• L3
  • Email :
  • Search :

4 Februari 2009

JAWA BARAT SELATAN









Kepada Yth.
Bapak Gubernur Jawa Barat
Bapak Bupati Cianjur


Dengan hormat.

Sebelum masuk ke maksud surat ini, pada bagian awal dilampirkan beberapa foto yang diharapkan dapat mewakili kondisi sebenarnya di daerah yang menjadi wewenang Bapak sebagai pejabat daerah. Sebuah daerah yang bentang alamnya eksotis dan berpotensi sebagai daerah baru tujuan wisata, selain memiliki keunggulan komparatif sebagai daerah yang kaya gula aren, kayu, dan pertanian. Bahkan bibir pantai dengan garis ombak memutih masih tampak disela-sela kebun cengkeh dari ketinggian kurang lebih 600 m dpl.

Di balik kemolekan alam itu perlu ditegaskan bahwa masyarakat di daerah Selatan Cianjur, biasa disebut Cianjur Kidul, sudah lama menderita karena tidak ada jalan yang dapat memperlancar arus barang yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Himbauan ini ditujukan khusus kepada Bupati Cianjur yang diterima dari warga setempat. Semua warga tanpa kecuali mengeluhkan kondisi jalan yang sulit dilewati karena hanya berbatu pecah yang sering menyebabkan ban kendaraan ikut pecah dan sebagian ruas yang lain hanya bertanah merah yang licin ketika gerimis. Kalau ban kendaraan sudah pecah sekali alamat akan terjadi pecah ban berkali-kali di sepanjang lebih kurang 50 km dari Cirendeu menuju Cisaranten, termasuk ruas yang menuju Sindang Barang.

Silakan Bapak bayangkan, murid-murid SD setiap hari harus berjalan kaki selama dua jam ke sekolahnya menyusuri jalan yang licin, rawan longsor dan berada di pinggir hutan. Sampai di sekolah mereka tidak langsung belajar tetapi membuka bekal dulu untuk sekadar sarapan nasi atau lontong dengan ikan asin. Ketika musim hujan seperti sekarang mereka tidak bisa belajar hingga selesai pada siang hari karena segera dipulangkan oleh gurunya agar tidak kemalaman atau terjebak di jalan sepi. Kehujanan di jalan berarti harus berteduh di gubuk-gubuk reyot di tepi jalan semalaman tanpa lampu teplok, apalagi listrik. Gelap. Hanya gulita yang menemani serta derat-derit gesekan dahan dan daun dihembus angin kalau tidak dijemput oleh orang tuanya sebab orang tuanya pun takut menjemput karena hujan. Guru pun pulang lebih awal naik motor yang juga berbahaya karena jalannya licin dan tebingnya rawan longsor. Padahal inilah satu-satunya jalan yang menghubungkan Cianjur Selatan dengan Kabupaten Bandung (Ciwidey). Tapi kenapa jalan itu tidak juga diperbaiki?

Pak Bupati..., lantaran tekanan kebutuhan hidup yang makin berat dari tahun ke tahun, mayoritas warga setempat (kalau tidak setuju disebut semua warga) ingin bergabung dengan Kabupaten Bandung. Ini betul-betul ungkapan hati mereka. Mereka ingin pisah dari Kabupaten Cianjur lantaran pemerintah setempat tidak mau memperhatikan nasib mereka. Pemerintah Kabupaten Cianjur merasa tidak memperoleh manfaat ekonomi dari daerah kidul ini karena gula aren dan beras, juga kayu dan hasil hutan lainnya dijual ke Bandung lewat Ciwidey. Begini Pak Bupati..., mereka menjual hasil Bumi ke Bandung lantaran tidak ada jalan akses yang bagus dan relatif dekat ke Cianjur. Sejak Orde Baru sampai sekarang, yakni sepuluh tahun masa reformasi, kehidupan mereka belum juga beranjak dari kesusahan. Satu saja sebabnya, yaitu jalan sebagai urat nadi perekonomian tidak layak dan tidak dapat memperlancar arus barang dan jasa dari dan ke luar Cianjur Kidul, baik ke arah Bandung maupun (apalagi) ke arah Cianjur kota.

Selain kepada dua pejabat daerah di atas, juga ada himbauan untuk Bapak Menteri PU dan Menteri Pendidikan Nasional. Pak, cobalah ke sana, selamilah teriakan hati warga di sana. Berdialoglah dengan guru, murid, dan warga di sana tanpa di-setting dan tanpa perantara pejabat daerah di Cianjur yang boleh jadi ada “skenarionya”. Janganlah membawa anggota rombongan yang besar ke sana. Beberapa orang saja sudah cukup dan Bapak akan mendapatkan fakta, data yang membuat hati Bapak sedih bukan kepalang, kalau Bapak masih berhati bersih. Mereka adalah orang-orang kecil yang penurut kalau mendapat perhatian serius dari pemerintah. Mereka tidak berpolitik yang aneh-aneh dan tak ada nafsu menjadi pesaing Bapak dalam pemilu. Mereka hanya perlu akses yang mudah untuk menjual hasil budidaya dan kreativitas hariannya. Mereka pun tidak banyak tahu soal politik. Mereka awam. Siapa saja atau partai apa saja yang membantu perbaikan hidup mereka, mereka akan ikhlas memilih orang yang membuat hidup mereka menjadi lebih baik, berubah dari kesulitan lantaran ketiadaan prasarana yang memadai.

Pak Gubernur dan Pak Bupati yang dihormati, tidak banyak yang akan ditulis di sini, tetapi mudah-mudahan foto-foto di http://gedehace.blogspot.com ini dapat memberikan gambaran kondisi faktual. Oleh sebab itu, selain menghimbau Bupati Cianjur juga mengharapkan Gubernur Jawa Barat turut segera membantu penguatan ekonomi warga setempat. Apalagi pada awal Januari 2009 yang lalu diberitakan di koran-koran bahwa ada dana tambahan empat triliun rupiah untuk prasarana Jawa Barat bagian Selatan. Itu sebabnya, warga setempat lewat surat terbuka di blog ini menunggu aksi riil pejabat yang telah dipilih dalam setiap pemilu.

Untuk Bupati Cianjur dan Gubernur Jawa Barat, dengan hormat diminta oleh warga setempat agar sudi berkunjung ke kidul itu. Harapan yang sama juga dialamatkan kepada Menteri PU dan Depdiknas, serta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Demikian dan wassalam.*

2 komentar:

  1. Jangankan yang agak jauh dari ibu kota, yang menempel saja masih ada yang kondisinya sama dengan yang digambarakan Pak Gede....Ayo, terus dan teruslah bersuara demi nusa dan bangsa....Wassalam

    BalasHapus
  2. Yah begitulah Kabupaten Cianjur kita ini, daerah Cianjur Selatan hanya dijadikan ajang korupsi para pejabat pemda. Contohnya di Desa Sukamekar, Kecamatan Sukanegara ada seorang pengusaha kayu yang katanya dari Ciwedey, dia menurap sungan sepanjang 12 meter, selebar 3 meter sehingga sungai menyempit dan kalau hujan arus sungai menjadi tinggi. Masyarakat sudah lapor ke dinas pengairan Kecamatan Sukanegara, karena arus sungai tersebut akhirnya mengarahkan arusnya ke jembatan sebuah majelis dan waktu terjadi longsor, jembata tersebut terhantam arus dan ambrol. Tapi anehnya oleh dinas Pengairan Kecamatan Sukanegara pengusaha tadi malah mendapatkan hak sewa yang rakyat tidak tahu berakhir sampai kapan. Kemana lagi rakyat harus mengadu, apa memakai jalan kekerasan untuk menghancurkan tanggul tersebut ?

    BalasHapus