Pemerintah-Warga Belum Seriusi Sampah
Oleh Gede H Cahyana
Pengamat Air dan Sanitasi Universitas Kebangsaan RI
Martin Luther King Jr.,
seorang warga Amerika keturunan Afrika berkata perihal keseriusan bekerja. Apabila
seseorang menjadi tukang sapu jalan, hendaklah ia menyapu jalan (membersihkan
sampah) seperti Michaelangelo melukis, Beethoven menciptakan musik atau
Shakespeare menulis puisi. Ia selayaknya menyapu jalan sehingga penghuni surga
dan bumi jeda sejenak untuk berkata, “Di sini hidup seorang penyapu jalan
(tukang sampah) yang bekerja luar biasa agung.”
Oleh Gede H Cahyana
Pengamat Air dan Sanitasi Universitas Kebangsaan RI
Martin Luther King Jr. berbicara perihal keseriusan dalam bekerja atau etos kerja dan tanggung jawab. Kemuliaan seorang penyapu sampah jalan dapat dilihat dan diukur dari kebersihan dan keindahan jalan seperti bersih dan indahnya lukisan Michaelangelo. Berbeda dengan pekerjaan melukis, musik, dan puisi, pekerjaan dalam pengelolaan sampah tidak perlu bakat. Yang dibutuhkan adalah etos kerja dan tanggung jawab setelah diberikan pengetahuan, ilmu dan alat-alat persampahannya. Etos kerja bagi semua insan di pemerintahan yang mengelola sampah, juga tanggung jawab masyarakat dalam mengurangi, memilah sampahnya.
Begitu juga pedagang, pemilik toko,
supermarket agar ikut andil dalam mengurangi kemasan plastik, termasuk produsen
(pabrik) dengan berbagai macam jenis bahan kemasannya. Tampak bahwa semua orang
dari berbagai jenis profesi memiliki tanggung jawab terhadap sampahnya
masing-masing. Pemerintah, pengusaha, pendidik, insan media adalah termasuk anggota
masyarakat yang setiap hari menimbulkan sampah. Sudahkah insan-insan di
pemerintahan, insan pengusaha, insan pendidik, insan media komunikasi
melaksanakan praktik-terbaik dalam pengelolaan sampahnya masing-masing? Ini
yang disebut keteladanan.
Masyarakat selalu meniru
perilaku orang yang dipercayainya. Maka, apakah lingkungan di sekitar kantor
Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PU, Dinas Cipta Karya sudah bersih? Adakah bak
sampah, minimal untuk dua jenis sampah dan betulkah sudah terpisah sampahnya?
Apabila sampah di halaman di dinas tersebut masih berserakan tentu masyarakat
menilai negatif pada setiap program kerja dan pelatihan yang diberikan oleh
aparatur pemerintah, praktisi dan akademisi. Masyarakat akan dengan mudah
berkata bahwa pemerintah tidak serius dalam pengelolaan sampah dan belum
bekerja seperti Michaelangelo dalam melukis.
Lantas, adakah solusi
praktis jangka pendek untuk mencegah Bandung lautan sampah terulang kembali? Penduduk
Kota Bandung minimal 2,5 juta orang. Apabila setiap orang menimbulkan 2 liter
sampah perhari maka volumenya menjadi lima ribu meter kubik sehari. Luas
lapangan sepakbola misalnya sepuluh ribu meter persegi. Maka ketinggian sampah
bertambah setengah meter setiap hari. Dalam sepuluh hari menjadi lima meter.
Dalam sebulan akan muncul bukit sampah setinggi lima belas meter seluas
lapangan sepakbola.
Sambil menunggu perbaikan
jalan akses di TPA Sarimukti maka penggunaan TPA yang sudah ditutup mau tidak
mau menjadi alternatif solusi. Perlu dijalin komunikasi dengan penduduk di
sekitarnya untuk meredam protes dan gejolak sosial. Menggiatkan kembali reduce,
reuse, recycle (3R) kepada masyarakat khususnya melibatkan generasi muda
(siswa dan mahasiswa) yang aktif di media sosial. Memperbaiki prasarana dan
sarana persampahan di tingkat kelurahan dan desa serta melatih tatacara
pengoperasian dan pemeliharaannya.
Yang terakhir, hendaklah pemerintah
meniru Beethoven dalam menciptakan komposisi musiknya secara cerdas (smart)
berkaitan dengan TPPAS Legok Nangka. Setiap desain dan produk tentu ada
negatifnya. Tetapi kebutuhan pengelolaan (management) dan pengolahan (treatment)
sampah yang dapat memberikan dampak baik pada kesehatan manusia dan keindahan
lingkungan jauh lebih penting dan hendaklah segera diwujudkan. Jangan sampai istilah
“adanya sama dengan tiadanya” melekat pada TPPAS Legok Nangka suatu saat kelak. *