Ketua, Kepala, Pemimpin
Tiga kata yang menjadi judul tulisan ini sudah akrab di telinga dan ucapan orang Indonesia. Entah berapa juta kali diujarkan dan ditulis setiap hari di radio, televisi, koran, majalah, media online, media sosial, laporan projek, SK (Surat Keputusan), surat-surat dinas resmi, dll. Namun demikian, berkaitan dengan adat-istiadat, budaya ada perbedaan tipis dalam penggunaannya.
KetuaKetua berasal dari kata sifat: tua. Tua dikaitkan dengan usia (umur). Sinonim dengan senior, sepuh, lingsir, kelih. Di dalam adat yang berkembang di berbagai kerajaan di nusantara yang meliputi Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua kata tetua merujuk pada penghormatan kepada orang yang berusia tua sekaligus memiliki ilmu dan pengetahuan yang lebih banyak, lebih luas daripada orang-orang biasa (rakyat umumnya). Apalagi yang tertua, paling tua atau paling banyak umurnya, akan lebih dihormati, dijadikan sumber jawaban untuk setiap pertanyaan yang muncul di masyarakat.
Penggunaan kata ketua kemudian meluas seperti ketua kelas, ketua OSIS, ketua angkatan, ketua alumni, ketua adat, ketua DPR/MPR, DPD, ketua partai, ketua perserikatan, ketua perkumpulan, ketua kelompok, ketua DKM, ketua RT/RW, dll.
Kepala
Di dalam tubuh atau badan manusia ada bagian yang paling atas posisinya, yaitu kepala. Kepala yang di dalamnya berisi otak sebagai organ untuk berpikir adalah bagian tubuh yang paling dihormati. Orang-orang biasanya menunjuk ke arah kepala ketika menyanjung, meninggikan atau merendahkan seseorang secara intelektual. Oleh sebab itu, ada sebutan yang berkaitan dengan kepala, yaitu atasan dan bawahan dalam relasi pekerjaan atau bisnis.
Kata kepala banyak digunakan dalam hirarki jabatan di kantor, perusahaan, misalnya kepala kantor wilayah (kakanwil), kepala dinas (kadis), kepala desa, kepala sekolah, kepala gudang, kepala satuan pengamanan (satpam), kepala polisi sektor, resort, daerah (kapolsek, kapolres, kapolda, kapolri), kepala negara, kepala pemerintahan, kepala perusahaan, dll. Ada satu lagi, yaitu kepala keluarga: seorang lelaki (suami) yang mengepalai istri dan anak-anaknya (keluarga).
Pemimpin
Kata dasar pemimpin adalah pimpin. Bentuk kata kerjanya adalah memimpin. Merujuk Badudu, 1997, kata turunan dari kata kerja memimpin menghasilkan kata turunan berawalan pe-; pemimpin. Termasuk yang berawalan pem-, pen-, peng-, penye-, penge-. Lantas timbul kata pemimpin, yaitu orang yang memimpin. Peninju, orang yang meninju. Kata pemimpin digunakan untuk pekerjaan seperti pemimpin perusahaan, pemimpin masyarakat, pemimpin pergerakan, pemimpin partai, dsb.
Selain kata pemimpin berkembang juga kata pimpinan yang dimaknai sama dengan pemimpin. Ini salah kaprah tetapi sudah luas digunakan. Padahal akhiran -an di dalam pimpinan itu membentuk kata benda yang bisa berarti “yang di-“. Makanan, yang dimakan. Minuman, yang diminum. Juga bisa berarti “memberikan hasil: tulisan, karangan, masakan. Bisa berarti “tempat” seperti kubangan, kurungan, pacuan. Juga berarti “alat untuk mengerjakan pekerjaan itu”: gantungan, usungan, timbangan, buaian.
Arti terakhir tersebut sama dengan awalan pe- seperti penggantung, pengusung, penimbang, pembuai. Inilah yang melahirkan makna pimpinan disamakan dengan pemimpin seperti pimpinan rapat, pimpinan perusahaan, pimpinan organisasi, rapat pimpinan (rapim), dll.
Makna kata ditentukan oleh pemakaiannya di dalam kalimat atau konteks. Misalnya, kata pimpinan dimaknai berbeda di dalam dua kalimat di bawah ini.
1. Sebagai direktur perusahaan, pimpinannya kurang efektif sehingga perusahaannya bangkrut (bermakna hasil).
2. Kedudukannya sebagai pimpinan perusahaan tidak membuatnya sombong (bermakna pemimpin).
1. Badudu, Yus (1997), Intisari, 412, PT Gramedia.