Kami mengucapkan selamat kepada Dr. Ir. H. Syaiful, D.E.A yang terpilih sebagai Ketua Umum Perpamsi dan Ir. H. Agus Sunara sebagai Sekretaris Umum dalam MAPAM XI di Batam.
Ikut menyambut MAPAM XI Perpamsi di Pulau Batam, berikut adalah tulisan selintas tentang kondisi awal pembangunan IPAM Mukakuning, Batam. Kisah dimulai tahun 1990 – 1991 ketika PT Bangun Cipta Kontraktor (BCK) dipercaya membangun instalasi yang air bakunya dari Sei Mukakuning. Sebelumnya sudah ada IPAM Sei Ladi, Sei Nongsa dan Tanjung Piayu. Saat itu juga dibangun IPAM Sei Harapan oleh perusahaan kontraktor milik negara sedangkan Duriangkang masih tahap wacana. Penulis sebagai sanitary engineer IPAM Mukakuning, namun sewaktu-waktu juga ke Sei Harapan yang nyaris tuntas pembangunannya. Waktu itu penulis menangani dua pekerjaan supervisi tersebut karena pekerjaan itu dikerjakan oleh perusahan jasa konsultan yang sama.
Kedua IPAM tersebut, yaitu Mukakuning dan Sei Harapan, berbeda secara signifikan meskipun kualitas air bakunya relatif sama. Aerator di Mukakuning berupa aerator benam (submersible aerator) sedangkan di Sei Harapan multistep trickling aerator berbatu marmer. Tentu saja dua metode ini menghasilkan efisiensi yang berbeda. Bentuk unit operasi dan proses lainnya juga berbeda, tetapi fungsinya sama. Kinerja totalnya, mengacu pada efisiensi dan efektivitasnya, juga berbeda. Efisiensi dan keefektifannya bergantung pada parameter: debit olahan, energi total, kualitas air olahan, dan detention time sistemnya. Bagaimana kondisinya sekarang?
Dulu, pada awal 1990-an itu, IPAM Mukakuning menjadi instalasi terbesar di Batam dengan rancangan olahan mencapai 310 l/d. Instalasi yang bermodul empat buah ini menerapkan pengolahan lengkap (complete treatment) dengan unit koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan filtrasi. Karena konsentrasi besi air Sei Mukakuning cukup tinggi maka disediakan proses aerasi. Lewat empat aerator benam inilah udara didifusikan ke dalam air baku dengan harapan besi (II) dioksidasi menjadi presipitat besi (III) sehingga dapat disisihkan bersama koloid (flok) di unit sedimentasi.
Karena melaksanakan supervisi, penulis lebih banyak berada di lapangan daripada di kantor yang merangkap sebagai rumah tinggal di Perum. Tiban III. Sambil terkantuk-kantuk pun tetap di lapangan, sesekali berbaring di lantai. Kadang-kadang tak pandang hari libur, tetap saja ke lapangan, sambil jalan-jalan tentu saja, ke Nagoya beli makanan-minuman, nonton bioskop, atau wara-wiri ke Batu Ampar, Nongsa, Kabil, dll. Waktu itu jalan-jalan masih sepi, lengang sepanjang jalan. Di sana-sini tampak buldozer, backhoe yang sedang memangkas lereng di tepi jalan.
Salah satu tahap penting pekerjaan ini ialah tahap uji-coba peralatan dan commissioning test alat mekanikal-elektrikal dan kinerja unit operasi-prosesnya. Dalam rentang masa itu beberapa diskusi dengan BCK menghasilkan masukan untuk dicoba dalam pengoperasian instalasi tapi tidak dilaksanakan, bahkan sampai adu mulut. Kesulitan saat itu, ada tiga pihak: PT BCK, PT Berca (Metax Eng.), dan konsultan yang sama-sama harus mengakomodasi otorita. Satu contoh kesulitannya ialah pada uji-coba buka-tutup butterfly valve secara pneumatic (actuator). Valve tidak bisa ditutup sempurna sehingga air terus mengalir. Ada juga yang tidak bisa dibuka, tidak bisa ditutup lagi.
Masalah lainnya di bidang pengolahan air karena sulit membentuk flok. Pernah dicoba injeksi koagulan lewat dosing pump di unit aerator dengan harapan teraduk sempurna akibat agitasi udara dari aerator benam. Yang cukup menyita perhatian adalah pecahnya pipa dan hydrophore ketika memompa air dari sumpwell ke reservoir di bukit, di dekat instalasi. Kadangkala pompanya tidak mampu mengalirkan debit sesuai dengan kapasitas desain.
Terlampir adalah foto kantor dan foto ketika air pertama kali masuk ke unit koagulasi. Penulis mengamati aliran air di inlet koagulator. Air ini sudah diberi koagulan yang diinjeksikan di pipa outlet aerator. Pada masa uji coba, pembubuhan koagulan dipindah-pindahkan agar diperoleh titik optimal. Di bagian kiri tampak kompartemen sedimentasi yang masih kosong karena airnya belum sampai di bak ini. Tampak tetraflocc tubesettler-nya, ruang sedimentasi mikro (microsettler). Di sebelah penulis adalah tiang kamera CCTV (Closed-Circuit Television) sebagai pemantau situasi kondisi instalasi dan sekitarnya.*
ReadMore »
Ikut menyambut MAPAM XI Perpamsi di Pulau Batam, berikut adalah tulisan selintas tentang kondisi awal pembangunan IPAM Mukakuning, Batam. Kisah dimulai tahun 1990 – 1991 ketika PT Bangun Cipta Kontraktor (BCK) dipercaya membangun instalasi yang air bakunya dari Sei Mukakuning. Sebelumnya sudah ada IPAM Sei Ladi, Sei Nongsa dan Tanjung Piayu. Saat itu juga dibangun IPAM Sei Harapan oleh perusahaan kontraktor milik negara sedangkan Duriangkang masih tahap wacana. Penulis sebagai sanitary engineer IPAM Mukakuning, namun sewaktu-waktu juga ke Sei Harapan yang nyaris tuntas pembangunannya. Waktu itu penulis menangani dua pekerjaan supervisi tersebut karena pekerjaan itu dikerjakan oleh perusahan jasa konsultan yang sama.
Kedua IPAM tersebut, yaitu Mukakuning dan Sei Harapan, berbeda secara signifikan meskipun kualitas air bakunya relatif sama. Aerator di Mukakuning berupa aerator benam (submersible aerator) sedangkan di Sei Harapan multistep trickling aerator berbatu marmer. Tentu saja dua metode ini menghasilkan efisiensi yang berbeda. Bentuk unit operasi dan proses lainnya juga berbeda, tetapi fungsinya sama. Kinerja totalnya, mengacu pada efisiensi dan efektivitasnya, juga berbeda. Efisiensi dan keefektifannya bergantung pada parameter: debit olahan, energi total, kualitas air olahan, dan detention time sistemnya. Bagaimana kondisinya sekarang?
Dulu, pada awal 1990-an itu, IPAM Mukakuning menjadi instalasi terbesar di Batam dengan rancangan olahan mencapai 310 l/d. Instalasi yang bermodul empat buah ini menerapkan pengolahan lengkap (complete treatment) dengan unit koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan filtrasi. Karena konsentrasi besi air Sei Mukakuning cukup tinggi maka disediakan proses aerasi. Lewat empat aerator benam inilah udara didifusikan ke dalam air baku dengan harapan besi (II) dioksidasi menjadi presipitat besi (III) sehingga dapat disisihkan bersama koloid (flok) di unit sedimentasi.
Karena melaksanakan supervisi, penulis lebih banyak berada di lapangan daripada di kantor yang merangkap sebagai rumah tinggal di Perum. Tiban III. Sambil terkantuk-kantuk pun tetap di lapangan, sesekali berbaring di lantai. Kadang-kadang tak pandang hari libur, tetap saja ke lapangan, sambil jalan-jalan tentu saja, ke Nagoya beli makanan-minuman, nonton bioskop, atau wara-wiri ke Batu Ampar, Nongsa, Kabil, dll. Waktu itu jalan-jalan masih sepi, lengang sepanjang jalan. Di sana-sini tampak buldozer, backhoe yang sedang memangkas lereng di tepi jalan.
Salah satu tahap penting pekerjaan ini ialah tahap uji-coba peralatan dan commissioning test alat mekanikal-elektrikal dan kinerja unit operasi-prosesnya. Dalam rentang masa itu beberapa diskusi dengan BCK menghasilkan masukan untuk dicoba dalam pengoperasian instalasi tapi tidak dilaksanakan, bahkan sampai adu mulut. Kesulitan saat itu, ada tiga pihak: PT BCK, PT Berca (Metax Eng.), dan konsultan yang sama-sama harus mengakomodasi otorita. Satu contoh kesulitannya ialah pada uji-coba buka-tutup butterfly valve secara pneumatic (actuator). Valve tidak bisa ditutup sempurna sehingga air terus mengalir. Ada juga yang tidak bisa dibuka, tidak bisa ditutup lagi.
Masalah lainnya di bidang pengolahan air karena sulit membentuk flok. Pernah dicoba injeksi koagulan lewat dosing pump di unit aerator dengan harapan teraduk sempurna akibat agitasi udara dari aerator benam. Yang cukup menyita perhatian adalah pecahnya pipa dan hydrophore ketika memompa air dari sumpwell ke reservoir di bukit, di dekat instalasi. Kadangkala pompanya tidak mampu mengalirkan debit sesuai dengan kapasitas desain.
Terlampir adalah foto kantor dan foto ketika air pertama kali masuk ke unit koagulasi. Penulis mengamati aliran air di inlet koagulator. Air ini sudah diberi koagulan yang diinjeksikan di pipa outlet aerator. Pada masa uji coba, pembubuhan koagulan dipindah-pindahkan agar diperoleh titik optimal. Di bagian kiri tampak kompartemen sedimentasi yang masih kosong karena airnya belum sampai di bak ini. Tampak tetraflocc tubesettler-nya, ruang sedimentasi mikro (microsettler). Di sebelah penulis adalah tiang kamera CCTV (Closed-Circuit Television) sebagai pemantau situasi kondisi instalasi dan sekitarnya.*