• L3
  • Email :
  • Search :

21 Maret 2014

Kampanye vs Air & Energi

Kampanye vs Air & Energi
Oleh Gede H. Cahyana


Sepekan kampanye caleg, termasuk kampanye tak resmi para capres, nyaris tiada satu caleg pun yang mengangkat tema Hari Air Dunia (HAD), 22 Maret 2014, yaitu Water & Energy. Padahal isu air dan energi ini bisa “dijual” kepada masyarakat, tetapi wajib ditepati, harus dilaksanakan kalau terpilih. Jangan seperti lirik sebuah lagu: janji janji, tinggal janji, bulan madu hanya mimpi…! Mungkin mereka lupa, bisa jadi juga lantaran tidak tahu ada peringatan World Water Day, 2014. Ironisnya, pada saat yang sama, ajang kampanye itu pun menjadi tebaran air minum kemasan plastik, kemasan cup, botol, dan menggunakan energi listrik dari PLN maupun genset untuk tata-suara (sound system) dan pengeras suaranya (loud speaker). Artinya, betapa dekat para caleg itu dengan air dan energi selama mereka kampanye, tetapi tidak dijadikan bahan promosi diri dan partainya.

Tahun 2014 ini, air dan energi diangkat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa karena dua material ini paling dibutuhkan oleh manusia. Orang kaya memang dengan mudah memperoleh dua material tersebut tetapi tidak demikian dengan orang miskin. Jangankan air berkualitas air layak minum, air yang agak jernih saja sulit diperoleh. Bahkan air baku pun, yaitu air yang belum diolah, untuk difilter secara sederhana dengan ijuk dan batok kelapa, susah didapat. Sekrisis-krisisnya air dan energi, bagi kaum kaya tentu bukanlah soal.

Namun, jumlah kaum miskin jauh berlipat-lipat dibandingkan dengan kalangan berpunya. Tengoklah rakyat di perdesaan dan pelosok di pulau-pulau besar dan kecil Indonesia. Betapa Kalimantan yang kaya batubara, listriknya byar-pet sementara itu airnya kuning bergambut. Betapa rakyat desa dan kampung di Sumatera, bergelap-gelap ria, tiada bisa membaca, apalagi belajar menulis atau kisah nestapa. Di Jawa, di sejumlah kabupaten, di desa pesisir, masyarakat kesulitan air minum. Airnya asin, berasa garam, atau minimal payau. Memang sudah ada tindakan dari pemerintah, yaitu dari Kementerian Pekerjaan Umum, tetapi hasilnya selalu saja monumen. Monumen kegagalan, tidak menghasilkan air minum yang diharapkan warga, sementara anggaran sudah habis bermiliar rupiah. Onggokan sejumlah instalasi dengan teknologi membran adalah saksinya. Mahal biayanya, tapi hanya seumur jagung usia manfaatnya. Selebihnya menjadi barang rongsokan.

Selain dua materi penting dalam hidup manusia, yaitu air dan energi, ada satu lagi yang tak kalah penting: pangan (food, makanan). Bisa dikatakan, ada tiga material penting untuk perikehidupan manusia: makanan, energi, dan air, disingkat MEA. Dalam bahasa Inggris, tiga hal ini disebut: food, energy, water, disingkat FEW. Few dalam bahasa Inggris pun dapat dimaknai sebagai “sedikit”. Lebih tepatnya, makanan pokok manusia, energi dan air sudah kritis, berada di ujung tanduk. Diversifikasi makanan pokok sudah dilaksanakan, bahkan ada program One Day, No Rice. Di bidang energi, ada program Earth Hour. Di bidang air minum, ada Dasawarsa Air Minum, yang tahap II-nya akan berakhir setahun lagi, pada 2015. Ini pun sudah dirangkum dalam MDG’s.

Lantas, mengapa caleg dan juga capres belum masuk ke dalam kampanye Trilogi MEA yang jelas-jelas merupakan kebutuhan dasar manusia ini? Apakah tim pemenangan caleg/capres belum tahu program ini atau sudah tahu tetapi tidak dianggap penting? Masih ada kesempatan beberapa hari ke depan untuk mengambil hati rakyat dan menepati janji-janji saat kampanye. Hanya orang munafiklah yang mengingkari janji-janji kampanyenya.


Selamat Hari Air Dunia, World Water Day, 22 Maret 2014. *


Tidak ada komentar:

Posting Komentar