Water for Peace Hari Air Dunia 2024
Gede H. Cahyana
Pengamat Air dan Sanitasi Universitas Kebangsaan RI
Air dan perang adalah sebab dan akibat. Air yang dimaksud adalah air tawar yang volumenya sangat kecil dibandingkan dengan air asin. Air tawar hanya 2,53%, sisanya adalah air asin dari total volume air di dunia: 1.385.984.610 km3 (Kodoatie & Sjarief, 2010). Penyebab perang karena air adalah kelangkaan, pencemaran, ketidakadilan hak dan kewajiban, ketiadaan akses yang menimbulkan perselisihan, ketegangan dan perang antara suku, komunitas atau negara.
File pdf di Majalah Air Minum tersedia di sini.
Dalam catatan sejarah, perang karena air terjadi masif pada tahun 2500-1300 SM. Selama ratusan tahun itu pergolakan senjata timbul di Sumeria, Babylonia, lembah Nil (kini dikelola oleh 11 negara, dari Ethiopia hingga Mesir), Amazon (Brazil, Peru, Bolivia, Colombia, Ekuador), dan Rio Grande di Texas, AS atau Rio Bravo di Mexico. Di Mesopotamia bahkan sejak 6000 tahun SM penduduk setempat sudah bertikai soal air Sungai Tigris dan Euphrat. Sengketa ini terjadi sampai sekarang melibatkan Syria, Irak, Turki dan Suku Kurdi. Perang Israel dan Palestina disebabkan oleh penguasaan wilayah Palestina oleh Israel pada 1948. Juga lantaran air Sungai Jordan yang mengalir di Jordania, Syria, Lebanon. Sekitar 60% air Israel berasal dari Sungai Jordan dan hanya tiga persen area sungai tersebut masuk ke wilayah Israel (Shiva, 2003).
Masih ada puluhan konflik karena air di semua benua, minimal skala kecil antara suku di dalam satu wilayah sungai, danau, akifer. Merujuk pada unwater.org, lebih dari tiga miliar orang bergantung pada sumber air yang tinggi potensi konfliknya. Dari 153 negara yang sumber daya airnya berasal dari sumber yang sama, hanya 24 negara yang memiliki perjanjian kerjasama penggunaan air. Jumlah ini 15,7 persen dan sebagian besar, yaitu 84,3 persen rentan konflik yang sewaktu-waktu meletus, khususnya pada musim kemarau atau akibat pencemaran air limbah oleh negara di hulu sehingga merugikan negara di tengah dan di hilirnya.Ketegangan karena air juga terjadi dalam skala mikro, antara warga bertetangga di desa. Sebuah mata air menjadi sebab perselisihan warga desa apabila tidak ada peraturan (awig-awig) atau perjanjian lembaga adat atau badan administratif bentukan pemerintah daerah. Lembaga (badan) tersebut bisa mencegah hukum rimba: yang kuat yang dapat, yang lemah yang kalah, yang perkasa yang berkuasa. Harus dihindari poor management hurts the poor most. Peran lembaga adat (badan) adalah pengelolaan air secara bijaksana, membantu orang-orang lemah ekonomi, dan mencegah banjir. Banjir bukan karena kesalahan iklim, cuaca, atau hujan. Curah hujan adalah berkah untuk semua orang tanpa memandang status sosial ekonomi.
Selain lembaga adat dan badan administratif, pemerintah juga wajib membangun sistem penyediaan air minum dan pengelolaan air baku yang adil. Pemerintah wajib menyiapkan prasarana dan sarana distribusi air irigasi dan air minum. Di dalam SPAM misalnya, hendaklah bisa membagi air ke semua pelanggan secara adil: kualitas, kuantitas, kontinyuitas, dan tekanan. Apabila tidak, maka konflik bisa timbul antara rumah bersebelahan yang memompa air dari pipa persil masing-masing. Begitu pula air irigasi, bisa saling merusak saluran irigasi dan galengan atau pematang sawah apabila sistem teknisnya tidak mampu membagi air secara adil. Keadilan adalah kearifan lokal masyarakat, misalnya Subak di Bali atau Mitra Cai di Jawa Barat.
“Perang” juga terjadi antara pabrik air minum kemasan (AMIK) dan sesama depot air minum kemasan ulang (AMIKU). AMIK mulai dikenal di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung pada tahun 1980-an. Dua dekade kemudian bermunculan AMIKU. Ini pun hanya di kota-kota besar karena paket pengolahan AMIKU relatif mahal. Namun sekarang AMIKU ini sudah sampai ke desa-desa di perbukitan. Dengan anggaran 2,5 juta rupiah warga sudah bisa membeli produk filter membran mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi atau reverse osmosis. Ini menjadi bisnis tambahan bagi warga desa untuk memasok air siap diminum. Juga lantaran di desa-desa belum tersedia jaringan pipa BUMD AM.
Damai Harmoni
Demikian faktanya, air bisa mengakibatkan perang skala besar, kecil dan mikro. Air juga mempengaruhi ketahanan pangan (food) dan sebagai sumber energi (energy). Saat ini food, energy, water (FEW) dalam kondisi langka. Perdamaian dan kedamaian mustahil terwujud apabila FEW sulit diperoleh dan mahal harganya. Dalam konteks Hari Air Dunia, 22 Maret 2024, air diharapkan menjadi alat perdamaian dalam makna hakiki, yaitu tiada perang akibat air dan dalam makna majazi, yaitu ketenangan-kedamaian hati, harmoni karena memiliki air untuk kebutuhan harian dan makan-minum untuk kesehatan tubuh.
Tubuh manusia terdiri atas banyak sel dan 65% - 75% sel adalah air. Penerima Nobel bidang Kimia 2003, Peter Agre Roderinck dan MacKinnon menyatakan bahwa air di dalam sel melewati saluran yang selektif terhadap ion. Mekanisme ini menghasilkan air murni dan menahan ion garam natrium. Saluran di dalam sel tersebut seperti jaringan pipa air minum tetapi dindingnya kasar dan dimensinya bervariasi. Lantaran air di dalam sel inilah manusia bisa tumbuh besar, berpikir dan bekerja. Apabila terjadi dehidrasi atau kekurangan air (cairan) dapat berefek buruk (sakit) pada tubuh manusia. Tampak bahwa air bisa mewujudkan perdamaian dan kedamaian hati manusia sehingga air disebut tirtha nirmala, tirtha kamandalu, amrta njiwani (Sansekerta), maaul hayat (Arab), nectar-ambrosia (Yunani), the elixir of life, the liquid of life (Inggris), air suci (Indonesia). (Cahyana, 2004).
Hal tersebut dikuatkan oleh Qur’an (Al Anbiyya: 30), “Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.” Ada 63 kali kata air dan sungai disebut di dalam Qur’an (Othman & Doi, 1992). Begitu pun agama Kristen (Katolik), pada kegiatan ritual baptis selalu tersedia air. Di dalam agama Hindhu di India kesakralan air Sungai Gangga dengan 108 nama indahnya bisa disaksikan dalam ritual Kumbh Mela, sebuah ritual yang dihadiri oleh 30-an juta orang (Shiva, 2003).
Namun demikian, perdamaian dan kedamaian rentan terganggu karena pada saat ini sekitar 3,2 miliar orang hidup di lahan pertanian yang sulit air. Tidak kurang dari 73% orang di Asia terdampak buruk akibat krisis air. Menurut WHO paling sedikit 884 juta orang sulit memperoleh air minum aman. Akibatnya, kematian anak-anak karena penyakit menular lewat air seperti diare mencapai 2.195 anak perhari, lebih banyak daripada total kematian akibat AIDS, malaria, dan campak.
Akhirnya, political will pemerintahan di semua negara menjadi penentu apakah air akan mengakibatkan perang ataukah menjadi alat perdamaian dan melahirkan kedamaian harmoni. Water for Peace. *
Daftar Pustaka
1. Cahyana, G. H (2004), PDAM
Bangkrut, Awas Perang Air, Sahara Golden Press, Bandung
2. Kodoatie, R. J.,
Sjarief, R (2010), Tata Ruang Air, CV Andi, Yogyakarta.
3. Othman, A. H., Doi A. R (1992). Islamic Principles of Environment and
Development, Thought and Scientific Creativity, Vol. 3, No. 3., Malaysia.
4. Shiva, V (2003), Water
Wars, Insist Press-Walhi, Yogyakarta.
5. https://www.unwater.org