Antara Newton
dan Saintis Muslim
Oleh Gede H.
Cahyana
Banyak yang sudah tahu Hukum I, II
dan III Newton. Juga tahu Isaac Newton (1642-1727), orang yang menemukan hukum
tentang gerak itu. Tiga hukum gerak yang menjadi landasan ilmu mekanika itu
(gaya, benda dan gerak), kini disebut Hukum Newton, memang dinisbatkan kepada
Mr. Newton. Newton menulis artikel Philosophiae
Naturalis Principia Mathematica atau Dasar Matematika Ilmu Pengetahuan
Alam, terbit tahun 1686-1687. Naskah inilah penyebabnya. Tanpa mengurangi rasa
hormat, Newton dan pakar besar seperti Leonardo da Vinci (1452-1519), Galileo
Galilei (1564-1642) telah diimbas oleh ide di sejumlah manuskrip buah karya
ilmuwan muslim, jauh sebelum abad kebangkitan (Renaissance) Eropa, saat Eropa berada pada zaman “gelap”.
Jika hingga kini banyak buku fisika
di Indonesia tidak mencantumkan peran dan pemikiran cendekiawan muslim di
bidang mekanika klasik, itu lantaran informasi salah yang diterima penulis
buku. Mereka, para penulis itu, seratus persen mengadopsi teks dari naskah
barat yang sering menafikan kontribusi saintis muslim. Atas nama kebenaran
sains semestinya penulis berupaya mencari the
missing link ini, lalu menelaahnya dan memasukkannya ke dalam buku fisika edisi
berikutnya, seperti halnya perombakan buku sejarah versi Orde Baru. Sejarah adalah fakta tetapi penulisan sejarah adalah sudut pandang, interest, atau bahkan vested interest, keilmuan dan kemampuan menulis.
Warisan Yunani
Patut diakui, peran Yunani dan
warisannya sangat besar pada tradisi ilmiah di kalangan saintis muslim. Konsep
awal mekanika misalnya, berasal dari Plato (300-an SM), Aristotles (384-322 SM)
dan Archimedes (287-212 SM). Bahkan Plato ketika itu sudah punya lembaga pendidikan bernama Academy dan Aristotles punya Lyceum. Sedangkan Archimedes, mendalami
mekanika fluida (hidrolika), konsep flotasi (pengapungan) dan berat jenis
sehingga digelari The Father of Mechanics
(Bapak Mekanika). Kapal laut dan kapal selam adalah pengembangan idenya. Selain
itu, di buku De Centro Gravitatus,
ia membahas pusat gravitasi (centre of
gravity), suatu titik di dalam benda yang diasumsikan menjadi pusat
beratnya.
Di antara “ahli waris”-nya, yaitu peneliti
bidang mekanika ini ialah Ibnu Malka, Ar-Razi, Ibnu Haitham, Ibnu Sina dan
anggota Ikhwan Al-Safa. Ibnu Malka misalnya, mengupas perilaku gerak benda di
bawah pengaruh gravitasi dan gaya luar lainnya (external forces). Gaya gravitasi, saat itu disebut gaya alami (natural force) ialah gaya yang
mengembalikan benda ke posisi awalnya di bumi dengan rute terpendek berupa
garis lurus dan kecepatannya tidak dipengaruhi oleh massanya. Ia pun membedakan
antara gaya alami (natural forces
atau quwwat tabii’ah) dengan gaya
eksternal (compulsory forces atau quwwat qasriia), termasuk gaya perkusi (shock force) yang kini disebut momentum
dan impuls. Selain itu, dialah peletak fondasi aerodinamika, ketika menjelaskan
fenomena terangkatnya anak panah oleh udara di sekitarnya, setelah dilepaskan dari busunya.
The Father of Motion
Jauh sebelum Newton, Ikhwan al-Safa
(al-Safa Brothers) sudah menulis
hukum tentang gerak. Di dalam al-Risal
tal Rabi’ah wal ‘Ashreen, mereka menyatakan bahwa benda akan tetap diam di
posisinya sepanjang tidak ada gaya yang mampu menggerakkannya. Jika dipaksa,
benda itu akan “berjuang” agar posisinya tetap seperti semula. Ini yang
kemudian dikenal dengan Hukum I Newton bagian kesatu. Teks lengkap dari hukum
kesatu itu dipaparkan oleh Ibnu Sina (980-1037) di dalam bukunya Al-Isharat. Abu ‘Ali al-Hussain ibn Sina
atau Avicenna (namanya di Eropa) menulis, suatu benda tidak akan bergerak atau
sebaliknya berhenti (diam) diluar dari “kemauannya” sendiri. Ia pun mensintesis
bagian kedua dari hukum kesatu tadi. Katanya, benda yang bergerak akan tetap
bergerak sampai ada upaya untuk menghentikannya. (Sekarang disebut Hukum Kelembaman).
Ia juga berpendapat bahwa semua
benda melawan semua gaya yang ingin mengubahnya dari diam atau bergerak.
Artinya, benda itu tidak mau berubah. Tampaklah bahwa Ibnu Sina sudah
meletakkan dasar-dasar ilmu inersia (inertia)
pada hukum gerak yang menjadi esensi hukum I Newton. Ia juga, masih di buku Al
Shifa, mensyaratkan enam elemen yang harus ada agar benda bergerak yaitu benda,
gaya, lokasi, titik awal, titik akhir dan waktu.
Sebagai tambahan, konsep Hukum II Newton ternyata pertama kali dibuat oleh Ibnu Malka Al-Baghdadi (1062-1152 M) di dalam risalahnya, Al Mu’tabar. Katanya, makin kuat gaya pada suatu benda maka kecepatannya akan makin besar. Untuk gerak benda jatuh bebas di ruang vakum, tak bergantung pada bobot, ukuran dan bentuk geometrinya. Fenomena gerak jatuh bebas itulah yang melandasi hukum kedua tentang gerak ini. Sedangkan hukum ketiga tentang gerak, yang isinya kesamaan aksi-reaksi sudah dibahas juga oleh Ibnu Malka, Al-Razi dan Leonardo da Vinci beberapa abad sebelum Newton.
Sebagai tambahan, konsep Hukum II Newton ternyata pertama kali dibuat oleh Ibnu Malka Al-Baghdadi (1062-1152 M) di dalam risalahnya, Al Mu’tabar. Katanya, makin kuat gaya pada suatu benda maka kecepatannya akan makin besar. Untuk gerak benda jatuh bebas di ruang vakum, tak bergantung pada bobot, ukuran dan bentuk geometrinya. Fenomena gerak jatuh bebas itulah yang melandasi hukum kedua tentang gerak ini. Sedangkan hukum ketiga tentang gerak, yang isinya kesamaan aksi-reaksi sudah dibahas juga oleh Ibnu Malka, Al-Razi dan Leonardo da Vinci beberapa abad sebelum Newton.