Rencana Induk SPAM (RISPAM)
Ini tulisan lama, sembilan tahun yang lalu, di halaman 23-25. Pada Juni 2011 dimulai pelaksanaan pekerjaan Advisory (istilahnya memang begini) Manajemen RISPAM Wilayah II. Akhirnya menghasilkan juklak outline RISPAM yang terus dikembangkan hingga tiga tahun setelahnya (2014). Membaca artikel yang diterbitkan di Bulletin CIPTA KARYA pada Januari 2012 ini selayaknya melewati lorong waktu, the time tunnel, ke tahun 2011 - 2014. Perubahan sudah terjadi pada saat ini. Sebagai team leader waktu itu, saya menerima banyak masukan dari tim-tim di daerah, baik Wilayah I maupun II. Hasil juklak ringkasnya seperti dimuat di bulletin ini. Bisa diunduh dengan klik saja di bawah ini.
---
Dari 497 kabupaten/kota di Indonesia, kebanyakan (63%) belum memiliki RISPAM hingga akhir 2011. Ada 184 (37%) kabupaten/kota yang sudah memiliki RISPAM tetapi kualitas dokumennya sangat variatif, mulai dari yang baik sampai yang buruk. Kebanyakan lingkup studinya tidak meliputi seluruh wilayah kabupaten tetapi hanya beberapa kecamatan atau bahkan di ibukotanya saja. Studi seperti ini belum layak disebut rencana induk.
Menurut lingkup
studinya, RISPAM dikelompokkan menjadi tiga macam: (1) RISPAM kabupaten/kota
yang studinya menyeluruh di dalam satu wilayah kabupaten atau kota; (2) RISPAM
lintas kabupaten/kota, wilayah studinya lebih dari satu wilayah administrasi
kabupaten dan/atau kota dalam satu provinsi; (3) RISPAM lintas provinsi dengan
cakupan studi lebih dari satu wilayah administrasi kabupaten dan/atau kota dan
lebih dari satu provinsi.... ..
RISPAM bukanlah hal baru. Kegiatan RISPAM ini sudah lama dikenal di dunia kampus, sejak tahun 1970-an, yaitu ketika mahasiswa Teknik Penyehatan ITB melaksanakan Tugas Akhir yang disebut master plan. Tetapi sayang, kegiatan akademis ini tidak mendapatkan momentumnya di lapangan karena mayoritas yang dibuat oleh pemerintah pusat dan daerah adalah perencanaan teknik (planning) atau perancangan (designing atau DED = Detailed Engineering Design) Instalasi Pengolahan Air Minum, transmisi dan distribusinya.
Selama ini kegiatan pembangunan di sektor air minum tidak
memiliki pola pengembangan yang sistematis, hanya berdasarkan kebutuhan dan
keinginan sesaat, baik atas alasan politis maupun alasan sosial ekonomis.
Akibatnya, sistem penyediaan air minum menjadi tumpang-tindih, tanpa arah
jelas, dan tidak terpadu. Padahal hirarkinya ada, yaitu sebelum kegiatan
perancangan (design) harus ada studi kelayakan dan rencana induk. Dengan
kata lain, kegiatan rencana induk adalah awal untuk pengembangan sistem
penyediaan air minum di suatu daerah agar arahnya tepat, mengikuti pola
pengembangan wilayahnya.