Tidak Ada Elpiji, Gas Metana Pun
Jadi
Oleh Gede H. Cahyana
Gas elpiji (LPG) naik harganya. Adakah
alternatif yang dapat meringankan biaya masak-memasak, khususnya bagi pelaku bisnis
makanan? Tiada rotan, akar pun jadi, ini kata peribahasa. Energi alternatif
banyak jenisnya, tetapi tidak semua layak diterapkan pada satu jenis bidang
usaha. Minimal sampai saat ini. Untuk keperluan masak makanan, energi yang
terdekat dengannya adalah energi gas metana. Semua limbah makanan bisa
dijadikan sumber energi yang potensial.
Limbah makanan sifatnya organik
sehingga mudah diubah oleh mikroba anaerobik menjadi metana. Gas inilah yang
dijadikan sumber energi, minimal untuk kebutuhan dapur, pengganti gas Elpiji. Caranya dengan digester. Bakteri yang berperan mengubah limbah menjadi gas metana 1alah metanogenik seperti Methanobacterium, Methanobacillus,
Methanococcus, Methanosarcina.
Komposisi gas yang
normal proses ini adalah 60% - 70% metana dan 30% - 40% CO2. Tetapi biasanya konsentrasi metana kurang dari angka itu. Hasil optimal
dapat dicapai dengan mengatur temperatur digester antara 30 - 45 derajat
Celcius dan pH antara 7 - 8. Karena proses ini adalah beternak bakteri maka
harus selalu dikontrol agar tak ada limbah B3 seperti pestisida, deterjen,
pembersih lantai dan lain-lain masuk ke digester.
Jika dibandingkan, gas metana ini nilai
energinya (fuel value) 5.320 kcal/m3,
petrol gas 3.600 kcal/m3, kotoran sapi/cowdung 2.660 kcal/m3 dan seaweed 4.900
kcal/m3.
Artinya, metana dari limbah makanan relatif bisa dijadikan alternatif energi untuk
memasak makanan bagi pedagang kelas menengah. Disebut kelas menengah karena
sisa makanan perhari biasanya relatif banyak dibandingkan dengan warung makanan
skala kecil. *
bagus nie.
BalasHapusbisa kreatif..
trim info nya