Presiden Prabowo Subianto
Keberhasilan didahului oleh kegagalan. Beberapa kegagalan. Rakyat Indonesia pasti tahu, sudah berapa kali Pak Prabowo ikut dalam kontestasi presiden dan wakil presiden. Mulai dari masa pilpres ketika berpasangan dengan Megawati S, Ketum PDI Perjuangan (2009), kemudian berpasangan dengan Hatta Rajasa (PAN), lantas berpasangan dengan Sandiaga Uno (pebisnis), hingga akhirnya berpasangan dengan Gibran Rakabuming (eks PDIP).
Yang paling terasa gegap-gempita kampanye Pak Prabowo bagi sivitas akademika UKRI adalah pada pilpres tahun 2019. Dimotori oleh rektor UKRI bapak dr. Boyke Setiawan, M.M. (alm), derap kampanye hampir menyentuh semua kabupaten di Jawa Barat dalam acara Dokter Keliling dan promosi kampus UKRI. Beberapa kegiatan seminar dan wisuda UKRI dilaksanakan di Hambalang, juga sebuah seminar di Grand Hyatt pada 20 November 2017. Termasuk seminar di kampus UKRI yang diliput luas oleh TV nasional. UKRI juga ikut melaksanakan Quick Count yang dibantu oleh lembaga survei. Timbullah cercaan dan hujatan dari pendukung Jokowi kepada UKRI dan terus meluas di media sosial, dikaitkan dengan hasil Quick Count.
Pada pilpres sebelumnya, yaitu tahun 2014 juga menjadi kampanye “panas”. Sivitas UK (nama sebelum UKRI) tidak ikut dalam kampanye seperti pada tahun 2019. Partai Gerindra juga tidak melibatkan sivitas UK untuk mendukung Prabowo. Apalagi pada tahun 2014 itu, dukungan untuk Joko Widodo sangat kuat. Bahkan sejumlah alumni kampus ITA atau UK adalah pendukung garis keras Joko Widodo. Sampai-sampai kampanye hitam tentang kampus UK bertebaran di Facebook. Ada alumni yang sengaja datang ke kampus UK untuk memfoto bak sampah, KM/WC, halaman kotor, ruang lab., ruang kelas, dll untuk disebarkan ke medsos dengan berbagai narasi seperti Prabowo gimana mau ngurus negara, ngurusin kampus saja gak becus. Banyak lagi kalimat sejenisnya. Tentu selain alumni yang kontra tersebut, banyak juga alumni yang mendukung Prabowo.
Akhirnya, setelah kegagalan demi kegagalan itu maka datanglah keberhasilan. Kesuksesan pun lantas menghampiri. Prabowo sejak tanggal 20 Oktober 2024 ini, setelah dilantik oleh MPR RI, sah menjadi presiden ke-8 RI. Selamat untuk Pak Prabowo, semoga berhasil dan sukses dalam mengemban amanah, menjadikan rakyat Indonesia lebih kuat secara fisik, kukuh secara ekonomi, makin cerdas intelektual dan cerdas spiritual. Visi ini tentu perlu usaha keras, serius, agar bisa tercapai dalam lima tahun ke depan atau minimal sudah tampak menuju pencapaian visi tersebut yang ditulis di dalam buku Paradoks Indonesia. Semoga mampu merealisasikan pasal 33 UUD 1945, yaitu pasal sosioekologi, pasal yang mendapat perhatian penuh dari Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, ayahnya Pak Prabowo.
Pada 1970-an Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, seorang begawan ekonomi, penulis Science, Resources, and Development telah memperingatkan pemerintah Orde Baru (Presiden Soeharto) bahwa akan terjadi booming dan blooming teknologi yang dapat merusak lingkungan. Pak Sumitro menyatakan bahwa harus ada teknologi yang protektif (protective technology) atas lingkungan. Idenya itu dipublikasikan sebelum Orde Baru merilis Kementerian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup pada tahun 1978.
Yang juga patut dijadikan contoh, perlu diikuti oleh generasi muda RI, khususnya generasi milenial dan Gen Z, selain spirit pantang menyerah, never give up, never surrender tersebut adalah Pak Prabowo merangkul semua orang untuk dijadikan sahabat. Saingan dalam kontestasi pilpres dan partai yang kontra pun diajak berkoalisi untuk menyejahterakan rakyat Indonesia. Bekerja bersama menguatkan kualitas pendidikan, kesehatan, daya beli rakyat, meningkatkan income per capita, juga menguatkan pertahanan keamanan (TNI dan polisi).
Kata-kata mutiara dari Tiongkok yang sering diulang-ulang Pak Prabowo adalah: Seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak.*