Filter Air, Mudah Tapi Susah
Oleh Gede H. Cahyana
Filter memang mudah dibuat, bahkan oleh tukang yang hanya lulusan SD. Dengan bekal alat-alat bengkel seperti gergaji, palu, paku, las pipa, kawat, besi beton, klem, pipa, fibre, pasir dan ijuk, jadilah alat bernama filter. Ini fisiknya, alat filter. Tetapi sesungguhnya, filter tidak semudah itu, terutama kalau dikaitkan dengan hidrolika aliran airnya dan aspek reaksi kimianya.
Sebagai contoh, kecepatan aliran air sangat mempengaruhi berapa lama filter bisa digunakan. Melewati batas waktu ini, biasanya disebut life-time, maka kualitas air tidak akan memenuhi persyaratan air layak-minum. Begitu juga reaksi kimia. Pengolahan air sumur yang banyak mengandung zat besi (juga mangan) sebagai contoh, tidak lantas dijatuhkan begitu saja dari ketinggian tertentu, biasanya disebut aerasi, tanpa mempertimbangkan pH airnya. Sebab, reaksi oksidasi (dengan cara diaerasi tersebut) dapat berlangsung pada pH basa, sebaiknya di atas 8,3. Kalau pH air sumur di bawah 8, apalagi di bawah 7 seperti air sumur di perumahan bekas lahan sawah, maka filter tidak berfungsi optimal. Belum lagi kation kalsium, magnesium, karbondioksida agresif dan seterusnya.
Namun demikian, dengan tetap menghormati pebisnis filter air, selayaknya konsumen diberi tahu bahwa filter akan berfungsi dengan baik kalau memenuhi persyaratan seperti ditulis di atas. Agar mudah, silakan tiru unit filter yang digunakan oleh PDAM. Tinggal kecilkan saja skalanya, menjadi skala rumah tangga dengan tetap memperhatikan dan memberikan fasilitas reaksi dan pengolahan secara alamiah. Hukum alam diikuti, maka pengolahan dengan filter akan memberikan kualitas air olahan yang layak diminum, meskipun perlu menyediakan peralatan yang lebih banyak dan pengondisian kimiawinya. *