Trilogi AIR
Gede H. Cahyana
Pernah ada kejadian muntaber di Padalarang, Bandung Barat yang menyerang 252 orang. Kekurangan air bersihlah penyebabnya. Di Sumatera Selatan dan Lampung pun terjadi wabah serupa saat itu. Nyaris bersamaan. Dan tak hanya di tiga tempat itu. Menurut badan kesehatan dunia, WHO, minimal 2,5 juta orang meninggal tiap tahun akibat wabah semacam itu di seluruh dunia. Krisis air bersihlah biang keroknya.
Begitulah. Air memang sarat manfaat. Tapi, air pun bisa menjadi petaka. Di samping sebagai tempat hidup bakteri berbahaya penyebab muntaber, tifus, kolera, dan disentri, air pun bisa menyebabkan tanah longsor dan banjir. Tak cuma itu, sebagai pelarut segala alias pelarut universal, air mampu melarutkan zat kimia berbahaya. Ini pun ancaman serius bagi kesehatan kita.
Jernih = bersih?
Kita diciptakan dari air. Sekitar 75% berat tubuh kita adalah air. Maka kita pasti butuh air. Tentu saja tidak sembarang air. Air yang kita minum mesti menyehatkan. Mesti bersih. Mesti bebas bakteri dan bebas zat berbahaya-beracun. Juga mesti mengandung zat yang bermanfaat bagi tubuh seperti kalsium, magnesium, besi, dan fluor. Itu sebabnya, air murni alias aquades bukanlah air yang bagus buat kesehatan kita. Mineralnya nol. Sedangkan tubuh kita perlu mineral dalam kadar tertentu.
Lantaran itulah kita harus yakin bahwa air yang kita minum tidak membahayakan kesehatan. Baik itu air sumur, air PDAM, air minum kemasan (amik), atau air minum kemasan ulang (amiku, lebih dikenal dengan sebutan air minum isi ulang), semuanya harus bersih. Harus aman. Pertanyaan kita, layakkah air itu diminum?
Jawabannya tentu panjang dan kolom kecil ini tidak akan muat. Tapi yang pasti, air jernih belum tentu bersih! Jernih tidak identik dengan bersih. Sayangnya, kita terbiasa dengan air jernih yang disangka bersih. Padahal bisa saja penuh bakteri dan zat berbahaya-beracun yang tidak terlihat. Tak kasat mata.
Lebih-lebih lagi pencemaran kian merajalela. Nyaris tidak ada sumber air yang belum tercemar. Jangankan di kota besar, di kota kecil pun sudah parah. Boleh dibilang tak ada sungai yang menjadi sumber air baku PDAM yang belum tercemar. Dan ini menentukan apakah air olahan PDAM layak diminum ataukah tidak. Ironisnya, banyak depot amiku dan amik (palsu) yang sumber airnya dari PDAM. Mata air dan air sumur pun tak lepas dari pencemaran.
Lantas, punahkah harapan kita meraih air bersih? Belum! Masih ada peluang. Sekalipun penyakit menular lewat air (disingkat: pemula) dan polusi air sudah meluas, masih ada harapan mendapatkan air jernih yang sekaligus bersih. Apa saja syaratnya agar air layak diminum? Untuk contoh, kita bicarakan saja air PDAM. Yang lainnya pada kali lain.
Ada tiga syarat yang mesti dipenuhi PDAM. Agar mudah diingat, tiga syarat yang disebut trilogi ini saya rangkum dalam satu kata, yakni AIR. Masing-masing huruf adalah singkatan dari Aman, Isi, dan Rutin. Mari kita kupas ringkas satu per satu.
Yang pertama, air minum harus aman. Ini mutlak, tak bisa ditawar-tawar. Hukumnya wajib. Bila tidak aman akan muncul rasa was-was takut sakit diare, tifus, disentri, gagal ginjal, tekanan darah tinggi, dan lever (hati).
Aman erat kaitannya dengan mutu (kualitas) air, yaitu kualitas fisika, kimia, dan mikrobiologi. Yang termasuk kualitas fisika adalah temperatur, kekeruhan, bau, warna, dan rasa. Adapun kalsium, magnesium, besi, fluor dan lain-lain termasuk kualitas kimia. Terakhir adalah kualitas mikrobiologi seperti bakteri.
Hanya sayangnya, tidak semua syarat itu dapat dipenuhi PDAM. Tidak semua parameter kualitas air mudah dan sudah dipantau harian oleh PDAM. Yang bisa dan biasa diukur sebatas derajat keasaman atau pH, kekeruhan, warna, bau, besi, mangan, kesadahan, CO2 agresif, sisa klor bebas, dan bakteri coli. Yang lainnya belum bisa sebab tidak punya alatnya, atau karena zat kimia dan biayanya mahal.
Trilogi kedua adalah isi atau volume air per orang per hari atau kapasitas. Yaitu, jumlah air yang kita butuhkan secara normal per hari agar bisa hidup sehat. Isi atau volume ini bervariasi untuk tiap orang per hari. Berbeda menurut letak geografis, budaya, dan taraf ekonomi. Musim pun berpengaruh pada kebutuhan air.
Jika kualitasnya aman dan isinya sudah mencukupi, maka hal ketiga adalah rutin atau ajeg alias kontinyu. Air harus tersedia 24 jam sehari. Terus-menerus tiada henti. Jadi, air PDAM harus mengalir seharian. Tak boleh digilir. Apalagi cuma mengalir tengah malam hingga dini hari. Kapan diperlukan, saat itu juga harus bisa diperoleh.
Masih banyak soal air yang mesti kita ungkap. Misal, tekanan sisa, pipa bocor, rekontaminasi, teknologi pengolahan, sumber air baku: sungai, danau, waduk, dan air tanah.
Di lain sisi, sebagai pesaing PDAM, air seperti amik dan amiku, juga air sumur perlu kita bahas. Harus dibeberkan ke masyarakat agar potensi bahayanya bisa kita hindari. Semuanya demi kesehatan kita. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar