• L3
  • Email :
  • Search :

17 April 2006

Pertanian Penyebab Bumi Memanas

Pertanian Penyebab Bumi Memanas
Oleh Gede H. Cahyana

Pertanian, khususnya di Indonesia sudah berkembang sejak ratusan tahun silam dan mengalami peningkatan secara ekstensifikasi dan intensifikasi dengan mekanisasi. Budaya agrobisnis ini penting bagi manusia. Tetapi ada dampak yang mungkin belum disadari, yaitu pertanian sebagai penyumbang besar gas-gas rumah kaca penyebab pemanasan Bumi karena peningkatan temperatur di atas muka bumi dan pada lapisan bawah atmosfer. Istilah yang digunakan adalah pemanasan (penghangatan) global (global warming) yang merujuk pada dampaknya yang berpengaruh ke seluruh dunia. Lalu apa penyebab pemanasan tersebut?

Perbedaan energi radiasi matahari yang masuk ke bumi dengan yang dipantulkannya kembali ke atmosfer mengalami pergeseran kesetimbangan. Sebabnya ialah penyerapan oleh benda-benda dan makhluk hidup yang dilewatinya dan di atmosfer dipantulkan kembali ke bumi oleh gas-gas rumah kaca seperti uap air (awan/H2O), N2O, CFC, CO2 dan CH4. Gas-gas ini dapat langsung mempengaruhi panas muka bumi. Selain itu ada gas yang secara tak langsung mempengaruhi panas bumi dan terjadi karena reaksi fotokimia/kimia seperti CO, NOx dan SOx. Di atmosfer gas-gas ini dapat membentuk lapisan yang sifatnya seperti kaca/lensa sehingga cahaya yang melewatinya dapat dibiaskan, diserap, dipantulkan, disimpangkan, dll.

Efek rumah kaca dapat diumpamakan seperti sebuah mobil di bawah panas matahari dan kita berada di dalamnya. Akan terasa ada peningkatan panas dan kita kegerahan, apalagi ditambah dengan gas CO2 hasil pernapasan kita. Makin banyak orang di dalam mobil, makin cepat panas yang dirasakan. Atmosfer bumi juga dapat dianggap sebagai atap kaca yang tembus cahaya sehingga sinar matahari dapat masuk dan sampai ke permukaan Bumi dan dipantulkan kembali ke atmosfer. Hanya saja pantulan sinar inframerah (gelombang panjang) terhalang oleh gas-gas rumah kaca tersebut sehingga berbalik memantul lagi ke Bumi. Inilah yang meningkatkan panas muka Bumi. Contoh yang jelas adalah sesaat sebelum hujan di mana ada banyak awan (uap air) sehingga temperatur terasa lebih panas dan baru berakhir setelah hujan turun.

Sawahkah penyebabnya? Inilah pertanyaan kita. Sampai detik ini, negara-negara maju selalu dituding sebagai negara yang bertanggung jawab pada pemanasan global karena banyak menghasilkan gas rumah kaca khususnya CO2 dari kegiatan industri dan transportasi. Ini betul adanya. Tetapi perlu dicatat, negara berkembang pun menjadi penyumbang gas rumah kaca yang besar dari lahan pertaniannya. Betulkah demikian?

Pertanian yang didominasi oleh padi banyak menghasilkan metana (CH4) yang juga merupakan gas rumah kaca. Ada riset yang mendapatkan bahwa kadar emisi metana mencapai lebih dari 100 juta ton pertahun. Emisi ini dimulai dari sebelum padi ditanam (pratanam) atau pesemaian, pada saat sawah disiapkan untuk ditanami yang disebut nenggala. Pada tahap ini terjadi pembusukan anaerobik di dalam tanah yang melepaskan metana melalui gelembung udara yang meletup-letup di permukaan air sawah. Emisi gas ini terus berlangsung hingga panen. Pascapanen bukannya menurun, melainkan meningkat lantaran pembusukan batang, daun dan biji padi di dalam lumpur sawah.

Sejumlah parameter yang mempengaruhi emisi gas CH4 antara lain cuaca (temperatur, kelembaban), jenis pupuk, dan jadwal pengairan. Termasuk warga yang mengangon bebek yang jumlahnya ratusan ekor setelah panen. Kotoran bebek dapat menjadi sumber bakteri bagi sawah sekaligus sumber karbon dan nutrien. Begitu pun pupuk dengan kadar nitrogen yang tinggi seperti urea dan NPK akan meningkatkan perkembangan bakteri metanogenik sehingga menghasilkan emisi metana yang lebih banyak. Sawah yang tergenang pun menghasilkan lebih banyak metana daripada sawah yang airnya mengalir kontinu.

Jika demikian, haruskah sawah dilikuidasi? Saya yakin, bukan ini solusinya. Apalagi metana sebetulnya bisa digunakan sebagai sumber energi potensial dan sawah adalah penghasil metana terbesar dari semua kegiatan manusia jika dibandingkan dengan gas rumah kaca lainnya. Masalahnya adalah bagaimana memanfaatkan metana ini agar dapat ditampung dan digunakan sebagai bahan bakar yang ekonomis dan mengurangi dampak pemanasan global. 

Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar