Wetland: The Green Technology
Oleh Gede H. Cahyana
Istilah green technology (teknologi hijau) yang disebarluaskan lewat media massa cetak dan elektronik selalu mengacu pada makna konotatifnya, bukan makna secara harfiah. Berbeda dengan teknologi hijau tersebut, wetland adalah teknologi yang memang betul-betul hijau dalam arti sesungguhnya. Bahkan kemampuan utama dalam mereduksi polutan yang mencemari air diperankan oleh warna hijau, yaitu tanaman berklorofil yang mampu berfotosintesis. Aktivitas pengolahan unsur hara yang diambil dari air limbah inilah yang “dimasak” di zat hijau daun (klorofil) sehingga tanaman menjadi tumbuh, baik fisiknya maupun jumlah tunasnya, sekaligus mengurangi polutan di dalam air limbah.
Secara umum, wetland dibedakan menjadi dua, yaitu wetland alamiah dan buatan. Dalam artikel ini dibahas wetland buatan yang semua kondisi dan karakteristik lahan dan tanamannya dikondisikan dengan tujuan tertentu, yaitu mencapai efisiensi pengolahan yang relatif tinggi. Selain dinamai wetland buatan atau constructed wetland, ia juga disebut dengan nama lain seperti rock-reed filter, microbial rock plant filter, vegetated submerged bed, marsh bed, tule bed, hydrobotanical system. Di Jerman unit serupa ini yang menggunakan tanah setempat (native soil) dan reeds disebut root zone method. Meskipun namanya beragam, vegetasinya cenderung serupa, yaitu menggunakan bulrush, reeds, cattails yang fungsinya sama: menyediakan oksigen ke dalam akar-akarnya dan menambah luas permukaan untuk pertumbuhan biologi di dalam zone akar sehingga transfer oksigen menjadi lebih banyak.
Karena prosesnya secara alamiah berupa konsorsium mikroba dan tanaman maka wetland ini layak dijadikan alternatif dalam pengolahan air limbah, khususnya sebagai pengolah pencemar organik, nitrogen dan fosfat. Beberapa keunggulan wetland dibandingkan dengan teknologi pengolah air limbah konvensional lainnya ialah murah dalam biaya operasi-rawatnya, toleran terhadap berbagai tingkat konsentrasi pencemar, mampu mereduksi logam berat, tanamannya dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak, kertas, pupuk, tanaman hias, mendukung fungsi ekologis, kawasan hijau, habitat satwa, dan kawasan rekreasi. Selain manfaatnya tersebut, wetland juga memiliki sejumlah kekurangan, yaitu perlu lahan yang luas, relasi kompleks biologis dan hidrologis, kalau airnya tergenang bisa menjadi sarang nyamuk.
Jenis Wetland
Teknologi wetland dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu wetland “genang” (Surface Flow Constructed Wetland), wetland “kolam” (Free Water System) dan wetland “kering” Sub-Surface Flow Constructed Wetland. Sesuai dengan namanya, wetland “genang” dan wetland kolam senantiasa dipenuhi oleh air limbah di permukaan media kerikil dan sebagian batang tanamannya sehingga berpotensi terjadi aliran-singkat (short-circuit) yang dapat menurunkan kualitas air olahan. Tinggi genangan ini antara 10 s.d 50 cm. Hanya saja, wetland kolam jarang diterapkan karena menimbulkan bau busuk dan sarang nyamuk, tikus, dll. Dalam wetland “kering”, semua air limbah influen berada di bawah permukaan media kerikil sehingga potensi aliran-singkat dapat dikurangi.
Mekanisme Proses
Ada tiga parameter penting yang mempengaruhi kinerja wetland. Yang pertama, media tumbuh. Biasanya digunakan kerikil atau batu bata dengan fungsi sebagai tempat tumbuh tanaman, media lekat perkembangan mikroorganisme, ruang endap (sedimentasi). Yang kedua, tanaman. Seperti tersurat dalam judul artikel ini, tanaman hijau inilah bagian penting dalam wetland. Fungsinya ialah: akar dan/atau batang dalam air sebagai tempat tumbuh mikroba dan adsorban. Batang dan daun yang di atas air mencegah pertumbuhan algae, mengurangi dampak kecepatan angin di permukaan air, berperan dalam transfer gas, meningkatkan aktivitas mikroba di zone akar. Yang ketiga, mikroba. Jasad renik ini membantu penguraian polutan berupa senyawa karbon, baik mikroba aerob, fakultatif, maupun anaerob.
Tanaman dan mikroba bersimbiosis mutualisme, saling menguntungkan di dalam wetland. Tanaman membantu pertumbuhan mikroba seperti jamur, bakteri, algae dan protozoa. Batang, cabang dan daun tanaman yang berada di dalam genangan air akan memperluas area perlekatan mikroba. Akar tumbuhan melepaskan oksigen sehingga daerah sekitarnya menjadi aerob. Oksigen ini berasal dari udara yang berdifusi melewati pori-pori daun, batang dan dilepaskan di akar. Dengan demikian, di dalam unit ini terjadi kondisi aerob di sekitar perakaran tanaman, kondisi fakultatif dan kondisi anaerob.
Dalam terapannya, wetland mampu mengolah air limbah domestik dan non-domestik seperti air limbah pertanian, peternakan, perikanan, tambak, air lindi TPA, air limbah rumah sakit. *
ReadMore »
Oleh Gede H. Cahyana
Istilah green technology (teknologi hijau) yang disebarluaskan lewat media massa cetak dan elektronik selalu mengacu pada makna konotatifnya, bukan makna secara harfiah. Berbeda dengan teknologi hijau tersebut, wetland adalah teknologi yang memang betul-betul hijau dalam arti sesungguhnya. Bahkan kemampuan utama dalam mereduksi polutan yang mencemari air diperankan oleh warna hijau, yaitu tanaman berklorofil yang mampu berfotosintesis. Aktivitas pengolahan unsur hara yang diambil dari air limbah inilah yang “dimasak” di zat hijau daun (klorofil) sehingga tanaman menjadi tumbuh, baik fisiknya maupun jumlah tunasnya, sekaligus mengurangi polutan di dalam air limbah.
Secara umum, wetland dibedakan menjadi dua, yaitu wetland alamiah dan buatan. Dalam artikel ini dibahas wetland buatan yang semua kondisi dan karakteristik lahan dan tanamannya dikondisikan dengan tujuan tertentu, yaitu mencapai efisiensi pengolahan yang relatif tinggi. Selain dinamai wetland buatan atau constructed wetland, ia juga disebut dengan nama lain seperti rock-reed filter, microbial rock plant filter, vegetated submerged bed, marsh bed, tule bed, hydrobotanical system. Di Jerman unit serupa ini yang menggunakan tanah setempat (native soil) dan reeds disebut root zone method. Meskipun namanya beragam, vegetasinya cenderung serupa, yaitu menggunakan bulrush, reeds, cattails yang fungsinya sama: menyediakan oksigen ke dalam akar-akarnya dan menambah luas permukaan untuk pertumbuhan biologi di dalam zone akar sehingga transfer oksigen menjadi lebih banyak.
Karena prosesnya secara alamiah berupa konsorsium mikroba dan tanaman maka wetland ini layak dijadikan alternatif dalam pengolahan air limbah, khususnya sebagai pengolah pencemar organik, nitrogen dan fosfat. Beberapa keunggulan wetland dibandingkan dengan teknologi pengolah air limbah konvensional lainnya ialah murah dalam biaya operasi-rawatnya, toleran terhadap berbagai tingkat konsentrasi pencemar, mampu mereduksi logam berat, tanamannya dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak, kertas, pupuk, tanaman hias, mendukung fungsi ekologis, kawasan hijau, habitat satwa, dan kawasan rekreasi. Selain manfaatnya tersebut, wetland juga memiliki sejumlah kekurangan, yaitu perlu lahan yang luas, relasi kompleks biologis dan hidrologis, kalau airnya tergenang bisa menjadi sarang nyamuk.
Jenis Wetland
Teknologi wetland dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu wetland “genang” (Surface Flow Constructed Wetland), wetland “kolam” (Free Water System) dan wetland “kering” Sub-Surface Flow Constructed Wetland. Sesuai dengan namanya, wetland “genang” dan wetland kolam senantiasa dipenuhi oleh air limbah di permukaan media kerikil dan sebagian batang tanamannya sehingga berpotensi terjadi aliran-singkat (short-circuit) yang dapat menurunkan kualitas air olahan. Tinggi genangan ini antara 10 s.d 50 cm. Hanya saja, wetland kolam jarang diterapkan karena menimbulkan bau busuk dan sarang nyamuk, tikus, dll. Dalam wetland “kering”, semua air limbah influen berada di bawah permukaan media kerikil sehingga potensi aliran-singkat dapat dikurangi.
Mekanisme Proses
Ada tiga parameter penting yang mempengaruhi kinerja wetland. Yang pertama, media tumbuh. Biasanya digunakan kerikil atau batu bata dengan fungsi sebagai tempat tumbuh tanaman, media lekat perkembangan mikroorganisme, ruang endap (sedimentasi). Yang kedua, tanaman. Seperti tersurat dalam judul artikel ini, tanaman hijau inilah bagian penting dalam wetland. Fungsinya ialah: akar dan/atau batang dalam air sebagai tempat tumbuh mikroba dan adsorban. Batang dan daun yang di atas air mencegah pertumbuhan algae, mengurangi dampak kecepatan angin di permukaan air, berperan dalam transfer gas, meningkatkan aktivitas mikroba di zone akar. Yang ketiga, mikroba. Jasad renik ini membantu penguraian polutan berupa senyawa karbon, baik mikroba aerob, fakultatif, maupun anaerob.
Tanaman dan mikroba bersimbiosis mutualisme, saling menguntungkan di dalam wetland. Tanaman membantu pertumbuhan mikroba seperti jamur, bakteri, algae dan protozoa. Batang, cabang dan daun tanaman yang berada di dalam genangan air akan memperluas area perlekatan mikroba. Akar tumbuhan melepaskan oksigen sehingga daerah sekitarnya menjadi aerob. Oksigen ini berasal dari udara yang berdifusi melewati pori-pori daun, batang dan dilepaskan di akar. Dengan demikian, di dalam unit ini terjadi kondisi aerob di sekitar perakaran tanaman, kondisi fakultatif dan kondisi anaerob.
Dalam terapannya, wetland mampu mengolah air limbah domestik dan non-domestik seperti air limbah pertanian, peternakan, perikanan, tambak, air lindi TPA, air limbah rumah sakit. *