• L3
  • Email :
  • Search :

5 Januari 2014

Tidak Ada Elpiji, Gas Metana Pun Jadi

Tidak Ada Elpiji, Gas Metana Pun Jadi
Oleh Gede H. Cahyana


Gas elpiji (LPG) naik harganya. Adakah alternatif yang dapat meringankan biaya masak-memasak, khususnya bagi pelaku bisnis makanan? Tiada rotan, akar pun jadi, ini kata peribahasa. Energi alternatif banyak jenisnya, tetapi tidak semua layak diterapkan pada satu jenis bidang usaha. Minimal sampai saat ini. Untuk keperluan masak makanan, energi yang terdekat dengannya adalah energi gas metana. Semua limbah makanan bisa dijadikan sumber energi yang potensial.

Limbah makanan sifatnya organik sehingga mudah diubah oleh mikroba anaerobik menjadi metana. Gas inilah yang dijadikan sumber energi, minimal untuk kebutuhan dapur, pengganti gas Elpiji.  Caranya dengan digester. Bakteri yang berperan mengubah limbah menjadi gas metana 1alah metanogenik seperti Methanobacterium, Methanobacillus, Methanococcus, Methanosarcina.

Komposisi gas yang normal proses ini adalah 60% - 70% metana dan 30% - 40% CO2. Tetapi biasanya konsentrasi metana kurang dari angka itu. Hasil optimal dapat dicapai dengan mengatur temperatur digester antara 30 - 45 derajat Celcius dan pH antara 7 - 8. Karena proses ini adalah beternak bakteri maka harus selalu dikontrol agar tak ada limbah B3 seperti pestisida, deterjen, pembersih lantai dan lain-lain masuk ke digester.

Jika dibandingkan, gas metana ini nilai energinya (fuel value) 5.320 kcal/m3, petrol gas 3.600 kcal/m3, kotoran sapi/cowdung 2.660 kcal/m3 dan seaweed 4.900 kcal/m3. Artinya, metana dari limbah makanan relatif bisa dijadikan alternatif energi untuk memasak makanan bagi pedagang kelas menengah. Disebut kelas menengah karena sisa makanan perhari biasanya relatif banyak dibandingkan dengan warung makanan skala kecil. *

1 komentar: