Pemerintah Kota Bandung akan
membangun instalasi pembakar sampah kota yang dikenal dengan istilah
insinerator (incinerator). Semua sampah pasar, rumah tangga, kantor,
sekolah, kebun, pinggir jalan, dan lain-lain akan dibakar di dalam tungku
“raksasa” yang unitnya, setelah ditambah generator, dinamai Pembangkit Listrik
Tenaga Sampah (PLTSa) oleh kalangan pemerintah kota.
Karena sampahnya dibakar, maka
PLTSa menghasilkan partikulat debu dan abu, gas-gas pembentuk asam klorida, fluorida,
sulfur dioksida, logam-logam berat seperti merkuri, kadmium, seng, nikel,
timbal. Juga karbon organik volatil pembentuk furan (polychlorinated
dibenzofurans, PCDF) dan dioksin (polychlorinated dibenzo-p-dioxins,
PCDD). Semua polutan itu dengan mudah tersebar ke segala arah lewat udara,
melekat di daun, sayur, buah, sumber air minum, paru hewan ternak lantas
beredar ke seluruh dagingnya dan paru manusia lalu beredar ke pembuluh
darahnya.
Parahnya lagi, semua uap logam dan
campurannya dapat mengembun membentuk aerosol partikel submikron yang berbahaya
bagi paru. Begitu pun senyawa lain dalam sampah dan campuran klor, fluor,
sulfur, nitrogen dan lain-lain menghasilkan gas-gas toksik dan korosif. Ketika
pembakarannya tak sempurna, muncullah produk pirolisis karbon monoksida, volatile
organic compound seperti polycyclic aromatic hydrocarbon, dioksin,
furan, jelaga, dan tar. Partikulat abu adalah pencemar yang paling jelas,
tampak secara visual berupa kepulan yang mengandung uap logam berat, dioksin
dan furan. Di permukaan jelaganya pun disarati gas-gas asam klorida, fluorida,
sulfat, dll yang semuanya dipengaruhi desain insinerator, pemanggang, ukuran
dan bentuk ruang pembakarnya.
Karena ukurannya variatif, mulai
dari satu mikron (bahkan kurang dari satu mikron) sampai yang terbesar 75
mikron, ada partikulat yang mudah masuk ke sistem pernapasan kita. Kira-kira
40% partikel berukuran 1 sampai dengan 2 mikron akan tertahan di bronkioli dan
alveoli paru. Yang ukurannya 0,25 sampai dengan 1 mikron justru mudah ke luar
masuk lewat udara pernapasan. Tapi yang kurang dari 0,25 mikron akan melekat
akibat gerak Brown (Brownian motion). Untuk menyisihkannya, biasanya
ditangani dengan kolektor debu seperti mekanikal separator, wet scrubber,
atau fabric filter. Partikel berukuran 15 s.d 75 mikron secara efektif
dipisahkan dengan cyclones sampai efisiensi 85% dan yang ukurannya lebih
kecil dipisahkan dengan fabric filter atau presipitator elektrostatik.
Namun demikian, efisiensinya tidak bisa sempurna 100% dan yang tak tersisihkan
itulah yang potensial membahayakan kesehatan karena makin lama makin tinggi
konsentrasinya di udara kita.
Dari mana asal logam-logam berbahaya
itu? Dari sampah tentu saja: timbal berasal dari sampah cat dan kaleng, merkuri
dan kadmium dari baterei, aluminum foil, alat plambing, lembar seng,
garam-garam volatil dst. Logam dan garam-garam itu mudah menguap karena titik
didihnya rendah. Titik didih kadmium adalah 765 derajat Celcius, merkuri 357
derajat C, arsen 130 derajat C, PbCl (timbal klorida) 950 derajat C, dan HgCl2:
302 derajat C. Semua spesiasi logam tersebut bergantung pada keberadaan klor,
sulfur, karbon, nitrogen, fluor dan lain-lain selama pembakaran dan pendinginan
gasnya. Reaksi dengan klor menghasilkan metal klorida; merkuri misalnya, akan
membentuk senyawa yang terikat dengan halogen, yaitu merkuri (II) klorida (ini
yang dominan) dan merkuri (I) klorida. Hanya peralatan canggih yang dapat
menghilangkan logam berat volatil seperti merkuri itu.
PLTSa Akibatkan Sakit
Dampak PLTSa pada kesehatan
meliputi neurological atau nervous system (syaraf), hepatic
system (hati), renal system (ginjal), hematopoietic atau blood-forming
system (darah). Kadmium misalnya, menyerang pernapasan, ginjal, hipertensi,
dan yang paling ekstrem adalah kerapuhan tulang dan sendi. Merkuri menyerang
sistem syaraf pusat sehingga mengurangi penglihatan, sensori, pendengaran dan
koordinasi tubuh. Timbal dapat mendisfungsi sistem hematologik dan syaraf
pusat, merusak fungsi gastrointestinal, reproductive, endocrine,
cardiovascular, immunologic, dan menurunkan taraf kecerdasan serta
menyebabkan perilaku abnormal pada anak. Polycyclic aromatic compound,
dioksin dan furan merusak paru, perut, ginjal, skrotum, dan liver. Beratnya
lagi, dioksin dan furan dapat melekat pada abu dan air limbah PLTSa. Karena
efek buruknya itulah dioksin dikenal sebagai “the most toxic chemical known
to man”. Dampaknya mampu merusak generasi manusia lewat cacat genetis,
merusak kromosom pembawa informasi keturunan (genetika), pencetus kanker
(karsinogenik) dan mutagenik (pemutasi).
Daya rusak pencemar tersebut
dicetuskan oleh senyawa berklor dari plastik, potongan PVC, kertas, karton dll.
Dipastikan 60% asam klorida berasal dari PVC, 36% berasal dari kertas. Yang
lebih reaktif dan korosif lagi adalah asam fluorida dengan emisi tipikalnya 3
sampai dengan 5 mg per m3. Begitu pun NOx dan SOx yang dapat berubah menjadi
asam kuat: asam nitrat dan asam sulfat. Semuanya berkontribusi pada hujan asam
yang kaya logam berat, lalu diserap tanaman sayur dan rumput pakan ternak. Efek
lainnya ialah kerusakan bangunan, pagar, mobil, motor, kebun, tanaman, dan
hutan, termasuk korosi logam di PLTSa sehingga perlu biaya perbaikan. Belum
lagi iritasi kulit dan kerusakan sumber air. Luas sekali dampak buruknya, lebih
banyak buruknya ketimbang baiknya. Lebih besar mudaratnya daripada manfaatnya.
Oleh sebab itu, disarankan
Pemerintah Kota Bandung membatalkan niatnya untuk membangun PLTSa demi
kesehatan kita dan keturunan setiap warga yang mukim di cekungan Bandung.*
Foto: romeltea.wordpress.com
Foto: romeltea.wordpress.com