• L3
  • Email :
  • Search :

10 Desember 2009

Ibnu Sina, Mutiara Kedokteran Modern

Ibnu Sina, Avicenna
Oleh Gede H. Cahyana


Semua penyakit ada obatnya dan bisa sembuh atas izin Allah! Makna teologis hadis di atas menurut Fazlur Rahman, pionir neomodernisme Islam, adalah obat akan efektif jika ada “izin Allah”. Juga berarti, Allah mewajibkan manusia berobat ke dokter bukan ke paranormal atau ke orang “pinter”. Teori dan praktik pengobatan dalam Islam berdimensi ibadah yang menuntun hubungan manusia dengan Allah. Jadi, kaum muslimin harus meletakkan profesionalisme di atas segalanya. Hal itu dicakup oleh ungkapan the right people or man on the right place.

Abad pertengahan adalah zaman zamrud dunia Islam dan zaman kegelapan bangsa Eropa. Sejarah Islam mencatat sangat banyak pakar medis, filosof dan saintis masa itu. Seorang eksponennya adalah Abu ‘Ali al-Hussain ibn Sina atau Avicenna (980-1037 M). Dia jenius dalam menyatukan teori dan praktik pengobatan menjadi sintesis yang sangat luas dan dalam. “Dokter” pertama pengguna kloroform dan sterilisasi dalam pembedahan ini menulis banyak buku dalam bidang metafisika, sains dan medis. M. S. Khan di dalam Hamdard Medicus Vol. XLI No. 4 menyatakan bahwa karya medis pemilik magnum opus untuk buku al-Qanun fit Tibb atau Canon of Medicine ini, ada sekitar 48 buah dalam bentuk buku dan risalah. Sumber lain menyatakan, karyanya mencapai ratusan judul.

Banyak buku dan risalahnya diterjemahkan oleh “orang-orang barat” seperti risalah penyakit jantung pada Kitab al-Adwiyat diterjemahkan oleh Arnold of Villanova dengan judul De Viribus Cordis di Spanyol. Sebuah manual medis, Urjuzah fit Tibb, dialihbahasakan oleh Armengaud Blasius (meninggal tahun 1312) ke Bahasa Latin dengan judul Cantica di Montpellier, Prancis. Pakar anatomi kelahiran Bukhara, Turkistan ini juga membuat risalah (artikel) dengan topik nadi, colic, diare, urine, pendarahan, pembalsaman, racun sekaligus penawarnya. Kitabnya, Qanun dalam Bahasa Arab diterbitkan di Roma, Italia tahun 1593 dengan editor Carame. Tahun 1877 diterbitkan di Kairo, Mesir, dan di Teheran tahun 1878. Publikasi selanjutnya banyak dilakukan di Beirut dan Baghdad.

Kesehatan dan Higiene
Sebagai apoteker, Ibnu Sina sangat mengerti bahwa aspek preventif lebih baik daripada kuratif. Menurutnya, faktor yang berhubungan dengan kesehatan adalah temperatur, makanan dan minuman, limbah, udara bersih, keseimbangan antara gerak dan pikiran, tidur dan kerja. Sebagai pakar lingkungan dia menjelaskan bahwa udara kotor karena terkontaminasi uap rawa, danau, saluran, dan drainase atau gas dari pabrik kimia, asap atau jelaga membahayakan kesehatan. Sekarang diketahui uap itu adalah gas seperti CH4 (metana), H2S dan NH3 hasil dari proses anaerob. Dan CH4 atau metana adalah salah satu penyebab Bumi memanas, Global Warming.

The Prince of Medicine ini menjelaskan teori kesehatan yang berhubungan dengan kondisi geografi, musim dan iklim. Sangat spektakuler pada zamannya, al-shaykh al-ra’is (the sheikh and prince of learned) ini pun membuat catatan rinci tentang penyakit pada empat musim (iklim subtropis). Musim semi (spring) disebutnya sebagai musim paling menyehatkan. Namun ada juga penyakit radang tenggorokan, radang kulit, bisul, kejang dan abses (abscesses). Penyakit demam timbul saat musim panas (summer) terutama pada orang-orang lansia (lanjut usia). Musim gugur (autumn) biasanya muncul penyakit rematik sedangkan gangguan pencernaan sering terjadi pada musim dingin (winter). Rincian penyakit tersebut masih panjang, namun hanya satu dua buah yang dituliskannya.

Ibnu Sina juga membuat dua teori segitiga dalam pengobatan Islam, yaitu Triangular Theory of Islamic Medicine yang menyatakan hubungan antara Allah, manusia dan pengobatan dan yang kedua adalah hubungan antara badan, pikiran dan semangat. Pengobatan terbaik menurutnya adalah menguatkan spiritual dan fisik pasien secara bersamaan. Pada abad kesebelas itu, dia telah menjelaskan akibat fatal dari penyakit jantung. Kitabnya yang khusus membahas ini adalah Kitab Adwiyat al-Qalbiyah (Risalah obat untuk sakit jantung). Lebih dari sembilan abad kemudian, risalah pengobatan Ibnu Sina di bidang malaria diambil oleh Prof. Wagner Von Jauregg di Vienna. Untuk “duplikatnya” ini, sang profesor itu meraih hadiah Nobel bidang fisiologi tahun 1927.

Sangat banyak sumbangan Ibnu Sina terhadap dunia kedokteran dan farmasi. Masih banyak yang belum terungkap dan masih dicari di banyak belahan dunia. Namun satu hal yang patut dicontoh dari pakar yang dimakamkan di Hamadan ini adalah keuletannya dalam menekuni ilmu. Pengaruhnya diakui pada pengembangan sains medis internasional. Akibat kejeniusannya itu, menurut Dr. R. H. Su’dan, kewarga-negaraannya diklaim oleh empat negara, yaitu Iran, Irak, Turki dan Rusia.

Itulah seorang maestro yang makamnya dikelilingi oleh puluhan makam para dokter yang meminta jasadnya dikubur di dekat Sang Father of Doctors.***

1 komentar:

  1. Memang pada masa itu dunia Islam sedang mencapai puncak pencapaian teknologi modern pada masanya, namun nampaknya tidak didukung oleh politik dan ekonomi yang menguntungkan.

    Zaman itu banyak penemuan dalam bidang keilmuan sebagai cikal bakal teknologi modern (yaitu pada abad ke 12), namun tidak bisa berkembang lebih jauh lagi, karena peradaban berada pada jurang perpecahan dan kehancuran.

    Berbeda dengan dunia Eropa abad 16-17 masehi, dimana peradabannnya sedang berada kondisi ekonomi yang sangat mendukung sehingga IPTEK dapat berkembang dengan pesat hingga sekarang.

    BalasHapus