• L3
  • Email :
  • Search :

21 Agustus 2013

David Kuper, Tuan Sampah di Temesi, Gianyar Bali

Oleh Gede H. Cahyana


Perawakannya, seperti umumnya bule, tinggi besar. Lumayan fasih berbahasa Indonesia, minimal kita bisa menafsirkan apa maksud ucapannya. Ia adalah David Kuper, orang Swiss yang menjadi Tuan Sampah di Gianyar Bali, tepatnya di Desa Temesi. Kini Temesi dikenal sebagai TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) sampah. Awalnya, Temesi ini bukanlah dimaksudkan sebagai TPA dalam arti landfill, melainkan sebagai lokasi pengomposan (composting). Kegiatan inilah yang memperoleh penghargaan dari UNEP (United Nations Environment Programme) pada tahun 2008 dan meraih Adipura di bidang Manajemen Persampahan dari Presiden RI pada tahun yang sama.

Kekhasan TPA Temesi adalah pengomposan secara aerob menggunakan blower besar dan saluran pipa udara bagai belalai gajah yang menjuntai ke dalam timbunan sampah organik. Karena inilah maka bau busuk khas sampah tidak terlalu kuat di sekitar bangunan pengomposan. Bahkan tidak tercium bau. Berbeda halnya kalau pengomposan dilaksanakan secara anaerob atau aerob alamiah, baunya asam-busuk khas sampah masih tercium hidung. Tumpukan kompos tampak membukit di ruang composter, berada di belakang bangunan display (pameran) pendidikan lingkungan.

Menurut keterangan Mr Sampah, yaitu Pak David, fasilitas pengomposan ini dimulai pada 2004 di lahan seluas 400 m2. Pada tahun 2009 area ini meluas menjadi 5.000 m2 dengan produksi kompos 60 ton perhari. Diperkirakan 10 persen sampah yang masuk ke area TPA Temesi ini menjadi residu yang dibuang ke landfill. Namun demikian, kalau dilihat mekanisme operasional di lapangan, tepatnya ketika saya berkunjung ke Temesi pekan lalu, TPA ini belum bisa disebut sebagai controlled landfill, apalagi sanitary landfill. Tidak ada penutupan dengan tanah penutup di zone yang sudah penuh. Hanya tampak pipa-pipa gas vertikal saja. Di zone sebelahnya, yaitu zone aktif, sampah juga dibuang begitu saja oleh truk dan tidak dilapisi tanah penutup harian atau lima harian. Bahkan tidak tampak penerapan sel per sel dan lapis per lapis layaknya sanfil. 

Berkaitan dengan pengoperasian fasilitas pengomposan ini, David Kuper mengatakan bahwa dia dan timnya sedang membuat proposal biaya kepada pemerintah setempat. Hingga pekan kedua Agustus 2013, dana operasional sudah susut sehingga petugas atau pegawai pemilah sampah dan pengomposan diberhentikan sementara. Selain itu, sejumlah pegawai juga pulang mudik ke Jawa dan daerah sekitarnya di Bali. Sebagai inisiator pengelolaan sampah di Temesi, David pun menyatakan bahwa TPA untuk menampung residu dari pemilahan sampah di Gianyar ini bukanlah sanitary landfill melainkan berupa open dumping.

Hanya saja, karena kurang cek dan ricek, banyak yang berkata bahwa TPA Temesi berupa sanitary landfill. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh penghargaan Adipura dan penghargaan dari UNEP kepada fasilitas composting di Temesi yang dilakoni oleh David Kuper, Sang Tuan Sampah di Temesi, Gianyar. Sekali lagi, yang mendapat penghargaan adalah fasilitas aerobic composter-nya, bukan landfill-nya yang berupa open dumping. Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat meluruskan berita dan anggapan yang salah yang luas beredar di kalangan akademisi, ahli, praktisi, dan pegawai di berbagai Dinas Kebersihan, Tataruang (Tata Ruang) dan Cipta Karya di Indonesia*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar