• L3
  • Email :
  • Search :

13 Mei 2023

Pemerintah-Warga Belum Seriusi Sampah

Pemerintah-Warga Belum Seriusi Sampah
Oleh Gede H Cahyana
Pengamat Air dan Sanitasi Universitas Kebangsaan RI
 
Martin Luther King Jr., seorang warga Amerika keturunan Afrika berkata perihal keseriusan bekerja. Apabila seseorang menjadi tukang sapu jalan, hendaklah ia menyapu jalan (membersihkan sampah) seperti Michaelangelo melukis, Beethoven menciptakan musik atau Shakespeare menulis puisi. Ia selayaknya menyapu jalan sehingga penghuni surga dan bumi jeda sejenak untuk berkata, “Di sini hidup seorang penyapu jalan (tukang sampah) yang bekerja luar biasa agung.”


 
Ungkapan penerima hadiah Nobel perdamaian tersebut layak dijadikan cermin untuk melihat dan introspeksi diri dalam pengelolaan sampah, dijadikan spirit bagi pemerintah dan masyarakat. Tidak hanya penyapu sampah jalan yang wajib bekerja cerdas seperti Michaelangelo, Beethoven, Shakespeare tetapi juga semua orang. Khususnya adalah pemerintah dan DPR(D) sebagai pengelola dan pembuat peraturan. Masyarakat pun wajib taat dalam menuruti peraturan agar pengelolaan sampah bisa sesuai dengan praktik-terbaiknya (best practice) karena yang dikelola adalah buangan yang timbul setiap hari. Tiada hari tanpa sampah. Bahkan volume dan beratnya makin besar karena pertambahan penduduk dan pertumbuhan jenis aktivitas manusia.
 
Namun demikian, volume dan berat sampah tersebut mudah dihitung sehingga bisa ditetapkan jenis dan jumlah motor sampah, kontener, arm roll, dump truck, buldozer, back hoe, ruang TPS, prasarana dan sarana lainnya. Kementerian PUPR, LHK atau Dinas PU, Dinas Cipta Karya atau Dinas LH sudah banyak melaksanakan program kerjanya sejak UU Pengelolaan Sampah diberlakukan, setidaknya sejak tahun 2010. Tidak hanya di Bandung Raya tetapi di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Hanya saja, yang terjadi kemudian adalah kembali seperti awal, business as usual. Sampah di TPS berserakan menutupi jalan, ceceran sampah dan lindi di sepanjang rute pengangkutan sampah hingga timbul banyak masalah di TPA-nya.
 
Masalah di TPA yang biasa terjadi adalah kerusakan alat-alat berat, jalan ambles, longsor bukit sampah, kegagalan IPALin (Instalasi Pengolahan Air Lindi), kecelakan kerja baik yang dialami oleh pekerja resmi maupun pemulung dan pengepul barang rongsok. TPA, seperti halnya TPA Sarimukti bisa diibaratkan seperti jantung dalam pengelolaan sampah. Apabila “jantungnya” rusak maka semua aliran truk sampah berhenti. Sampah di semua rumah tangga, kantor, toko, pasar bertumpuk dan membusuk.
 
Oleh sebab itu, TPA wajib dirawat dan dikelola dengan cerdas. UU Pengelolaan Sampah dengan tegas mewajibkan pemerintah menyediakan TPA sanitary landfill yang dikelola secara cerdas (smart). Apabila merujuk pada undang-undang tersebut maka pemerintah provinsi, kabupaten-kota sudah melanggar undang-undang karena sampah warganya dibuang ke Sarimukti yang bukan tipe sanitary landfill. Menurut undang-undang tersebut TPA open dumping seperti Sarimukti harus ditutup.
 
Begitu pula masyarakat, juga bersalah karena tidak melaksanakan amanat undang-undang agar memilah dan mengurangi timbulan sampahnya. Sudah banyak program kerja pemerintah yang dilaksanakan berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Pengetahuan, ilmu dan teknologinya sudah disampaikan kepada tokoh masyarakat di desa, kelurahan, bahkan sampai ke tingkat RW/RT tetapi tidak dipraktikkan. Bantuan bak sampah dan becak motor sampah, kontener sudah ada meskipun belum semua warga menikmatinya.
 
Etos Kerja
Martin Luther King Jr. berbicara perihal keseriusan dalam bekerja atau etos kerja dan tanggung jawab. Kemuliaan seorang penyapu sampah jalan dapat dilihat dan diukur dari kebersihan dan keindahan jalan seperti bersih dan indahnya lukisan Michaelangelo. Berbeda dengan pekerjaan melukis, musik, dan puisi, pekerjaan dalam pengelolaan sampah tidak perlu bakat. Yang dibutuhkan adalah etos kerja dan tanggung jawab setelah diberikan pengetahuan, ilmu dan alat-alat persampahannya. Etos kerja bagi semua insan di pemerintahan yang mengelola sampah, juga tanggung jawab masyarakat dalam mengurangi, memilah sampahnya. 

Begitu juga pedagang, pemilik toko, supermarket agar ikut andil dalam mengurangi kemasan plastik, termasuk produsen (pabrik) dengan berbagai macam jenis bahan kemasannya. Tampak bahwa semua orang dari berbagai jenis profesi memiliki tanggung jawab terhadap sampahnya masing-masing. Pemerintah, pengusaha, pendidik, insan media adalah termasuk anggota masyarakat yang setiap hari menimbulkan sampah. Sudahkah insan-insan di pemerintahan, insan pengusaha, insan pendidik, insan media komunikasi melaksanakan praktik-terbaik dalam pengelolaan sampahnya masing-masing? Ini yang disebut keteladanan.
 
Masyarakat selalu meniru perilaku orang yang dipercayainya. Maka, apakah lingkungan di sekitar kantor Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PU, Dinas Cipta Karya sudah bersih? Adakah bak sampah, minimal untuk dua jenis sampah dan betulkah sudah terpisah sampahnya? Apabila sampah di halaman di dinas tersebut masih berserakan tentu masyarakat menilai negatif pada setiap program kerja dan pelatihan yang diberikan oleh aparatur pemerintah, praktisi dan akademisi. Masyarakat akan dengan mudah berkata bahwa pemerintah tidak serius dalam pengelolaan sampah dan belum bekerja seperti Michaelangelo dalam melukis.
 
Lantas, adakah solusi praktis jangka pendek untuk mencegah Bandung lautan sampah terulang kembali? Penduduk Kota Bandung minimal 2,5 juta orang. Apabila setiap orang menimbulkan 2 liter sampah perhari maka volumenya menjadi lima ribu meter kubik sehari. Luas lapangan sepakbola misalnya sepuluh ribu meter persegi. Maka ketinggian sampah bertambah setengah meter setiap hari. Dalam sepuluh hari menjadi lima meter. Dalam sebulan akan muncul bukit sampah setinggi lima belas meter seluas lapangan sepakbola.
 
Sambil menunggu perbaikan jalan akses di TPA Sarimukti maka penggunaan TPA yang sudah ditutup mau tidak mau menjadi alternatif solusi. Perlu dijalin komunikasi dengan penduduk di sekitarnya untuk meredam protes dan gejolak sosial. Menggiatkan kembali reduce, reuse, recycle (3R) kepada masyarakat khususnya melibatkan generasi muda (siswa dan mahasiswa) yang aktif di media sosial. Memperbaiki prasarana dan sarana persampahan di tingkat kelurahan dan desa serta melatih tatacara pengoperasian dan pemeliharaannya.
 
Yang terakhir, hendaklah pemerintah meniru Beethoven dalam menciptakan komposisi musiknya secara cerdas (smart) berkaitan dengan TPPAS Legok Nangka. Setiap desain dan produk tentu ada negatifnya. Tetapi kebutuhan pengelolaan (management) dan pengolahan (treatment) sampah yang dapat memberikan dampak baik pada kesehatan manusia dan keindahan lingkungan jauh lebih penting dan hendaklah segera diwujudkan. Jangan sampai istilah “adanya sama dengan tiadanya” melekat pada TPPAS Legok Nangka suatu saat kelak. *
ReadMore »