerja sendiri, semuanya dikerjakan sendiri. Mereka sadar, tanpa menulis sama dengan tidak punya uang.

Yang ketiga, Business Owner Writer (Penulis Pebisnis). Pengisi kwadran ini menjalani semua lini kepenulisan, pencetakan, dan penerbitan. Dia termasuk kalangan penulis yang jiwanya pebisnis. Seratus persen sebagai penulis, 100% juga sebagai pebisnis. Produknya banyak dan variatif seperti artikel, reportase, proposal, buletin, teks iklan, dan buku-buku bermutu sekaligus mampu menerbitkannya. Perlu dicatat di sini, dan yang pasti, dia tidak bekerja sendiri tetapi ada orang lain yang membantunya. Ada orang yang digajinya untuk memperlancar proses penulisan, penerbitan dan penjualan produknya.

Hebatnya lagi, dia bisa berjalan-jalan ke mana saja sambil terus menulis. Lewat surat, fax atau surat elektronik (sutel, e-mail) dia menyuruh editor dan tim lainnya mewujudkan tulisannya menjadi buku, reportase, artikel, buletin atau ujud lainnya. Bisnisnya tetap berputar sementara dia bisa melanglang buana, mengerjakan pekerjaan (projek) lainnya. Dia mampu menata tulisannya sekaligus mengelola pegawainya sehingga muncul tulisan, apapun jenis-ujudnya, yang mendatangkan laba buat perusahaan, gaji bagi pegawainya plus royalti untuk dirinya.

Dunia kepenulisan menyebutnya self-publisher, yaitu orang-orang yang mampu menulis dengan baik dan mampu pula memutar roda bisnis tulisannya. Hanya saja, inilah faktanya, tak semua bos penerbitan mampu seperti ini. Kebanyakan mereka sebagai pebisnis bermodalkan mesin cetak atau modal uang saja. Ribuan naskah buku orang lain dicetak dan/atau diterbitkannya tetapi boleh jadi tak satu pun buku karyanya yang mengisi toko-toko buku. Burukkah orang ini...? Tidak! Sama sekali tidak buruk. Sebab, mereka betul-betul pebisnis dalam arti harfiah dan sesuai dengan jiwa entrepreneurship, kepebisnisan, kewirausahaan dari sudut pandang Kiyosaki. Dialah (calon) orang yang bebas finansial.

Yang keempat, Investor Writer (Penulis Investor). Inilah tahap akhir dari gradasi kepenulisan jika konsisten meminjam makna Cashflow Quadrant-nya Kiyosaki. Kita tak bakal mampu menduduki “singgasana” ini tanpa melewati kwadran Penulis Pebisnis dulu. Setelah berada di kwadran ini, orang sudah bisa bersantai-santai keliling daerah, keliling Indonesia, bahkan keliling dunia tanpa bekerja tetapi bukunyalah yang bekerja untuknya.

Dengan belasan atau puluhan buku yang ditulisnya apalagi kalau laris semua, dia sudah menjadi orang yang bebas finansial. “Uang bekerja untuk Anda!” kata Kiyosaki. Tapi di sini, “Buku bekerja untuk Anda!” Semua bukunya terus memberikan royalti setiap bulan, bahkan mungkin sampai ke anak cucunya atau ahli warisnya. Apalagi kalau dia terus menulis, misalnya menuliskan kisah-kisah unik perjalanan wisatanya, dia bakal dikejar terus oleh uang atas penjualan buku-buku khasnya. Dialah suhu-guru para penulis.

Jika demikian, di kwadran-(kwadran) manakah kita berada?*


Gede H. Cahyana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar